Syekh Abdul Qadir Al-Jailani mengatakan, “Engkau celaka jika tidak merasa malu
kepada Allah SWT, jika engkau telah menjadikan dinar sebagai tuhanmu dan
menjadikan dirham sebagai tujuanmu. Sedangkan engkau melupakan-Nya sama sekali.
Sungguh takdirmu telah dekat!
Karena itu, jadikanlah kedai-kedai yang kau miliki dan semua harta untuk keluargamu adalah semata-mata karena perintah syariat, dan hatimu tetap bertawakal kepada Allah.
Karena itu, jadikanlah kedai-kedai yang kau miliki dan semua harta untuk keluargamu adalah semata-mata karena perintah syariat, dan hatimu tetap bertawakal kepada Allah.
Jadi, carilah rezekimu dan rezeki
untuk keluargamu hanya dari Allah, bukan dari harta dan kedai-kedaimu. Maka,
Allah SWT akan menjadikan untukmu karunia, kedekatan, dan kelembutan-Nya dalam
kalbumu. Dia akan mencukupi kebutuhan keluargamu dan kebutuhanmu melalui dirimu
sendiri.
Dia akan mencukupi
keluargamu dengan apa yang Dia kehendaki dan sebagaimana yang Dia kehendaki.
Lalu akan dikatakan kepadamu, “Ini adalah untukmu dan untuk keluargamu.” Namun,
bagaimana mungkin engkau dapat menerima perkataan seperti itu jika seumur
hidupmu bersikap musyrik? Engkau tidak pernah merasa kenyang dengan dunia dan
terus mengumpulkan harta. Allah SWT menutup pintu hatimu dan segala sesuatu tak
akan bisa memasukinya. Dia menurunkan peringatan-Nya dalam kalbumu.
Maka, bertobatlah
dari amal-amal burukmu dengan bersungguh-sungguh. Hendaklah engkau menangisi
rusaknya perjalanan hidupmu dan akhlak burukmu.
Hendaklah kau
menangisi semua perkara yang telah terjadi menimpamu. Bantulah orang-orang yang
fakir dan miskin dengan hartamu, dan janganlah berbuat kikir! Sebab, tak lama
lagi engkau akan berpisah dengan harta bendamu. Mukmin yang meyakini adanya
penggantian di dunia dan akhirat tentu tak akan bersikap kikir atau bakhil!
Nabi Isya a.s. pernah
bertanya kepada Iblis, “Siapakah makhluk yang paling kau sukai?”
Lalu, Iblis pun menjawab, “Mukmin yang kikir.”
“Siapa yang paling kau benci?” tanya Nabi Isya.
“Orang fasik yang dermawan,” jawab Iblis.
“Mengapa begitu?”
“Sebab aku berharap agar Mukmin yang kikir itu terjerumus ke dalam kemaksiatan karena sebab kekikirannya. Sebaliknya, aku takut seandainya orang fasik yang dermawan itu terhapus dosa-dosanya karena kedermawanannya.”
Lalu, Iblis pun menjawab, “Mukmin yang kikir.”
“Siapa yang paling kau benci?” tanya Nabi Isya.
“Orang fasik yang dermawan,” jawab Iblis.
“Mengapa begitu?”
“Sebab aku berharap agar Mukmin yang kikir itu terjerumus ke dalam kemaksiatan karena sebab kekikirannya. Sebaliknya, aku takut seandainya orang fasik yang dermawan itu terhapus dosa-dosanya karena kedermawanannya.”
Maka, sibukkanlah
dirimu dengan urusan dunia hanya untuk dunia. Sesungguhnya usaha dan pekerjaan
disyariatkan agar manusia dapat menolong dirinya untuk taat kepada Allah SWT.
Sedangkan, apabila engkau bekerja dan pekerjaanmu malah mendorongmu untuk
berlaku maksiat, berarti engkau berada dalam kemaksiatan bukan dalam ketaatan.
Tidak akan lama lagi
kematian akan datang. Dengan kematian itu, berbahagialah orang yang Mukmin, dan
bingunglah orang kafir dan munafik.”
-- Syekh Abdul Qadir
Al-Jailani dalam kitab Fath Ar-Rabbani wa Al-Faidh Ar-Rahmani