Sayyid Yahya bin Mu’adz Ar-Razi mengatakan, “Wali adalah wewangian Allah di bumi. Tidak ada yang mampu mengenali aromnya kecuali orang-orang yang bergelar ash-shiddiqûn.”
اَلْوَلِيُّ رَيْحَانُ
اللهِ تَعَالَى فِيْ أَرْضِهِ، يَشُمُهُ الصِّدِّيْقُوْنَ
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani mengatakan, “Bagi ash-shiddiqûn,
aroma wangi sang wali akan tercium hingga lubuk hatinya. Aroma itu lantas
menimbulkan gairah rindu mereka pada Tuhannya. Sehingga, ibadahnya semakin meningkat menurut kadar dan derajat akhlak dan
kefanaan mereka. Ini karena, makin tinggi qurbah-nya makin bertambah pula
fananya.
Dan, wali adalah orang yang ada dalam keadaan fana dan selalu musyâhadah kepada Allah. Bahkan, dirinya tidak punya kemampuan memilih dan tidak ada “tempat” yang tenang baginya selain Allah. Mereka adalah orang-orang yang diperkuat dengan karamah, tetapi mereka sendiri “tertutup” dari karamah karena tidak diberi izin untuk menjelaskannya. Sebab menjelaskan rahasia ketuhanan adalah kufur.”
Dan, wali adalah orang yang ada dalam keadaan fana dan selalu musyâhadah kepada Allah. Bahkan, dirinya tidak punya kemampuan memilih dan tidak ada “tempat” yang tenang baginya selain Allah. Mereka adalah orang-orang yang diperkuat dengan karamah, tetapi mereka sendiri “tertutup” dari karamah karena tidak diberi izin untuk menjelaskannya. Sebab menjelaskan rahasia ketuhanan adalah kufur.”
--Syekh
Abdul Qadir Al-Jailani dalam Sirrul Asrar, terjmh KH Zezen ZA Bazul Asyhab,
wakil talqin Tarikat Qadiriyah Naqsyabandiyah (TQN) Suryalaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar