MEMBUKA TABIR CAHAYA ILAHI
Allah SWT berfirman, “Dan siapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta pula dan lebih tersesat dari jalan (yang benar).” (QS. Al-Isrâ’ [17]: 72). Adapun yang dimaksudkan dengan buta di dunia adalah buta hati, sebagaimana firman Allah SWT, “Maka sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, ialah hati yang di dalam dada.” (QS. Al-Hajj [22]: 46)
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani mengatakan, “Penyebab kebutaan kalbu adalah karena adanya hijab-hijab yang gelap (al-hujub azh-zhulmaniyah), lalai dan lupa karena jauhnya diri dari menepati janji pada Allah saat di Alam Arwah. Adapun sebabnya lalai adalah kebodohan seseorang terhadap masalah hakikat Ilahiah.
Kebodohan ini timbul karena kalbu dikuasai oleh sifat-sifat tercela, seperti sombong, dendam, dengki, kikir, ‘ujub, ghibah (mengumpat), namimah (mengadu domba), bohong dan sifat-sifat tercela lainnya. Sifat-sifat inilah yang mengakibatkan manusia jatuh ke derajat yang paling rendah.
Allah SWT berfirman, “Dan siapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta pula dan lebih tersesat dari jalan (yang benar).” (QS. Al-Isrâ’ [17]: 72). Adapun yang dimaksudkan dengan buta di dunia adalah buta hati, sebagaimana firman Allah SWT, “Maka sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, ialah hati yang di dalam dada.” (QS. Al-Hajj [22]: 46)
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani mengatakan, “Penyebab kebutaan kalbu adalah karena adanya hijab-hijab yang gelap (al-hujub azh-zhulmaniyah), lalai dan lupa karena jauhnya diri dari menepati janji pada Allah saat di Alam Arwah. Adapun sebabnya lalai adalah kebodohan seseorang terhadap masalah hakikat Ilahiah.
Kebodohan ini timbul karena kalbu dikuasai oleh sifat-sifat tercela, seperti sombong, dendam, dengki, kikir, ‘ujub, ghibah (mengumpat), namimah (mengadu domba), bohong dan sifat-sifat tercela lainnya. Sifat-sifat inilah yang mengakibatkan manusia jatuh ke derajat yang paling rendah.
Adapun cara menghilangkan sifat-sifat yang tercela tersebut adalah dengan membersihkan cermin kalbu dengan alat pembersih tauhid, ilmu dan amal; serta berjuang dengan sekuat tenaga, baik lahir maupun batin. Semua itu akan menghasilkan hidupnya kalbu dengan cahaya tauhid dan sifat-sifatnya.
Jika seorang manusia telah berhasil menghidupkan kalbunya, maka ia akan ingat pada Negeri Asalnya (Alam Lahut). Setelah ingat ia akan rindu pulang dan ingin sampai ke negerinya yang hakiki. Maka, ia akan sampai dengan pertolongan Allah.
Jika seorang manusia telah berhasil menghidupkan kalbunya, maka ia akan ingat pada Negeri Asalnya (Alam Lahut). Setelah ingat ia akan rindu pulang dan ingin sampai ke negerinya yang hakiki. Maka, ia akan sampai dengan pertolongan Allah.
Selanjutnya, setelah penghalang kegelapan (tabir) tadi hilang, maka yang tersisa adalah penghalang-penghalang atau tabir cahaya (al-hujub an-nuraniah). Dan, pada saat itu ia sudah bashirah, ia yang mampu melihat dengan penglihatan ruh dan menerima cahaya dari cahaya Asma Ash-Shifat (nama-nama sifat). Secara bertahap, penghalang-penghalang cahaya itu akan sirna dengan sendirinya dan dia akan diterangi dengan cahaya Dzat.”
--Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam Sirrul Asrar, terjmh KH Zezen ZA Bazul Asyhab, wakil talqin Tarikat Qadiriyah Naqsyabandiyah (TQN) Suryalaya.
--Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam Sirrul Asrar, terjmh KH Zezen ZA Bazul Asyhab, wakil talqin Tarikat Qadiriyah Naqsyabandiyah (TQN) Suryalaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar