Syekh Abdul Qadir Al-Jailani mengatakan: “Ketika kalbu bertindak sesuai dengan
Kitabullah dan Sunnah Nabi., maka ia menjadi dekat kepada Rabb-nya. Dan, ketika
ia telah dekat, maka ia akan memperoleh pengetahuan. Kini kalbu dapat
membedakan mana yang benar-benar menjadi milik-Nya dan apa yang dituntut
darinya; apa yang menjadi milik Allah dan apa yang menjadi milik selain-Nya;
apa yang termasuk kebenaran (haqq) dan apa yang termasuk kebatilan. Sebab,
seorang Mukmin dianugerahi cahaya yang dengannya dia bisa melihat, demikian
pula halnya dengan sang penjuang kebenaran yang dekat dengan Allah (ash-shiddîq
al-muqarrab).
Orang Mukmin memiliki cahaya yang dengannya dia bisa melihat,
dan itulah sebabnya Nabi SAW memperingatkan kita agar berhati-hati terhadap
firasat orang Mukmin. Beliau bersabda, “Berati-hatilah terhadap firasat seorang
Mukmin, sebab dia melihat dengan cahaya Allah.”
Orang yang ʽarîf dan dekat (kepada Allah) juga diberi cahaya yang dengannya dia
dapat melihat betapa dekatnya Tuhannya yang Maha Kuasa dengan kalbunya. Dia
dapat melihat ruh-ruh (arwâh), para malaikat dan para nabi, dapat melihat kalbu
dan ruh-ruh para pejuang kebenaran (shiddîqîn).
Dia bisa melihat keadaan-keadaan spiritual (ahwâl) dan kedudukan-kedudukan
(maqâmat). Semua ini berada dalam lipatan-lipatan terdalam kalbuya (suwaidâ’
qalbihi) dan kejernihan wujud terdalamnya (sirr). Dia selalu berada dalam
kebahagiaan bersama Rabb-nya Yang Maha Kuasa dan Maha Agung. Dia adalah
perantara, yang menerima dari-Nya dan membagi-bagikan kepada manusia.
Ada orang-orang yang berilmu (ʽâlim) dengan lidah maupun
kalbunya, sementara sebagian orang berilmu dalam kalbunya saja, tetapi kikuk
dengan lidahnya. Mengenai orang munafik, dia pandai dengan lidahnya, namun
tidak sesuai dengan kalbunya. Semua ilmunya hanya pada lidahnya saja, dan
itulah sebabnya Nabi SAW bersabda, “Apa yang paling kutakutkan atas umatku adalah
seorang munafik dengan lidah yang pandai.”
Wahai anak muda! Apabila engkau datang ke hadapaku, engkau harus membungkus
kegiatan pribadimu dan kepedulian-kepedulianmu yang egois. Engkau harus masuk
tanpa membawa apa-apa, seperti seorang yang sama sekali bangkrut (muflis). Jika
engkau datang ke sini sementara engkau masih memikirkan pekerjaanmu dan
kepentinganmu, engkau akan terhalang dari menerima petunjuk yang kusampaikan.
Celakalah engkau! Engkau membenciku karena aku mengatakan kebenaran dan menghadapkanmu
pada kebenaran. Tak seorang pun yang membenciku kecuali musuh Allah, dan tak
seorang pun mengabaikan aku kecuali dia jahil terhadap Allah, suka banyak
bicara dan sedikit beramal. Tak seorang pun mencintaiku kecuali dia sadar akan
Allah, banyak beramal dan sedikit bicara.
Orang yang tulus (mukhlish) akan mencintaiku dan orang yang
munafik akan membenciku. Aku dicintai para pengikut Sunnah Nabi SAW dan aku
dibenci oleh kaum yang lebih suka mengikuti bidʽah. Jika engkau mencintaiku,
manfaat dari semua ini akan datang kepadamu. Tetapi, jika engkau membenciku,
maka efeknya kepadamu akan merusak. Aku tidak terjerat oleh pujian dan celaan
sesama makhluk. Tidak ada satu spesies apa pun di muka bumi yang kutakuti atau
yang kepadanya kutanamkan harapan-harapanku, baik ia itu salah satu dari bangsa
jin ataupun anggota ras manusia, baik binatang ataupun serangga ataupun jenis
makhluk yang lain. Aku tidak takut kepada siapa pun kecuali Allah Yang Maha
Kuasa lagi Maha Agung. Semakin banyak Dia menganugerahiku anugerah-Nya yang
penuh berkah, semakin besar rasa takutku, sebab Dia: “Melakukan apa yang
dikehendaki-Nya” (QS Hûd (11) :107). “Dia tidak akan ditanyai tentang apa yang
diperbuat-Nya, tetapi merekalah yang akan ditanyai,” (QS Al-Anbiyâ ( 21) :23)
Wahai anak muda! Janganlah berkonsentrasi pada mencuci pakaian
jasadmu, sementara pakaian kalbumu kotor. Engkau berada dalam keadaan kotor.
Engkau harus mencuci kalbu terlebih dahulu, kemudian baru mencuci pakaianmu
yang biasa. Engkau harus melaksanakan kedua tindak pencucian itu. Cucilah
pakaianmu dari kotoran, dan cucilah kalbumu dari dosa-dosa!
Engkau tidak boleh membiarkan dirimu silau oleh apa pun, sebab Tuhanmu
“melakukan apa yang dikehendaki-Nya” (QS 11:107).
Itulah sebabnya diceritakan sebuah kisah tentang seorang saleh,
bagaimana suatu ketika ia mengunjungi saudaranya seiman kepada Allah. “Wahai
saudaraku,” katanya kepada saudaranya itu. “Marilah kita menangis atas
pengetahuan Allah tentang kita!” Alangkah bagusnya ucapan orang saleh ini! Dia
adalah orang yang memiliki pengenalan (‘ârîf) tentang Allah dan telah mendengat
kata-kata Nabi SAW: “Salah seorang di antara kalian mungkin beramal dengan
amalan ahli surga, sampai tak ada jarak antara dia dan surga itu kecuali satu
jengkal saja, kemudian kemalangan menimpanya dan dia menjadi salah seorang
penghuni neraka, sampai tak ada jarak antara dia dan neraka kecuali satu
jengkal saja, kemudian keberuntungan mengenainya dan dia menjadi salah seorang
penghuni surga.”
Pengetahuan Allah tentang dirimu hanya akan tampak kepadamu
manakala engkau berpaling lagi kepada-Nya dengan segenap hati dan aspirasimu,
manakala engkau tidak pernah menjauhi pintu rahmat-Nya, manakala engkau
memasang penghalang dari besi antara hatimu dan nafsu badaniahmu, dan manakala
engkau menjadikan maut dan kuburan sebagai titik pusat perhatian bagi mata
kepala dan mata hatimu.”
--Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam kitab Jala Al-Khathir--
Tidak ada komentar:
Posting Komentar