Al-Qadhi Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Abdullah Al-Husaini r.a
berkata,”Ibnu ‘Atha’ berkata : ‘Doa memiliki rukun-rukun tertentu, sayap-sayap,
sebab-sebab, dan waktu-waktu khusus. Jika memenuhi rukun-rukunnya doa itu akan
menjadi kuat, jika ia memiliki sayap-sayap ia akan terbang ke langit, jika
tepat waktunya ia berjalan terus. Dan jika memenuhi sebab-sebab, doa itu akan
terkabulkan.
Rukun-rukun doa adalah hati yang khusyuk, konsentrasi, lembut,
pasrah diri, bergantung sepenuhnya kepada Allah, dan melepaskan diri dari
ketergantungan kepada faktor apapun. Sayap-sayap doa adalah ketulusan dan
kejujuran. Waktu berdoa adalah di malam hari. Sebab-sebabnya adalah membacakan
shalawat atas Nabi Saw.”
Dalam kitab Al-Ausath, Ath-Thabrani meriwayatkan bahwa
Rasulullah Saw bersabda,”Semua doa tertolak, kecuali dia membaca shalawat untuk
Muhammad dan keluarganya.” Dan Ali bin Abu Thalib r.a berkata,”Setiap doa pasti
terhalangi oleh sebuah tabir antara pemohon doa dan Allah. Kecuali orang itu
membaca shalawat, maka tabir itu akan terbakar, dan doa itu pun bisa
menembusnya. Jika orang itu tidak membaca shalawat, maka doanya akan
terpental.”
Dalam Asy-Syifa, Ibnu Mas’ud r.a berkata,”Jika di antara kalian
ada yang mengharapkan sesuatu dari Allah, maka hendaklah memulai doanya dengan
puja dan puji kepada-Nya, disusul dengan membaca shalawat atas Nabi-Nya, baru
kemudian menyampaikan hajatnya. Yang demikian ini lebih berpeluang besar untuk
terkabulkan.”
Kesimpulannya, shalawat dapat mendatangkan pencerahan, rahasia,
membersihkan batin dari segala jenis kotoran; yang mesti dibaca oleh para
pemula, orang-orang yang memiliki banyak hajat, dan orang-orang yang sudah
mencapai puncak perjuangan. Salik thalib, murid muqarrib, dan arif washil,
mereka semua sama-sama membutuhkan shalawat.
Seorang seorang penuntut ilmu kita membutuhkan shalawat untuk
peningkatan diri; seorang murid untuk bimbingan diri; dan seorang arif
membutuhkan shalawat untuk membuatnya fana‘.
Dalam hal ini, shalawat dibutuhkan seorang salik untuk
membantunya dalam menempuh perjalanan atau suluk, shalawat dibutuhkan oleh
murid untuk menghilangkan keraguan dalam dirinya, dan dibutuhkan oleh ‘arif
untuk berkata begini : “Inilah Engkau, Raja-Diraja.” Shalawat membuat seorang
salik mencintai amal perbuatan, membuat seorang murid meraih ahwal, dan membuat
seorang ‘arif semakin kokoh berpijak pada maqam al-Inzal.
Selain itu, shalawat menjadikan seorang salik mendapatkan
cahaya, shalawat membuat seorang murid memperoleh ‘ibarah, dan shalawat membuat
penyaksian seorang ‘arif semakin bertambah; atau shalawat membuat seorang salik
mampu berjalan, membuat seorang murid dipancari sinar-sinar, dan membuat
seorang ‘arif semakin mesra dalam perjumpaan (bersama Allah); atau boleh jadi,
shalawat membuat seorang salik memperoleh cahaya yang berlipat-lipat, membuat
seorang murid dicurahi rahasia-rahasia gaib, dan membuat seorang ‘arif merasa
tak ada bedanya antara siang dan malam; atau boleh dikatakan bahwa shalawat
membuat seorang salik semakin bersemangat, menjaga seorang murid dari
kemunduran dalam beramal, dan menjadikan seorang ‘arif semakin sederhana dalam
berakhlak; atau, shalawat membuat seorang salik semakin mantap, membuat seorang
murid sampai pada dunia gaib Al-Malakut.
Dapat pula dikatakan bahwa shalawat membuat seorang salik ingin
merasakan nikmatnya perjumpaan, menjanjikan seorang murid dengan perjumpaan itu
sendiri, dan membuat seorang ‘arif semakin yakin dan nyata dalam
perjumpaannya.”
---Syekh Abdul Qadir al-Jailani dalam As-Safinah Al-Qadiriyyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar