Dapat dikatakan bahwa semua perbuatan baik dan akhlak mulia yang diajarkan oleh
agama adalah buah dari cinta. Sedangkan segala yang tidak dibuahkan oleh
kecintaan kepada Allah adalah karena mengikuti hawa nafsu dan merupakan akhlak
yang tercela.
Memang,
kadang-kadang seseorang mencintai Allah karena kenikmatan yang diterimanya.
Tapi, kadang seorang juga mencintai Allah karena keagungan dan keindahan-Nya
meskipun Dia “tidak memberikan” kenikmatan kepadanya. Para pecinta tidak
terlepas dari kedua macam cinta tersebut.
Maka dari itu, Imam Al-Junaid mengatakan, “Dalam mencintai Allah, orang
terbagi menjadi dua macam, yaitu awam dan khusus. Orang awam memperoleh cinta
tersebut karena mereka mengenal kebaikan dan kenikmatan-kenikmatan Allah yang
terus-menerus, serta tak terhitung jumlah dan banyaknya. Mereka tidak mampu
mengendalikan diri mereka agar rela kepada-Nya. Besar kecil cinta mereka
tergantung besar-kecilnya kebaikan Allah yang mereka terima.
Sedangkan orang khusus memperoleh cinta karena besarnya kemampuan, kekuasaan,
ilmu pengetahuan, hikmah, dan upayanya untuk menjadikan Sang Kekasih sebagai
satu-satunya yang harus ia cintai.
Ketika
mereka mengenal sifat-sifat-Nya yang sempurna dan nama-nama-Nya yang indah,
mereka tidak mampu menolak untuk mencintai-Nya. Dengan sifat-sifat dan
nama-nama tersebut, bagi mereka Tuhan berhak untuk dicintai. Hal itu karena
Allah memang layak memperoleh cinta meskipun Dia hilangkan semua kenikmatan
dari para pecinta khusus tersebut.”
--Disarikan
dari Al-Mahabbah karya Imam Al-Ghazali--
Tidak ada komentar:
Posting Komentar