Bagi kaum sufi, seperti yang dijelaskan oleh Imam Al-Ghazali,
kalbu (qalb) dalam diri manusia merupakan titik pusat pandangan Tuhan pada diri
manusia. Bahkan, hal yang menjadi hakikat manusia adalah qalb (kalbu,
hati)-nya. Ia adalah zat halus yang bersifat Ilahiah, yang dapat menangkap
hal-hal qaib yang bersifat ruhaniah.
Dengan kalbu inilah sesunggunya Rasulullah SAW
menerima wahyu.
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak memandang bentuk dan tubuhmu, tetapi Dia memandang hati dan perbuatanmu,” (HR Muslim).
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak memandang bentuk dan tubuhmu, tetapi Dia memandang hati dan perbuatanmu,” (HR Muslim).
Maka, jika akal dapat memahami adanya Tuhan secara rasional,
kalbu pun dapat merasakan kehadiran Tuhan dan bahkan merasakan kedekatan dan
keintiman dengan Tuhan.Dalam Al-Quran disebutkan bahwa Allah adalah cahaya
langit dan bumi (QS 24:35), cahaya seperti ini pula terdapat dalam kalbu
manusia, yang tentu saja berasal dari cahaya Ilahi.
Kita mengenal kata “nurani” atau “hati nurani” yang sering
dikaitkan dengan hati manusia. Kata “nurani” ini sebenarnya berasal dari kata
“nur” yang berarti cahaya. Jadi, istilah yang biasa kita gunakan “hati nurani”
itu mengandung pengertian “hati yang bercahaya.”
Hati yang bercahayalah yang mampu membedakan hal baik dan buruk.
Lalu, jika seseorang yang memiliki hati nurani ini berbuat dosa
dan kesalahan, maka ia akan menggores bekas di hatinya. Seperti bayangan hitam
yang menutupi bagian kalbunya. Semakin banyak seseorang melakukan dosa, maka
semakin memudarlah cahaya Ilahi di dalam dirinya.
Maka, perbuatan yang dilakukan oleh seseorang merupakan tembok
pemisah antara dirinya dan Tuhan.
QAAllah SWT berfirman,
“Maka, apakah engkau tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka
mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga
yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu
yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada,” (QS 22: 46).
Rasululah SAW bersabda, “Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh
(manusia) terdapat segumpal daging. Apabila daging itu baik, maka akan baiklah
seluruh tubuhnya. Tetapi, apabila daging itu rusak, maka rusak pulalah seluruh
tubuh (manusia). Ingatlah bahwa daging itu adalah hati.” (HR Bukhari dan
Muslim).
MEMAHAMI 3 OBAT BAGI PENYAKIT HATI
“Di antara tanda matinya hati adalah tidak adanya perasaan sedih atas kesempatan beramal yang engkau lewatkan dan tidak adanya penyesalan atas pelanggaran yang engkau lakukan.”
---Syekh Ibn Atha’illah dalam Al-Hikam
Sahabatku, setidaknya terdapat 3 penyebab utama
matinya hati. Pertama, terlalu cinta kepada dunia. Kedua, kurangnya
kehati-hatian dan kurang berdzikir. Ketiga, selalu menuruti hawa nafsu.
Obat untuk penyakit pertama adalah dengan menanamkan sikap
sederhana, qanaah dan berhemat. Untuk obat bagi penyakit kedua adalah dengan
menumbuhkan kesadaran secara terus-menurus akan kehadiran Allah disertai dengan
doa dan munajat kepada-Nya.
Dan, untuk obat penyakit ketiga adalah dengan mengikuti para
guru yang telah mendapatkan cahaya Ilahi, yang telah berada di jalan kenabian,
dengan nasihat, petuah, dan instruksi-instruksi mereka untuk mengolah jiwa
(riyadhah) dan menundukkan hawa nafsu. Demikian menurut Syekh Fadhlalla Haeri.
Semoga bermanfaat!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar