Syekh Abdul Qadir Al-Jailani mengatakan:
“Wahai saudaraku, mengertikah engkau apakah yang dimaksud dengan qana'ah?
Qana'ah adalah merasa puas atas pemberian yang sudah diterimanya. Puas dengan
memperbanyak bersyukur dan menghindari sifat rakus. Itulah yang disebut
qana'ah. Berhentinya keinginan terhadap ара yang sudah diberikan kepadamu, dan
tidak ada lagi keinginan untuk memintah tambahan lagi, maka itulah sikap orang
arif (ma'rifat).
Hendaknya engkau yakin bahwa qana'ah adalah sikap yang harus
dimiliki oleh setiap muslim, sebab dengan qana'ah hatimu menjadi tenang. Bahkan
sifat itu merupakan modal yang tak bisa habis dalarn kondisi ара pun.
Rasulullah Saw. bersabda: “Qana 'ah itu adalah harta yang tak
akan hilang dan simpanan yang tak akan lenyap,” (HR. At Thabarani). Syaikh Abu
Zakaria Al-Anshari berkata, "Qana'ah itu adalah merasa cukup dengan ара
yang sudah diterima dan memenuhi kepentingannya, baik berupa makanan, minuman,
pakaian atau yang lainnya. Sedangkan Abu Sulaiman Darani berkata, "Qana'ah
adalah merupakan bagian dari ridha, dan wara' adalah merupakan bagian dari
zuhud."
Ketahuilah bahwa sifat qana'ah merupakan sifat yang didambakan
oleh kaum sufi. Karena dengan sifat itu, mereka berharap bisa terhindar dari
bahaya hawa nafsunya. Di mana hawa nafsu itu selalu mengejar dan mendambakan
kesenangan duniawi. Keinginan nafsu terhadap duniawi tidak akan pernah
berhenti, bahkan membawa manusia menjadi sibuk dengan urusan duniawi yang tak
berarti. Jika manusia telah tenggelam dalam kesibukan duniawi, maka ia
cenderung lupa untuk mempersiapkan bekal buat kehidupan akhirat. Dan tentunya
lupa pula ia kepada Tuhan-Nya.
Wahai saudaraku, sifat qana'ah dapat mendidikmu untuk pandai
bersyukur. Artinya, dengan sifat qana'ah itu engkau akan senantiasa mensyukuri
kenikmatan Allah yang telah diberikan kepadamu. Jika manusia banyak bersyukur,
tentu akan memiliki gairah dalam beribadah. Nabi Saw. bersabda: “Jadilah kamu
orang yang wara' pasti kamu menjadi orang yang banyak beribadah, dan jadilah
kamu orang yang qana 'ah pasti kamu menjadi orang yang banyak bersyukur.” (HR.
Bukhari)
Abu Bakar Al-Maghribi berpendapat, "Orang yang berakal
ialah yang dapat mengatur urusan dunianya dengan sikap qana'ah dan urusan
akhirat dengan keinginan yang menggelora; urusan agamanya dengan ilmu dan
ijtihad. Sedangkan, Muhammad bin Tirmidzi mengatakan, "Qana'ah adalah jiwa
merasa lapang dengan rezeki yang diberikan Allah kepadanya dan menghilangkan
rasa tamak terhadap yang tidak tercapai."
Wahai saudaraku, engkau tidak dilarang mencari rezeki. Juga
tidak disuruh bermalas-malasan dan berpangku tangan. Namun ketahuilah bahwa
Allah menyuruhmu berikhtiar, bekerja, karena manusia hidup di dunia ini untuk
beribadah kepada Allah. Bekerja merupakan amal ibadah. Engkau harus yakin dalam
bekerja ada kalah dan ada menang. Kalah dalam menghadapi rayuan dan menang
dalam melawan ajakan setan. Karenanya, bekerjalah dengan tekun dan
bersungguh-sungguh. Hati-hatilah terhadap tipu daya nafsumu dan tipu daya
setanmu agar tidak terjerumus mengais rezeki haram.
Wahai saudaraku, Islam mengharapkan engkau menjadi manusia
cerdas. Mampu menggunakan akal pikiranmu. Islam tidak ingin pemeluknya bodoh.
Oleh karena itu jangan seperti orang awam yang menganggap ibadah hanyalah tepekur
di masjid, shalat dan berzikir. Mereka menganggap Islam memundurkan akal
pikiran manusia dalam bekerja. Padahal orang Islam harus cerdas dan harus
bekerja, sebab bekerja merupakan ibadah. Islam tidak menyukai orang muslim
menjadi pemalas.
Anggapan yang demikian itu salah besar, mereka menyangka bahwa
yang disebut qana'ah itu adalah menerima ара saja yang ada, sehingga mereka
tidak berusaha dan berikhtiar lagi, padahal agama menyuruh manusia agar bekerja
keras mencari keutamaan Ilahi, agar bisa bersedekah, berinfak, bisa membangun
masjid, membangun pondok-pondok pesantren, dan membangun majelis-majelis ta'lim
dan lain-lain. agar umat Islam tidak terbelakang. Ingat sejarah perjuangan Nabi
dan para sahabatnya, mereka berusaha dan bekerja mencari rezeki. Bahkan mereka
bersifat dermawan terhadap sesamanya meskipun harta yang di dapatnya cukup bagi
keluarganya saja. Wahai manusia, sesungguhnya agama menyuruh umatnya untuk
qana'ah (qana'ah hati bukan qana'ah ikhtiar/ usaha).
Wahai saudaraku, makna qana'ah itu amat luas. Qana'ah menyuruh
manusia agar benar-benar percaya terhadap 'kekuasaan' yang melebihi kekuasaan
manusia. Qana'ah menyuruh manusia untuk bersabar menerima ketentuan Allah swt.
Jika ketentuan itu tidak menyenangkan, maka Allah tetap menyuruhnya untuk menerimanya,
karena itulah cobaan dari-Nya.
Dalam keadaan demikian, manusia masih tetap disuruh untuk
berikhtiar dan berdaya upaya sekuat tenaganya. Selama nyawa dikandung badan,
engkau wajib berusaha mencari rezeki. Engkau bekerja bukan berarti minta tambahan
yang telah engkau terima, dan bukan berarti merasa tidak cukup dari ара yang
telah engkau terima, melainkan engkau bekerja sebab masih hidup. Inilah yang
dimaksudkan dengan qana'ah.
Jelaslah bagimu sekarang, bahwa orang-orang yang mengatakan
bahwa sifat qana'ah dapat melemahkan hati dan pikiran, itu salah. Qana'ah
merupakan modal yang tidak pernah hilang. Qana'ah bisa membangkitkan
kesungguhan hidup. Qana'ah tidak mengenal takut dan gentar, tidak mengenal ragu
dan bimbang.
Allah swt. berfirman: “Tiada sesuatu yang melata di bumi, melainkan di tangan
Allahlah rezekinya.” (QS Hûd (11) : 6). Rasulullah Saw. bersabda: “Kekayaan itu
bukan karena banyaknya harta benda, tapi kekayaan yang sebenarnya itu adalah
kaya hati.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah Saw. juga bersabda: “Sungguh beruntung orang yang masuk Islam dan
rezekinya cukup, dan merasa cukup dengan apa-apa yang diberikan Allah
kepadanya.” (HR. Muslim)
Dalam riwayat lain diterangkan bahwa Hakim bin Hizam ra. berkata, "Aku
memohon kepada Rasulullah. Kemudian beliau mengabulkan permohonanku
(permintaanku). Lalu aku meminta lagi, beliau juga mengabulkannya. Kemudian
beliau bersabda, "Wahai Hakim bin Hizam, harta memang indah dan manis,
maka barangsiapa mengambilnya dengan lapang dada, maka ia mendapat berkah.
Sebaliknya, barangsiapa menerimanya dengan kerakusan, maka harta itu tidak akan
memberi berkah kepadanya; bagaikan orang makan yang tak pernah merasa kenyang.
Tangan di atas itu lebih baik daripada tangan yang berada di bawah".
Kemudian Hakim bin Hazim berkata: "Ya Rasulullah, demi Allah yang telah
mengutus engkau dengan haq aku tidak akan menerima apapun dari seseorang
sepeninggalmu sampai akhir hayatku."
Rasulullah SAW bersabda, “Tangan yang di atas itu lebih baik
daripada tangan yang di bawah, dahulukanlah dalam bersedekah kepada orang-orang
yang menjadi tanggunganmu, sebaik-baik sedekah itu adalah yang masih ada
kekayaan. Dan barangsiapayang sopan, maka Allah akan memelihara kesopanannya.
Dan barangsiapayang mencukupkan dengan kekayaannya yang ada maka Allah akan
mencukupkannya. (HR. Bukhari dan Muslim)
Wahai saudaraku, Islam mendidik umatnya untuk bersifat qana'ah
dan tidak rakus, Islam menyuruh umatnya untuk maju, dengan kemajuan itu akan
bisa memberikan sesuatu kepada sesamanya, bukan meminta-minta. Sebab tiada
kekayaan yang dihasilkan tanpa disertai dengan ikhtiar atau usaha, tak menjadi
orang yang berilmu bila ia tidak menuntut ilmu.
Perhatikanlah kisah Maryam, tatkala hendak melahirkan Nabi Isa
a.s. di tengah-tengah padang pasir, dia diperintahkan oleh Allah untuk
menggapai dahan pohon kurma agar buahnya tersebut jatuh. Kalau Allah menyuruh
qana'ah dengan hanya menunggu tanpa berusaha tentunya Siti Maryam selamanya
akan merasa haus dan lapar.
Allah swt.berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, apabila
kalian disuruh untuk menunaikan pada hari Jum'at, maka segeralah kamu untuk
mengingat Allah, dan tinggalkanlah jual beli, yang demikian itu lebih baik
bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah menunaikan shalat, maka
bertebaranlah kamu semua di atas bumi, dan carilah anugerah Allah
sebanyak-banyaknya agar supaya kamu semua beruntung.” (QS. Al Jumu'ah (62) :
9-10).
Ketahuilah wahai saudaraku, bahwasanya Allah menyuruhmu untuk
mencari harta sebanyak-banyaknya, dengan syarat harus dilakukan setelah shalat.
Carilah kehidupan kembali sambil mengingat Allah sebanyak-banyaknya dalam
melakukan segala pekerjaan agar kamu mendapatkan keberuntungan di dunia dan
akhirat.”
--Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam Fath Ar-Rabbani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar