BEKAL
RUHANI DARI SANG SYEKH
Syekh
Abdul Qadir Al-Jailani mengatakan:
“Celakalah
Engkau! Engkau membutuhkan sesuap makanan, engkau kehilangan sesuatu yang
remeh, atau engkau mengalami hinaan terhadap kehormatanmu—dan bagimu itu sudah
berarti kiamat! Engkau memprotes terhadap Allah. Engkau menuruti nafsu
kemarahanmu dengan memukuli isteri dan anak-anakmu. Engkau mengutuk agamamu dan
Nabimu. Seandainya engkau seorang yang berakal sehat, salah satu dari
orang-orang berjaga dan sadar, niscaya engkau akan menahan lidahmu di hadapan
Allah. Engkau akan memandang semua tindakan-Nya sebagai berkah untuk kemanfaatan
dan kepentinganmu.
Engkau
harus selalu ingat laparnya orang-orang yang kelaparan, telanjangnya
orang-orang yang tak mempunyai pakaian, sakitnya orang-orang yang sakit, dan
nestapa orang-orang yang terpenjara. Dengan demikian, engkau akan lebih memandang
remeh cobaan-cobaan dan penderitaan yang kau alami sendiri. Engkau harus ingat
akan ilmu yang dimiliki Allah tentang dirimu, perhatian-Nya terhadap
kesejahteraanmu, dan takdir yang telah ditetapkannya bagimu.
Dengan
begitu, engkau akan merasa malu di hadapan-Nya. Manakala hal-hal menjadi sangat
sulit bagimu, engkau harus merenungi dosa-dosamu, berpaling darinya dan
bertobat, dan berkata kepada diri rendahmu: “Karena dosamu, Tuhan Yang Maha
Benar telah membuat hidup menjadi sulit bagimu. Jika engkau bertobat atas
dosa-dosamu dan melaksanakan kewajibanmu, Tuhan akan menganugerahkan kepadamu
jalan keluar dari setiap masalah dan setiap kesulitan yang sangat rumit;
sebagaimana Dia telah mengatakan: “Dan barangsiapa bertakwa kepada Allah, maka
Allah akan mempersiap-kan jalan keluar baginya, dan Dia akan memberikan rezeki
kepadanya dari sumber-sumber yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa
bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mencukupkan (keperluan)-nya,” (QS
65:2-3).
Orang
yang berakal sehat adalah orang yang benar-benar jujur, dan yang segera bisa
dibedakan dari orang-orang pendusta dikarenakan keujujurannya (shidq). Engkau
harus menempatkan kejujuran di tempat ketidakjujuran, ketabahan di tempat
ketakutan, gerakan maju ke depan di tempat kemunduran, kesabaran di tempat
kekhawatiran dan kecemasan, sikap bersyukur di tempat ketidakbersyukuran,
penerimaan yang gembira di tempat ketidakpuasan, persetujuan di tempat protes,
dan keyakinan di tempat keraguan. Jika engkau siap untuk tunduk dan tidak
memprotes, jika engkau bersyukur dan sama sekali tidak kufur, jika engkau mudah
disenangkan dan tidak suka mengomel, dan jika engkau merasa yakin dan tidak
ragu: “Tidakkah Allah akan mencukupi (kebutuhan) hamba-Nya?” (QS Al-Zumar (39)
:36)
Semua
yang kau urusi dan engkau terlibat di dalamnya adalah kotololan yang gila.
Allah tidak memberikan perhatian kepadanya. Urusan ini tidak terjadi melalui
tindakan-tindakan jasad. Nabi kita Muhammad Saw. mengatakan: “Zuhud itu di
sini. Takwa itu di sini. Ketulusan (ikhlâs) itu di sini.” seraya menunjuk ke
dadanya. Jika seseorang menginginkan keberhasilan, hendaklah ia menjadi
sepotong tanah di bawah telapak kaki para syaikh. Bagaimana sifat para syaikh
ini? Mereka adalah orang-orang yang meninggalkan dunia ini dan semua makhluk,
yang telah mengucapkan selamat tinggal kepada mereka, yang telah mengucapkan
selamat tinggal kepada segala sesuatu yang ada di bawah Tahta Langit (‘arsy)
hingga permukaan bumi, yang telah meninggalkan segala sesuatu dan mengucapkan
kepada mereka ucapan selamat tinggal dari orang yang tidak akan kembali lagi
kepada mereka.
Mereka
mengucapkan selamat tinggal kepada semua makhluk, termasuk diri mereka sendiri.
Keberadaan mereka adalah bersama Tuhan mereka dalam semua keadaan (ahwâl)
mereka. Jika orang mencari cinta Tuhan bersama dengan keberadaan dirinya
sendiri, berarti dia tertipu oleh angan-angannya sendiri.
Apabila
seseorang sepenuhnya murni dalam zuhudnya dan pengukuhannya atas tauhid, maka
dia tidak melihat tangan-tangan makhluk ataupun keberadaan mereka. Dia tidak
melihat si pemberi selain Tuhan, dan dia tidak melihat dzat yang dermawan dan
pemurah hati selain dari-Nya.”
--Syekh
Abdul Qadir Al-Jailani dalam kitab Jala Al-Khathir
BACALAH BIMBINGAN RUHANI INI
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani mengatakan:
“Tak ada sesuatu pun yang akan jatuh ke tanganmu dari Tuhan Yang
Maha Benar disebabkan oleh kemunafikanmu, bicaramu yang lancar dan kefasihanmu,
yang membuat mukamu pucat, memunculkan tambalan-tambalan pada jubahmu yang
kumal, membuat pundakmu bungkuk dan membuatmu pura-pura menangis. Semua hal itu
datang dari diri rendahmu (nafs), setanmu, sikap syirikmu terhadap
makhluk-makhluk dan usahamu untuk mendapatkan
keuntungan duniawi dari mereka.
Engkau harus berprasangka baik terhadap orang lain dan memandang
buruk terhadap dirimu sendiri. Engkau harus memandang rendah diri rendahmu
(nafs) dan melakukan pengendalian terhadapnya. Ingat-ingatlah hal ini sampai
dikatakan kepadamu: “Berbicaralah tentang nikmat-nikmat Tuhanmu!” Putra
Syamʽûn—semoga Allah merahmatinya—biasa mengatakan, manakala dia menerima
anugerah karismatik (karâmah): “Ini adalah penipuan. Ini dari setan. “Dia terus
mengatakan itu sampai kepadanya dikatakan: “Siapa engkau, dan siapa ayahmu?
Berbicaralah tentang anugerah Kami kepadamu!
Wahai
para pecinta! Wahai para pencari! Waspadalah, jangan sampai kalian kehilangan
Rabb Yang Maha Benar, sebab jika kalian kehilangan Dia, berarti kalian telah
kehilangan segala-galanya. Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Agung mewahyukan
kepada ʽȊsâ a.s : “Wahai ʽȊsâ, waspadalah, jangan sampai engkau kehilangan Aku,
sebab jika engkau kehilangan Aku, berarti engkau telah kehilangan
segala-galanya, tetapi jika engkau tidak kehilangan Aku, berarti engkau tidak
kehilangan apa pun.”
Mûsâ
a.s mengatakan kepada Tuhannya dalam munajatnya kepada-Nya: “Wahai Tuhanku,
nasihatilah aku!” Maka Dia lalu menjawab: “Aku menasihatkan kepadamu agar
bertawakal kepada-Ku dan mencari-Ku.” Percakapan ini diulang empat kali, setiap
kali dengan permintaan yang sama dari Mûsâ a.s dan jawaban yang sama pula dari
Tuhannya. Tuhan tidak mengatakan kepadanya agar mencari dunia, ataupun mencari
akhirat.
Seolah-olah
Dia mengatakan kepadanya: “Aku menasihatkan kepadamu agar taat kepada-Ku dan
tidak membangkang kepada-Ku. Aku menasihatkan kepadamu agar mencari kedekatan-Ku.
Aku menasihatkan kepadamu agar mengukuhkan keesaan-Ku (tauhîd) dan bekerja demi
Aku. Aku menasihatkan kepadamu agar berpaling dari segala sesuatu selain Aku.”
--Syekh
Abdul Qadir Al-Jailani dalam kitab Jala Al-Khathir
NASIHAT SUFYAN ATS-TSAURI
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam
kitab Jala Al-Khathir menuturkan bahwa Sufyân Ats-Tsaurî—semoga Allah
melimpahkan rahmat kepadanya—suatu ketika ditanya seseorang: “Siapa orang yang
patut disebut jahil?” Lalu beliau menjawab:
“Yang disebut orang jahil adalah orang yang sedemikian tidak sadar akan
Tuhannya sehingga dia tidak meminta kepada-Nya kebutuhan-kebutuhan pokoknya.
Orang yang tidak meminta kepada Allah untuk kebutuhan-kebutuhan pokoknya bisa disamakan dengan seseorang yang bekerja di istana
seorang raja, dengan mengerjakan tugas yang telah diperintahkan kepadanya oleh
raja itu, tetapi dia meninggalkan pekerjaannya itu dan pergi ke pintu seseorang
yang tinggal di lingkungan yang sama dengan raja itu, untuk meminta kepadanya
sepotong roti untuk dimakan. Kita bisa membayangkan dengan mudah betapa raja
itu akan merasa jijik kepadanya dan menelanjanginya, ketika hal itu
diberitahukan kepadanya!”
Syekh
Abdul Qadir Al-Jailani mengatakan, “Bagaimana engkau akan mati, sedangkan
engkau belum mengenal Tuhanmu?” Kemudian beliau berdoa: “Ya Allah, anugerahilah
kami makrifat kepada-Mu, beramal dengan tulus demi Engkau dan berhenti bekerja
demi orang lain selain Engkau. Berkatilah kami dengan pengetahuan-Mu, baik
pengetahuan tentang yang lahir maupun yang batin. Kami telah mempraktikkan
kesabaran dan kerelaan. Maka maniskanlah bagi kami kepahitan cobaan-Mu, yang
pengetahuan-Mu tentangnya telah mendahului pengetahuan kami. Jadikanla daging
hati kami mati, sehingga kami tidak merasakan sakitnya gunting kekuasaan-Mu, dan
agar kami bisa menikmati kebersamaan dengan-Mu selamanya. Ȃmîn.”
-- Syekh
Abdul Qadir Al-Jailani dalam kitab Jala Al-Khathir
BIMBINGAN RUHANI SYEKH ABDUL QADIR
AL-JAILANI
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani
mengatakan:
“Wahai kaumku! Rabb Al-Haqq melimpahkan berkah-Nya kepada
kalian agar Dia bisa melihat apakah kalian akan bersyukur ataukah kufur, apakah
kalian akan mengakui ataukah mengingkari, apakah kalian akan taat ataukah
membangkang.
Kalian tidak boleh merasa terlalu gembira dengan situasi di mana kalian bergelimang dalam pujian orang banyak sementara kesalahan-kesalahan kalian tetap tersembunyi. Kehinaan akan datang cepat ataupun lambat kepada orang yang mengatakan:
“Ya Allah, Engkau telah memberiku lebih dari yang patut kuterima, dan Engkau telah menyebarluaskan kemasyhuran dan reputasiku di kalangan manusia. Ya Allah, janganlah Engkau hinakan aku di hadapan mereka pada hari kebangkitan, sebab aku mempunyai kesalahan yang tersembunyi dan nama harum yang tersebar.”
--Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam kitab Jala Al-Khathir
Kalian tidak boleh merasa terlalu gembira dengan situasi di mana kalian bergelimang dalam pujian orang banyak sementara kesalahan-kesalahan kalian tetap tersembunyi. Kehinaan akan datang cepat ataupun lambat kepada orang yang mengatakan:
“Ya Allah, Engkau telah memberiku lebih dari yang patut kuterima, dan Engkau telah menyebarluaskan kemasyhuran dan reputasiku di kalangan manusia. Ya Allah, janganlah Engkau hinakan aku di hadapan mereka pada hari kebangkitan, sebab aku mempunyai kesalahan yang tersembunyi dan nama harum yang tersebar.”
--Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam kitab Jala Al-Khathir
BIMBINGAN
RUHANI SYEKH ABDUL QADIR AL-JAILANI
Syekh
Abdul Qadir Al-Jailani dalam Jala Al-Khathir mengatakan bahwa Allah Ta’ala
telah berfiman dalam salah satu firman-Nya yang diwahyukan melalui hadis qudsi:
“Telah berdustalah orang yang mengaku mencintai-Ku, tetapi pergi tidur dan
melupakan Aku begitu malam menjelang.”
Jika
engkau adalah salah seorang dari mereka yang mencintai Allah, niscaya engkau
akan tetap bangun dan berjaga malam, dan kalaupun engkau tidur, itu hanya akan
terjadi karena kantuk telah menyerangmu dengan kekuatan yang tak tertahankan.
Sang pencinta (muhibb) berada di bawah beban tekanan dan ketegangan, sedangkan
sang kekasih (mahbûb) merasa tenang dan nyaman. Sang pencinta adalah orang yang
mencari (thâlib), sedangkan sang kekasih adalah orang yang dicari (mathlûb).
Nabi Saw. diriwayatkan telah bersabda: “Allah akan mengatakan kepada Jibril: Jadikanlah si fulan tidur, dan jadikanlah si fulan (yang lain) bangun.”
Nabi Saw. diriwayatkan telah bersabda: “Allah akan mengatakan kepada Jibril: Jadikanlah si fulan tidur, dan jadikanlah si fulan (yang lain) bangun.”
Ada
dua cara untuk memahami firman Allah ini. Yang pertama: “Jadikanlah orang
tertentu—sang pencinta—bangun, dan jadikanlah orang yang lain—sang
kekasih—tidur. Yang disebut pertama telah mengaku bahwa dia mencintaiku; jadi
aku harus memeriksanya dan menempatkannya di tempatnya yang selayaknya, daun-daun
keberadaanya bersama siapa pun selain Aku berguguran darinya.
Jadikanlah
Dia bangun, sampai bukti pengakuannya dikukuhkan, dan cintanya dikukuhkan. Dan
jadikanlah orang tertentu yang lain tidur, sebab dia adalah kekasih-Ku, dia
telah lama bekerja keras. Tidak ada satu jejak pun yang tertinggal padanya dari
orang selain Aku. Cintanya kepada-Ku telah menajdi tunggal, dan telah kukuhlah
pengakuan, bukti dan pemenuhannya terhadap perjanjian-Ku. Sekarang adalah
giliranku untuk memenuhi perjanjiannya.
Dia
adalah tamu, dan seorang tamu tidaklah disuruh bekerja dan melayani. Aku akan
membiarkannya tidur di kamar penjagaan-Ku yang lemah lembut, dan aku akan
membiarkannya duduk di meja anugerah-Ku. Aku akan menjamunya dalam kedekatan-Ku
dan Aku akan memindahkannya dari hadapan orang-orang lain selain Aku. Cintanya
telah terbukti asli, dan manakala cinta itu otentik, maka formalitas
ditiadakan.”
Penafsiran
yang lain adalah: “Jadikanlah si fulan tidur, karena tujuannya dalam
menyembah-Ku adalah untuk memperoleh perhatian dari sesama makhluk. Dan
bangunkanlah si fulan yang lain, sebab tujuannya dalam meyembah-Ku adalah untuk
memperoleh anugerah-Ku. Jadikanlah si fulan tidur; sebab aku tidak menyukai
suaranya, dan jadikanlah si fulan yang lain bangun, sebab Aku senang mendengar
suaranya.”
Sang
pencinta menjadi yang dicintai hanya apabila hatinya telah tersucikan dari
segala sesuatu kecuali Junjungannya Yang Maha Kuasa lagi Maha Agung, hingga ia
tidak memiliki keinginan untuk meninggalkan-Nya lagi dan kembali kepada yang
lain. Jalan bagi hatinya untuk mencapai kedudukan (maqâm) ini adalah dengan
melaksanakan kewajiban-kewajiban agama (farâ’idh) menjauhi hal-hal yang haram
dan nafsu badaniah (syahwât), memperoleh hal-hal yang diperbolehkan (mubâh) dan
halal tanpa nafsu (hawâ) dan keterlibatan (wufûd), dan praktik yang sehat dalam
menjauhi hal-hal yang haram (waraʽsyâfî) dan zuhud yang sempurna. Ia adalah
meninggalkan segala sesuatu selain Allah, menentang diri rendah (nafs), nafsu
(hawâ) dan setan, pembersihan hati dari semua makhluk, dan bersikap tak acuh
baik terhadap pujian maupun celaan, terhadap penerimaan hadiah ataupun tidak
menerima, dan terhadap kehidupan keras di padang pasir ataupun kenyamanan yang
berperadaban.
Tahap
pertama urusan ini adalah bersaksi bahwa tidak ada yang patut disembah kecuali
Allah, dan tahap yang terakhir adalah sikap tak acuh dan tidak membeda-bedakan
antara kehidupan yang keras dan kehidupan yang berperadaban. Manakala hati
seseorang sehat, maka dia begitu terkait dengan Tuhannya sehingga padang
belantara dan kota, pujian dan celaan, sakit, dan sehat kekayaan dan
kemiskinan, keberhasilan dan kegagalan duniawi semuanya tak ada bedanya sejauh
menyangkut dirinya.
Manakala
seseorang secara asli telah mencapai tahap ini, maka dia mengalami kematian
diri rendahnya (nafs) dan nafsunya (hawâ), dorongan-dorongan alamiahnya
berhenti bergejolak, dan setannya menjadi tunduk kepadanya. Dunia dan para
pemiliknya menjadi tidak penting dalam hatinya, sementara akhirat dan para
pemiliknya memperoleh kepentingan besar dalam pandangannya.
Kemudian
dia berpaling dari kedua dunia ini dan bergerak menuju Junjungannya. Hatinya
menemukan jejak di tengah-tengah para makhluk (khalq) yang dengannya ia bisa
sampai kepada kebenaran. Mereka menyisih untuknya ke kanan dan ke kiri, mundur
dan memberikan jalan kepadanya, mereka lari menjauhi api kebenarannya (shidq)
dan kemuliaan yang menggetarkan dari wujud terdalamnya (sirr). Sekarang dia
dipandang besar di kerajaan spiritual. Semua makhluk berada di bawah kaki
hatinya dan mendapatkan perlindungan dalam bayang-bayangnya.
Engkau
tidak terbimbing dengan benar. Engkau mengklaim sesuatu yang bukan milikmu dan
yang tidak engkau miliki. Diri rendahmu mengendalikanmu, dan makhluk-makhluk
dan semua isi dunia ini berada dalam hatimu. Dalam hatimu, mereka lebih besar
daripada Allah. Engkau berada di luar batas manusia-manusia (pilihan Tuhan) dan
penilaian mereka. Jika engkau ingin mencapai apa yang telah kuisyaratkan,
engkau harus memusatkan perhatianmu kepada penyucian hatimu dari segala
sesuatu.”
--Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam kitab Jala Al-Khathir
--Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam kitab Jala Al-Khathir
PESAN
SYEKH ABDUL QADIR UNTUK ANAK MUDA
Syekh
Abdul Qadir Al-Jailani mengatakan:
“Wahai
anak muda! Engkau harus berjuang dengan sepenuh kemampuanmu untuk menaati Allah
dan Rasul-Nya. Engkau harus melakukan setiap upaya untuk memberi kepada
orang-orang yang tidak mau memberi kepadamu, menyambungkan tali silaturahim
dengan orang-orang yang memutuskannya denganmu, dan memaafkan mereka yang
menzalimimu.
Engkau
harus melakukan sepenuh kemampuanmu setiap usaha agar berhasil, sedangkan matamu tetap berada bersama dengan hamba-hamba Allah
yang taat, sedangkan kalbumu bersama Allah dan hamba-hamba itu.
Engkau harus melakukan sepenuh kemampuanmu setiap dalam setiap
usaha untuk memastikan bahwa engkau selalu mengatakan kebenaran dan tidak
pernah berdusta.
Engkau harus melakukan sepenuh kemampuanmu setiap dalam setiap usaha untuk memastikan bahwa engkau selalu tulus ikhlas dan tidak bersikap munafik!
Luqman Al-Hakim (semoga Allah merahmatinya) sering kali berkata kepada anaknya, "Wahai anakku, janganlah engkau menyombongkan diri kepada manusia. Celakalah engkau jika engkau kelak bertemu dengan Allah SWT, sedangkan kalbumu tidak berharga di depan-Nya!"
Engkau harus melakukan sepenuh kemampuanmu setiap dalam setiap usaha untuk memastikan bahwa engkau selalu tulus ikhlas dan tidak bersikap munafik!
Luqman Al-Hakim (semoga Allah merahmatinya) sering kali berkata kepada anaknya, "Wahai anakku, janganlah engkau menyombongkan diri kepada manusia. Celakalah engkau jika engkau kelak bertemu dengan Allah SWT, sedangkan kalbumu tidak berharga di depan-Nya!"
Wahai anak muda!
Janganlah engkau menjadi orang yang bermuka dua, berlidah dua
dengan dua macam prilaku, yang satu untuk berhubungan dengan si fulan dan yang
lain untuk berhubungan dengan orang yang lain. Aku bisa memastikan kepadamu
bahwa aku telah diberi wewenang untuk berurusan dengan setiap munafik yang
berdusta dan Dajjal. Aku telah diberi wewenang untuk berurusan dengan setiap
orang yang bersalah karena tidak taat kepada Allah, yang terpenting di
antaranya adalah Iblis dan yang paling remeh adalah pendosa yang biasa (fasiq).
Aku memerangimu dan memerangi setiap orang yang sesaat, yang
menyesatkan orang lain!”
--Syekh
Abdul Qadir Jailani dalam Jala al-Khawathir
DAN
BILA TOBAT, SYUKUR & SABAR SAMPAI KEPADANYA
Syekh
Abdul Qadir Al-Jailani mengatakan: “Seharusnya kesibukan seorang Mukmin itu
dengan berdzikir mengingat Allah, kembali kepada-Nya, mengingat dosa-dosanya,
memohon ampunan-Nya, dan mencela nafsunya sendiri. Ketika selesai mengerjakan
semua itu, ia akan kembali kepada qadha dan qadar Tuhannya. Lalu ia berkata,”Ini
adalah qadha dan qadar-Nya. Dan, ini sudah ditetapkan Allah untukku.”
Dia
akan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah di dalam kalbunyaa, bukan lisannya saja. Ketika
berada dalam keadaan seperti ini dengan kedua mata tertutup, ia akan mendapati
dinding itu hilang. Pada saat ia membuka kedua matanya, pintu dinding itu
terbuka, segala bahaya berubah menjadi nikmat, tempat yang sempit menjadi
lapang, kesakitan menjadi keselamatan, dan kehancuran menjadi istana.
Semua itu menjadi bukti kebenaran firman Allah SWT, “Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangka..” (QS Ath-Thalaq [65]: 2-3)
Semua itu menjadi bukti kebenaran firman Allah SWT, “Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangka..” (QS Ath-Thalaq [65]: 2-3)
Seorang
hamba akan tetap menerima nikmat dengan rasa syukur, menerima ujian dengan
sikap ridha, mengakui segala salah dan dosa, serta mencela diri sendiri sampai
langkah kalbunya berakhir kepada Rabb-nya. Dia terus melangkan dengan dengan
amal kebaikan dan tobat dari segala kesalahan, sampai ia mencapai pintu
Rabb-nya; mensyukuri nikmat-Nya dan bersabar menghadapi ujian sampai ia
mencapai pintu Rabb-nya.
Jika telah sampai disana, dia akan melihat sesuatu yang belum pernah dilihat mata, tak pernah didengar telinga, dan tak pernah terlintas dalam akal manusia. Jika kalbu seorang hamba sampai kepada Rabb-nya, maka tobat, syukur, sabar, amal baik, lelah dan rasa sakit akan sampai kepada-Nya. Seperti seorang musafir yang telah berhenti di tempat tujuan dan rumahnya kembali hingga yang tersisa adalah mujalasah, mujanasah, musyahadah, muhadatsah dan melihat segala rahasia.”
Jika telah sampai disana, dia akan melihat sesuatu yang belum pernah dilihat mata, tak pernah didengar telinga, dan tak pernah terlintas dalam akal manusia. Jika kalbu seorang hamba sampai kepada Rabb-nya, maka tobat, syukur, sabar, amal baik, lelah dan rasa sakit akan sampai kepada-Nya. Seperti seorang musafir yang telah berhenti di tempat tujuan dan rumahnya kembali hingga yang tersisa adalah mujalasah, mujanasah, musyahadah, muhadatsah dan melihat segala rahasia.”
--Syekh
Abdul Qadir Al-Jailani dalam Kitab Jala’ Al-Khathir
DAN
BILA TOBAT, SYUKUR & SABAR SAMPAI KEPADANYA
Syekh
Abdul Qadir Al-Jailani mengatakan: “Seharusnya kesibukan seorang Mukmin itu
dengan berdzikir mengingat Allah, kembali kepada-Nya, mengingat dosa-dosanya,
memohon ampunan-Nya, dan mencela nafsunya sendiri. Ketika selesai mengerjakan
semua itu, ia akan kembali kepada qadha dan qadar Tuhannya. Lalu ia
berkata,”Ini adalah qadha dan qadar-Nya. Dan, ini sudah ditetapkan Allah
untukku.”
Dia
akan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah di dalam kalbunyaa, bukan lisannya saja. Ketika
berada dalam keadaan seperti ini dengan kedua mata tertutup, ia akan mendapati
dinding itu hilang. Pada saat ia membuka kedua matanya, pintu dinding itu
terbuka, segala bahaya berubah menjadi nikmat, tempat yang sempit menjadi
lapang, kesakitan menjadi keselamatan, dan kehancuran menjadi istana.
Semua itu menjadi bukti kebenaran firman Allah SWT, “Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangka..” (QS Ath-Thalaq [65]: 2-3)
Semua itu menjadi bukti kebenaran firman Allah SWT, “Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangka..” (QS Ath-Thalaq [65]: 2-3)
Seorang
hamba akan tetap menerima nikmat dengan rasa syukur, menerima ujian dengan
sikap ridha, mengakui segala salah dan dosa, serta mencela diri sendiri sampai
langkah kalbunya berakhir kepada Rabb-nya. Dia terus melangkan dengan dengan
amal kebaikan dan tobat dari segala kesalahan, sampai ia mencapai pintu
Rabb-nya; mensyukuri nikmat-Nya dan bersabar menghadapi ujian sampai ia
mencapai pintu Rabb-nya.
Jika telah sampai disana, dia akan melihat sesuatu yang belum pernah dilihat mata, tak pernah didengar telinga, dan tak pernah terlintas dalam akal manusia. Jika kalbu seorang hamba sampai kepada Rabb-nya, maka tobat, syukur, sabar, amal baik, lelah dan rasa sakit akan sampai kepada-Nya. Seperti seorang musafir yang telah berhenti di tempat tujuan dan rumahnya kembali hingga yang tersisa adalah mujalasah, mujanasah, musyahadah, muhadatsah dan melihat segala rahasia.”
Jika telah sampai disana, dia akan melihat sesuatu yang belum pernah dilihat mata, tak pernah didengar telinga, dan tak pernah terlintas dalam akal manusia. Jika kalbu seorang hamba sampai kepada Rabb-nya, maka tobat, syukur, sabar, amal baik, lelah dan rasa sakit akan sampai kepada-Nya. Seperti seorang musafir yang telah berhenti di tempat tujuan dan rumahnya kembali hingga yang tersisa adalah mujalasah, mujanasah, musyahadah, muhadatsah dan melihat segala rahasia.”
--Syekh
Abdul Qadir Al-Jailani dalam Kitab Jala’ Al-Khathir
PIKIR-PIKIRKANLAH...RENUNG-RENUNGKANLAH
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani mengatakan:
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani mengatakan:
“Wahai
hamba-hamba Allah, kalian harus melaksanakan dengan setia lima kali shalat
dalam sehari semalam pada waktu-waktunya yang telah ditentukan. Kalian harus
melaksanakannya dengan memenuhi semua syarat-syaratnya dan semua
rukun-rukunnya. Kalian tidak boleh melaksanakannya dengan lalai, kalian pasti
sudah pernah mendengar kata-kata Allah: “Maka celakalah orang-orang yang
shalat, yang lalai akanshalat mereka (QS Al-Mâ‛ûn
(107): 4-5).
Ibn
‘Abbâs r.a pernah mengatakan (untuk menjelaskan hal yang tampaknya paradoks
itu): “Demi Allah! Bukanlah yang dimaksud itu adalah bahwa mereka meninggalkan
shalat sama sekali, melainkan bahwa mereka menunda-nundanya hingga keluar dari
batas-batas waktunya yang telah ditentukan.”
Bertobatlah,
sebab dengan demikian Allah akan melimpahkan rahmat-Nya kepada kalian. Dan
benar-benar setialah kepada kewajiban kalian begitu kalian telah diberi ganjaran
atas taubat kalian. Bertaubatlah dari perilaku kalian yang salah di masa lalu.
Bertaubatlah, wahai kalian yang telah menunda-nunda shalat hingga keluar batas
waktunya. Wahai kalian yang melakukan penafsiran yang palsu (ta’wîl) dan
mengambil argumentasi yang menipu yamg dikemukakan oleh setan!
--Syekh
Abdul Qadir Al-Jailani dalam kitab Jala Al-Khathir
MENGENALI WANGI AROMA PARA WALI
Sayyid Yahya bin Mu’adz Ar-Razi mengatakan, “Wali adalah wewangian Allah di bumi. Tidak ada yang mampu mengenali aromnya kecuali orang-orang yang bergelar ash-shiddiqûn.”
Sayyid Yahya bin Mu’adz Ar-Razi mengatakan, “Wali adalah wewangian Allah di bumi. Tidak ada yang mampu mengenali aromnya kecuali orang-orang yang bergelar ash-shiddiqûn.”
اَلْوَلِيُّ رَيْحَانُ اللهِ تَعَالَى فِيْ
أَرْضِهِ، يَشُمُهُ الصِّدِّيْقُوْنَ
Syekh
Abdul Qadir Al-Jailani mengatakan, “Bagi ash-shiddiqûn, aroma wangi sang wali
akan tercium hingga lubuk hatinya. Aroma itu lantas menimbulkan gairah rindu
mereka pada Tuhannya. Sehingga, ibadahnya semakin
meningkat menurut kadar dan derajat akhlak dan kefanaan mereka. Ini karena,
makin tinggi qurbah-nya makin bertambah pula fananya.
Dan, wali adalah orang yang ada dalam keadaan fana dan selalu musyâhadah kepada Allah. Bahkan, dirinya tidak punya kemampuan memilih dan tidak ada “tempat” yang tenang baginya selain Allah. Mereka adalah orang-orang yang diperkuat dengan karamah, tetapi mereka sendiri “tertutup” dari karamah karena tidak diberi izin untuk menjelaskannya. Sebab menjelaskan rahasia ketuhanan adalah kufur.”
--Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam Sirrul Asrar, ---
Dan, wali adalah orang yang ada dalam keadaan fana dan selalu musyâhadah kepada Allah. Bahkan, dirinya tidak punya kemampuan memilih dan tidak ada “tempat” yang tenang baginya selain Allah. Mereka adalah orang-orang yang diperkuat dengan karamah, tetapi mereka sendiri “tertutup” dari karamah karena tidak diberi izin untuk menjelaskannya. Sebab menjelaskan rahasia ketuhanan adalah kufur.”
--Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam Sirrul Asrar, ---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar