Suatu ketika, seseorang berjalan melintasi tempat Rasulullah Saw., orang itu
terlihat sedang bekerja dengan sangat giat dan tangkas. Para sahabat lalu berkomentar,
“Ya Rasulullah, andai kata bekerja semacam orang itu dapat digolongkan fî
sabîlillâh, alangkah baiknya.” Lalu, Rasulullah menjawab, “Kalau dia itu
bekerja untuk menghidupi anak-anaknya yang masih kecil, maka itu adalah fî
sabîlillâh; kalau ia bekerja untuk membela kedua orangtuanya yang sudah lanjut
usia, maka itu pun fî sabîlillâh; bahkan kalau ia bekerja untuk kepentingan
dirinya agar tidak meminta-minta, maka itu adalah fî sabîlillâh,” (HR
At-Tabrani).
Salahlah orang yang mengira bahwa agama hanya melulu mengurusi
halal-haram, surga-neraka, tahlil dan zikir di masjid tanpa konsep wirausaha
dan kerja keras. Agama tak hanya mengurusi jenazah, masjid, kenduri atau
kegiatan formalitas simbolik lainnya.
Agama justru mengajarkan tentang etos kerja dan daya juang
menghadapi hidup. Maka, salahlah orang yang hanya berdoa di masjid setiap hari,
tanpa berbuat banyak untuk mencari nafkah bagi anak, istri dan keluarganya.
Islam tidak mengajarkan orang untuk menjadi petapa yang tinggal di gua gelap
selama berhari-hari dan mengandalkan orang untuk bersimpati kepadanya.
Rasulullah mengatakan, sungguh, Allah sangat senang jika salah
seorang di antara kamu mengerjakan sesuatu pekerjaan yang dilakukan dengan
terus menerus dan sangat bersungguh-sungguh, (HR Muslim).
Tanpa konsistensi, kerja yang berkesinambungan, disiplin dan
kesungguhan, amat sukar bagi seseorang untuk mendapatkan keinginan yang mau
dicapai. Jauh-jauh hari Rasul telah memberi dasar-dasar etos kerja bagi setiap
Muslim. Rasul mengatakan, apabila engkau berada di waktu sore, maka janganlah
menunggu pagi, dan jika engkau berada di waktu pagi maka janganlah menunggu
sore. Pergunakanlah waktu sehatmu sebelum datang sakitmu. Pergunakan waktu
hidupmu sebelum datang kematianmu, (HR Bukhari).
Kebahagian hidup di dunia tak akan bisa dicapai hanya dengan
berdiam diri di rumah, tanpa usaha. Tuhan dan rasul-rasul-Nya tak pernah
melarang kita menjadi kaya raya, karena bukan kekayaan yang dilarang, tapi
ketamakan dan kerakusan manusianya yang dilarang. Bahkan, kemiskinanlah yang
sangat dikhawatirkan oleh Sang Rasul, karena akan mendekatkan seseorang pada
kekufuran.
Makanya, Nabi selalu mengingatkan, tangan di atas lebih baik
daripada tangan di bawah.
Rasulullah membuat ilustrasi, seandainya seseorang mencari kayu bakar dan
dipikulkan di atas punggungnya, hal itu lebih baik daripada kalau ia
meminta-minta kepada seorang yang kadang-kadang diberi, kadang-kadang pula
ditolak,” (HR Bukhari dan Muslim).
Allah Swt. juga pernah mengingatkan Nabi, katakan kepada kaummu:
“Hai kaumku, bekerjalah sesuai dengan keadaanmu, sesungguhnya aku akan bekerja
(pula), maka kelak kamu akan mengetahui,’” (QS A-Zumar [39]: 39).
Seluruh nabi dan rasul yang diutus ke muka bumi ini adalah
pekerja keras. Tak ada yang mendapatkan harta dengan lamunan atau kemalasan.
Rasulullah sendiri adalah penggembala kambing, sudagar kaya, bahkan bisa
disebut pengekspor-impor, karena pernah berdagang hingga Yaman dan Syria. Nabi
Musa a.s., Sulaiman a.s., Dawud a.s., Ibrahim a.s. dan nabi-nabi yang lain pun
dikisahkan dalam Al-Qur’an dan Hadis sebagai pekerja keras, penggembala
(peternak) dan saudagar sukses.
Dalam Islam, kerja adalah ibadah. Kerja merupakan jihad yang
sangat dihormati Tuhan. Orangtua yang bekerja, banting tulang mencari nafkah
untuk anak, istri dan keluarganya merupakan syuhada-syuhada yang dimuliakan
Tuhan. Mereka layak dikatakan sebagai pahlawan, minimal pahlawan bagi anak dan
istrinya. Setiap tetes keringat yang mengucur dari jerih payahnya akan bernilai
ibadah dan dicatat sebagai pahala, yang kelak di akhirat akan mendapatkan
imbalannya.
Orientasi kerja seorang Muslim tidak hanya untuk tujuan duniawi,
tetapi juga sebagai bekal ukhrawi. Karena itu, agama melarang seseorang
menghalalkan segala cara dalam mendapatkan sesuatu. Islam telah mengatur hubungan
muamalat manusia, baik dalam kegiatan ekonomi, perbankan, asuransi, jasa,
pertanian, perdagangan dan kegiatan lainnya. Kesungguhan dan kerja keras
seseorang tak hanya bertujuan untuk investasi duniawi, tetapi juga ukhrawi
sekaligus.
Salam Perjuangan!