“Shalat adalah pembersih kalbu dari kotoran dosa dan pembuka pintu kegaiban.”
—Syekh Ibnu Atha’illah dalam kitab Al-Hikam.
—Syekh Ibnu Atha’illah dalam kitab Al-Hikam.
Syekh Abdullah Asy-Syarqawi menjelaskan bahwa shalat yang
sesungguhnya adalah sesuatu yang menjadi pembersih kalbu dari pengaruh kotoran
duniawi dan noda dosa, serta sifat-sifat lain yang menjauhkan pelakukanya dari
pandangan kepada Rabb yang Maha Perkasa.
Shalat juga merupakan pembuka
pintu sesuatu yang tak pernah engkau miliki, yaitu berupa makrifat dan
rahasia-rahasia Ilahi. Makrifat dan rahasia Ilahi ini diumpamakan dengan harta
karun yang tertutup rapat. Jika hati sudah dibersihkan, tutupnya akan diangkat
sehingga ia bisa melihat rahasia-rahasia gaib yang tak pernah dilihatnya.”
Syekh Ibnu Atha’illah
juga mengatakan: “Shalat adalah tempat munajat dan kerinduan. Di dalamnya ruang
rahasia meluas dan cahaya-cahaya bersinar.”
Menurut Asy-Syarqawi,
munajat bermakna keintiman dan percakapa lembut seorang hamba dengan Rabbnya.
Shalat adalah media munajat secara pribadi antara hamba dengan Tuhannya. Dengan
munajat ini, Allah menampakkan sifat-sifat-Nya yang indah sebagai rahmat kepada
para hamba-Nya dan seluruh ciptaannya di seluruh jagat raya. Melalui munajat
itu pula, Allah memasukkan ke dalam batin hamba ilmu-ilmu laduni dan
rahasia-rahasia makrifat.
Shalat menjadi sarana
pertemuan dan pelepas rindu hamba dengan Tuhannya. Dengan shalat, hamba
menghadap-Nya dengan sepenuh jiwa-raga, menjumpai-Nya secara lahir dan batin
sehingga dalam relung batinya tak ada yang tersimpan selain diri-Nya. Dengan
shalat juga, Allah akan membersihkan seorang hamba dengan memberinya kemampuan
syuhud (kesaksian) dan mencurahkan karunia dan kebaikan-Nya. Inilah pembersihan
jiwa-raga yang paling tinggi. Semakin seorang hamba mendekati-Nya, maka Allah
pun akan semakin lebih mendekatinya lagi.
Di dalam shalat,
ruang kalbu menjadi luas, sehingga bisa menerima rahasia-rahasia yang
berlimpah. Lalu, cahaya-cahaya pun bersinar terang. Jika cahaya menyinari
kalbu, maka ia akan menjadi lapang dan terbuka menerima berbagai ilmu dan
makrifat. Inilah buah dari munajat dan pembersihan yang disebut oleh Syekh Ibnu
Atha’illah di atas. Semuanya adalah penegasan dari hikmah sebelumnya bahwa yang
dituntut dari hamba adalah mendirikan shalat secara sungguh-sungguh, bukan
sekadar melaksanakan tanpa makna.
Syekh Ibnu Atha’illah
mengatakan: “Allah mengetahui kelemahan dirimu sehingga menyedikitkan bilangan
(shalat). Dia juga mengetahui kebutuhanmu terhadap karunia-Nya sehingga
melipatgandakan pahala-Nya.”
--Syekh Ibnu
Atha’illah dalam kitab Al-Hikam, dengan syarah oleh Syekh Abdullah Asy-Syarqawi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar