Syekh Abdul Qadir Al-Jailani mengatakan: “Seharusnya kesibukan seorang Mukmin
itu dengan berdzikir mengingat Allah, kembali kepada-Nya, mengingat
dosa-dosanya, memohon ampunan-Nya, dan mencela nafsunya sendiri. Ketika selesai
mengerjakan semua itu, ia akan kembali kepada qadha dan qadar Tuhannya. Lalu ia
berkata,”Ini adalah qadha dan qadar-Nya. Dan, ini sudah ditetapkan Allah
untukku.”
Dia
akan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah
di dalam kalbunyaa, bukan lisannya saja. Ketika berada dalam keadaan seperti
ini dengan kedua mata tertutup, ia akan mendapati dinding itu hilang. Pada saat
ia membuka kedua matanya, pintu dinding itu terbuka, segala bahaya berubah
menjadi nikmat, tempat yang sempit menjadi lapang, kesakitan menjadi
keselamatan, dan kehancuran menjadi istana.
Semua itu menjadi bukti kebenaran firman Allah SWT,
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan
keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangka..” (QS
Ath-Thalaq [65]: 2-3)
Seorang hamba akan tetap menerima nikmat dengan rasa
syukur, menerima ujian dengan sikap ridha, mengakui segala salah dan dosa,
serta mencela diri sendiri sampai langkah kalbunya berakhir kepada Rabb-nya.
Dia terus melangkan dengan dengan amal kebaikan dan
tobat dari segala kesalahan, sampai ia mencapai pintu Rabb-nya; mensyukuri
nikmat-Nya dan bersabar menghadapi ujian sampai ia mencapai pintu Rabb-nya.
Jika telah sampai disana, dia akan melihat sesuatu
yang belum pernah dilihat mata, tak pernah didengar telinga, dan tak pernah
terlintas dalam akal manusia.
Jika kalbu seorang hamba sampai kepada Rabb-nya, maka
tobat, syukur, sabar, amal baik, lelah dan rasa sakit akan sampai kepada-Nya.
Seperti seorang musafir yang telah berhenti di tempat tujuan dan rumahnya
kembali hingga yang tersisa adalah mujalasah, mujanasah, musyahadah, muhadatsah
dan melihat segala rahasia.”
--Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam Kitab Jala’
Al-Khathir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar