DALAM banyak riwayat hadits disebutkan usia
umat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassallam tidak lama.Berkisar sekitar
60-70 tahun.
Itu
pun sudah tua: rambut mulai memutih, gigi mulai habis, pendengaran perlahan
berkurang, dan tenaga mulai melemah.
Berbeda
dengan usia umat Nabi sebelumnya yang panjang. Karena sedikitnya tempo usia
umat Nabi Muhammad itu, maka harus dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk memuliakan
diri dengan ilmu dan ibadah.
Diriwayatkan
oleh Abu Hurairah r.a, Nabi Muhammad Shallallhu ‘Alaihi Wassallam berkata: “Umur
umatku antara 60 dan 70 tahun, sedikit dari mereka yang melampauinya.” (HR
Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Karenanya
jika tidak dimanfaatkan dengan baik, maka waktu akan terbuang sia-sia. Dan,
waktu yang telah berlalu tidak akan kembali. Dia akan pergi selamanya dengan
segala kenangannya: baik kenangan yang penuh penyesalan atau kebahagiaan.
Manusia harus memanfaatkan waktu. Hanya orang-orang yang mampu memanfaatkan
waktu dengan baik yang akan jadi mulia.
Kalau
mau jujur, sebenarnya kita lebih banyak menghabiskan waktu untuk sesuatu yang
tidak bermanfaat daripada yang bermanfaat. Kita lebih banyak bermain daripada
belajar. Kita lebih banyak bersendagurau daripada berfikir. Kita lebih banyak
menghabiskan waktu untuk duniawi daripada ukhrowi. Kita lebih banyak
menghabiskan waktu untuk membuat dosa ketimbang memupuk pahala. Nauzubillah.
Semoga Allah ‘Azza wa Jalla mengampuni kealpaan kita. Aamiin.
Ada nasihat penting yang disampaikan Imam Al Ghazali terkait
waktu. Kita kebanyakan menghabiskan waktu hanya untuk tidur ketimbang untuk
hal-hal yang bermanfaat dan ibadah. Coba bayangkan, jika rata-rata usia umat
manusia di jaman Nabi Muhammad ini sekitar 60 tahun dan waktu yang digunakan
untuk tidur sekitar 8 jam dalam sehari.
Seperti
diketahui, kebanyakan orang—terutama di Indonesia—tidur mulai pada pukul 20.00
malam dan bangun sekitar pukul 05.00 pagi.
Iya
kalau bangun tidur jam 05.00 pagi. Pasalnya, tidak sedikit di antara kita yang
masih suka bangun tidur di atas jam 05.00 hingga ada yang telat dan tertinggal
shalat shubuh. Nauzubillah!
Nah,
kalau misalnya, rata-rata tidur 8 jam sehari itu dikali dengan masa usia
rata-rata manusia yang mencapai 60 tahun, maka setidaknya kita menghabiskan
masa 20 tahun untuk hanya tidur. Saya ulangi lagi: kita menghabiskan waktu 20
tahun hanya untuk tidur!
Sekarang,
kita hitung lagi berapa banyak waktu yang kita manfaatkan untuk ibadah. Jika 20
tahun kita manfaatkan untuk tidur, maka sisa 40 tahun. Coba bayangkan berapa
waktu untuk ibadah, berapa lama untuk belajar menuntut ilmu, dan berapa tahun
waktu yang dihabiskan untuk main-main dan mencari kehidupan duniawi! Tentu
jawabnya berbeda-beda. Tergantung pribadi masing-masing. Sebab, biasanya,
manusia punya jadwal hidup (life schedule)
masing-masing.
Bisa
dibayangkan jika perhari kita habiskan berapa lama hanya untuk bermain atau
sekedar bersendau gurau. Berapa lama waktu dihabiskan untuk membaca al-Quran,
berzikir, dan belajar. Padahal, waktu itu terus berjalan dan tidak akan
kembali. Waktu juga ibarat pedang tajam yang apabila tidak digunakan untuk
memotong sesuatu dengan baik, maka pedang waktu tersebut akan memotong kita
bahkan memutilasi kita perlahan-lahan.
Karenanya,
yang membedakan kualitas kemuliaan seseorang adalah dari pemanfaatan waktu.
Kalau waktunya habis dengan kerja-kerja intelektual, spiritual, dan
kebermanfaatan kolektif maka dia akan menjadi pribadi yang mulia. Karenannya,
seseorang akan jadi mulia dengan menghabiskan waktu-waktunya untuk belajar dan
senantiasa berzikir pada Allah. Seseorang juga akan jadi mulia dan terhormat
bila menghabiskan malam-malam yang gelap gulita itu dengan belajar, dan shalat
tahajud.
Seperti
kata pepatah Arab di atas: “Man tholabal ‘ula sahiral layali”
(Barangsiapa yang menginginkan kemuliaan maka seringlah bergadang pada malam
hari).
Bergadang
di situ tentunya bukan untuk sesuatu yang semu dan tidak manfaat. Seperti main,
menonton film sepanjang malam, melihat pertandingan bola, dan hang
out hingga larut malam. Tapi, bergadang di situ adalah dengan
melakukan kerja-kerja spiritual dan intelektual: belajar dan beribadah.
Ada
banyak kisah orang sukses yang memanfaatkan waktunya. Dan, hampir semua orang
sukses adalah orang yang memanfaatkan waktunya dengan baik.
Sebaliknya,
orang gagal adalah orang yang tidak bisa memanfaatkan waktu dengan baik.
Waktu-waktu yang dimanfaatkan orang beriman itu seharusnya seperti yang
dilakukan para sahabat dan pejuang jaman Rasulullah. Di mana pada siang hari
mereka seperti singa di padang pasir yang berjuang tanpa lelah sedangkan malam
harinya dihabiskan dengan beribadah seperti rahib-rahib.
Orang
besar dan sukses adalah mereka yang memanfaatkan waktunya dengan baik. Dia
tidak mau ada waktu—semenit saja—yang terbuang tanpa kebaikan dan kemanfaatan.
Imam
Al-Ghazali menasihatkan agar setiap hari kita meluangkan waktu sesaat—misalnya
selesai shalat Subuh—untuk menetapkan syarat-syarat terhadap jiwa (musyârathah).
“Aku tidak mempunyai barang
dagangan kecuali umur. Apabila ia habis, maka habislah modalku sehingga
putuslah harapan untuk berniaga dan mencari keuntungan lagi. Allah telah
memberiku tempo pada hari yang baru ini, memperpanjang usiaku dan memberi
nikmat.”
Al
Quran Surat al ‘Ashr 1-3: mengingatkan; “Demi
masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasihat menasihati dalam supaya
mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.”*