Akhir-akhir ini kian santer rasanya orang-orang yang
meneriakkan bahwasannya Shalat Tarawih 20 rakaat itu Bid'ah, yang dilakukan
Nabi SAW hanya 8 rakaat ditambah 3 rakaat sebagai Witir. Entah hal itu
disuarakan di Mimbar-Mimbar, Majalah, selebaran, Radio, TV dan khususnya di
Media Internet.
Sebenarnya bagi kami Ahlussunah Wal Jama'ah yang
berpegangan pada salah satu Imam dari Madzhab 4 yang tak lain adalah Generasi
Salaf, tak ada masalah jika ada yang melakukan Tarawih 8 rakaat bahkan 2 rakaat
pun juga tak masalah. Yang jadi masalah adalah ketika ada orang yang melakukan
Shalat Tarawih 8 rakaat ditambah Witir 3 rakaat kemudian menganggap lebih dari
itu adalah Bid'ah.
Pada dasarnya Shalat Tarawih sendiri tidak dibatasi
oeh Rasulullah SAW, hanya saja ada sekelompok orang yang salah faham akan
sebuah Hadits yang dianggapnya sebagai Shalat Tarawihnya Rasulullah, sedangkan
yang berbeda dengan pemahamannya dianggap Salah dan Bid'ah. Baiklah untuk
memperjelas seperti apa sebenarnya Shalat Tarawih yang dilakukan oleh
Rasulullah SAW yang kemudian dilanjutkan oleh Generasi Sahabat di bawah pimpinan
Khulafa' Ar-Rasyidin. Kemudian dilanjutkan oleh Generasi Tabi'in sampai pada
masa Para Imam Madzhab, berikut ini adalah penjelasan rinci tentang hal
tersebut:
Shalat Tarawih adalah termasuk Qiyamullail
(menghidupkan malam dengan Ibadah) di Bulan Ramadhan, dan ini adalah termasuk
Shalat Sunnah yang telah dilakukan oleh Rasulullah SAW dan Para Sahabat yang
pada awalnya dilakukan sendiri-sendiri akan tetapi pada akhirnya dilakukan
dengan cara berjama'ah.
عن السيدة عائشة رضي الله عنها قالت : ( إن النبي صلى الله عليه
وسلم صلى في المسجد فصلى بصلاته ناس، ثم صلى من القابلة فكثر الناس، ثم اجتمعوا في
الليلة الثالثة فلم يخرج إليهم رسول الله صلى الله عليه وسلم، فلما أصبح قال:
"قد رأيت الذي صنعتم ولم يمنعني من الخروج إليكم إلا أني قد خشيت أن تفرض
عليكم"). رواه البخاري (2012) وأبو داود (1373)
Telah diriwayatkan dari Sayyidah Aisyah r.a. beliau berkata: "Sesungguhnya
Nabi SAW Shalat di Masjid kemudian diikuti orang-orang, kemudian Shalat lagi di
malam berikutnya maka orang-orang yang Shalat semakin banyak. Kemudian di malam
ketiganya orang-orang telah berkumpul (di Masjid) akan tetapi Rasulullah SAW
tidak keluar. Ketika tiba di pagi harinya Rasulullah SAW bersabda:
"Sungguh aku telah melihat apa yang kalian lakukan, (sebenarnya) tiada
yang menghalangiku keluar kepada kalian melainkan aku takut Shalat Tarawih
diwajibkan atas kalian". HR. Bukhari no. 2012 dan Abu Daud no. 1373.
Ketika para Sahabat mengetahui sebab tidak keluarnya
Rasulullah SAW itu karena khawatir Shalat Tarawih itu diwajibkan kepada mereka
bukan karena pada Qiyamullail tersebut ada pelanggaran secara Syariat, sehingga
malam berikutnya para Sahabat tetap pergi ke Masjid dan melakukan Shalat di
Masjid. Sebagian mereka ada yang Shalat sendirian dan sebagian ada yang
berjama'ah dan hal ini berlangsung sampai pada masa pemerintahan Sayyidina Umar
r.a.
Suatu ketika Sayyidina Umar r.a. memasuki Masjid dan
menemukan mereka dalam jumlah yang banyak sehingga Masjid penuh sesak oleh Para
Sahabat dan Tabi'in, dan setiap orang ada yang Shalat sendirian ada pula yang
berjama'ah dengan temannya. Sayyidina Umar r.a. memandang hal ini dengan
pandangan penuh wawasan terhadap keadaan mereka untuk mencarikan jalan keluar
agar mereka lebih Khusyu'. Sehingga beliau memberi ketetapan dengan
mengumpulkan mereka pada satu Imam yaitu Sayyidina Ubay Bin Ka'ab r.a.
sebagaimana yang diriwayatkan oleh Sayyidina Abdurrahman Bin Abdulqori, beliau
berkata:
"خرجت مع عمر بن الخطاب
رضي الله عنه ليلة في رمضان إلى المسجد، فإذا الناس أوزاع متفرقون يصلي الرجل
لنفسه، ويصلي الرجل فيصلي بصلاته الرهط، فقال عمر رضي الله عنه: إني أرى لو جمعت
هؤلاء على قارئ واحد لكان أمثل، ثم عزم فجمعهم على أبي بن كعب، ثم خرجت معه ليلة
أخرى والناس يصلون بصلاة قارئهم، قال عمر: (نعمت البدعة هذه والتي ينامون عنها
أفضل من الذين يقومون يريد آخر الليل وكان الناس يقومون أوله). رواه البخاري (2010(
"Suatu ketika aku keluar ke Masjid bersama Umar
Bin Khattab r.a. pada suatu malam di Bulan Ramadhan, sedangkan orang-orang
terpisah-pisah, ada yang Shalat sendirian ada pula yang Shalat kemudian diikuti
oleh sekelompok orang. Kemudian Umar berkata: "Sungguh aku memandang andai
aku kumpulkan mereka pada satu Imam tentunya itu lebih baik". Kemudian
beliau mengumpulkan mereka pada Ubay Bin Ka'ab, kemudian aku keluar bersama
Umar pada malam lainnya sedangkan orang-orang Shalat dengan Imam mereka,
kemudian Umar berkata: "Sebaik-baik Bid'ah adalah ini, sedangkan yang
tidur terlebih dahulu kemudian bagun di akhir malam itu lebih utama, sedangkan
orang-orang melakukannya di awal malam". HR. Bukhari no. 2010.
Dalam hal ini apa yang dilakukan oleh Sayyidina Umar
tidak diingkari oleh seorangpun dari Kalangan Sahabat sedangkan hal ini belum
ada sebelumnya akan tetapi mereka tahu bahwa apa yang dilakukan oleh Sayyidina
Umar tidaklah menyalahi As-Sunnah. Nabi Muhammad SAW ketika memutuskan untuk
tidak keluar di malam ketiga Ramadhan hanya karena khawatir Qiyamullail
tersebut diwajibkan atas mereka. Sedangkan setelah Nabi Muhammad SAW wafat
sehingga turunnya Wahyu tentang suatu Hukum itu telah terhenti, pun di sana
tiada satu hal yang mencegah mereka untuk Shalat berjama'ah pada satu Imam di
Masjid, terlebih dalam jama'ah itu tentunya lebih sempurna dalam hal
kekhusyu'an dan lebih banyak pula pahalanya dari pada Shalat sendirian.
Sedangkan Rasulullah SAW bersabda:
"عليكم بسنتي وسنة
الخلفاء الراشدين المهديين عضوا عليها بالنواجذ". رواه أحمد (4/126) وأبو
داود (4607) والترمذي (2676) وابن ماجه (43(
"Hendaknya kalian mengikuti Sunnahku dan Sunnahnya Khulafa' Ar-Rasyidin
yang mendapatkan hidayah, berpegang teguhlah dengan Sunnah tersebut". HR.
Ahmad (Juz 4 hal. 126), Abu Daud no. 4607, Tirmidzi no. 2676 dan Ibnu Majah no
43.
Di sisi Rasulullah SAW juga bersabda:
"اقتدوا باللذين من بعدي
أبي بكر وعمر".
رواه أحمد (5/382) والترمذي (3662) وابن ماجه (97)
"Ikutilah 2 orang ini setelahku, yaitu Abu Bakar dan
Umar". HR. Ahmad (Juz 5 hal. 382), Tirmidzi no. 3662 dan Ibnu Majah no.
97.
Maka dari itu Sayyidina Umar r.a. memperbanyak
bilangan rakaatnya akan tetapi meringankan bacaanya dari pada memanjangkan satu
rakaat akan tetapi memberatkan Makmum. Sedangkan apa diucapkan oleh beliau
tentang "Sebaik-baik Bid'ah adalah ini", itu hanya dimaksudkan
Qiyamullail di awal malam tidak seperti yang dilakukan oleh Rasulullah SAW yang
melakukan di pertengahan malam atau di penghujungnya. Hal ini sebagaimana telah
dikatakan oleh Sayyidina Umar pada Hadits sebelumnya yaitu: "Sedangkan
yang tidur terlebih dahulu kemudian bagun di akhir malam itu lebih utama,
sedangkan orang-orang melakukannya di awal malam". Begitu juga penafsiran
dari Perawi Hadits tersebut yaitu Sayyidina Abdurrahman r.a. tentang hal
tersebut.
Sedangkan ada sekelompok orang dari kalangan Salaf
yang melakukan Qiyamullail Ramadhan dengan bilangan 40 Rakaat ditambah 3 rakaat
Shalat Witir sedangkan yang lainnya melakukan Shalat Tarawih 36 rakaat ditambah
3 rakaat Shalat Witir dan lain-lain sebagaimana yang akan kami sebutkan nanti,
Insya Alah.
Adapun dalil secara terperincinya adalah sebagai
berikut:
عن يزيد بن رومان قال: "كان الناس في زمن عمر يقومون في رمضان
بثلاث وعشرين ركعة". رواه مالك في الموطأ (106)
Dari Yazid Bin Ruman, beliau berkata:
"Orang-orang pada masa Umar melakukan Qiyamullail di Bulan Ramadhan dengan
23 rakaat". HR. Malik dalam Al-Muwaththo' hal. 106.
وعن سيدنا السائب بن يزيد رضي الله عنه قال: "كانوا يقومون
على عهد عمر بن الخطاب رضي الله عنه في شهر رمضان بعشرين ركعة وكانوا يقومون
بالمئتين وكانوا يتوكؤون على عصيهم في عهد عثمان من شدة القيام".
رواه البيهقي في السنن الكبرى (496/2) وصححه العيني والقسطلاني في
شرحيهما لصحيح البخاري والسبكي في شرح المنهاج والكمال بن الهمام في شرح الهداية
والعراقي في شرح التقريب والإمام النووي في المجموع.
Dari Sayyidina Saib Bin Yazid r.a. beliau berkata: "Dahulu pada masa Uman
Bin Khattab r.a. orang-orang melakukan Qiyamullail pada Bulan Ramadhan 20
rakaat dengan membaca 200 ayat, sedangkan pada masa Utsman r.a. mereka
bersender pada tongkat karena lamanya berdiri". (HR. Bayhaqi dalam
As-Sunan Al-Kubra Juz 2 hal. 496 dan dishahihkan oleh Al-'Aini dan
Al-Qasthalani dalam Syarah mereka terhadap Shahih Bukhari, Begitu juga
As-Subuki dalam Syarah Al-Minhaj, Al-Kamal Bin Al-Hamam dalam Syarah Al-Hidayah,
Al-'Iraqi dalam Syarah At-Taqrib dan Imam Nawawi dalam Al-Majmu'.)
وأخرج المروزي عن زيد بن وهب أنه قال: "كان عبد الله بن مسعود
يصلي لنا في شهر رمضان فينصرف وعليه ليل"، قال الأعمش: "كان يصلي عشرين
ركعة يوتر بثلاث"
Imam Al-Maruzi meriwayatkan dari Zaid Bin Wahab,
beliau berkata: "Dahulu Abdullah Bin Mas'ud melakukan Shalat bersama kami
pada bulan Ramadhan, kemudian beliau pulang sedangkan malam masih
tersisa", Al-A'masy berkata: "Beliau telah melakukan Shalat 20 rakaat
serta 3 rakaat witir".
Begitu juga riwayat dari Daud Bin Qais, beliau
berkata:
"أدركت الناس في إمارة
أبان بن عثمان وعمر بن عب العزيز يعني بالمدينة يقومون بست وثلاثين ركعة ويوترون
بثلاث".
"Aku menemukan orang-orang pada masa pemerintahan Aban Bin
Utsman dan Umar Bin Abdul Aziz di Madinah melakukan Qiyamullail (Shalat
Tarawih) 36 rakaat serta 3 rakaat Witir".
Begitu juga riwayat dari Nafi', beliau berkata:
"لم أدرك الناس إلا وهم
يصلون تسعا وثلاثين ويوترون منها بثلاث".
"Tidaklah aku menemui orang-orang melainkan mereka
melakukan Shalat (Tarawih) 39 rakaat dengan 3 rakaatnya sebagai Witir".
Imam Ibnu Hajar menukil bahwa Imam Malik berkata:
"الأمر عندنا بتسع
وثلاثين وبمكة بثلاث وعشرين، وليس في شيء من ذلك ضيق" ونقل عنه أيضا قوله:
"أنها بست وأربعين وثلاث وتر".
"(Shalat Tarawih) bagi kami (di Madinah) adalah 39 rakaat
sedangkan di Mekkah 23 rakaat dan dalam hal ini tidak ada yang
dipermasalahkan".
Imam Ibnu Hajar juga menukil dari Imam Malik pula:
"أنها بست وأربعين وثلاث
وتر"
"Bahwasannya Shalat Tarawih itu 46 rakaat serta Witir 3
rakaat".
عن زرارة بن أوفى أنه كان يصلي بهم في البصرة أربعا وثلاثين ويوتر
بثلاث، وعن سيدنا سعيد بن جبير رضي الله عنه أربعا وعشرين.
Diriwayatkan dari Zurarah Bin Aufa sesungguhnya beliau
melakukan Shalat Tarawih dengan orang-orang di Bashrah 34 rakaat disertai Witir
3 rakaat, sedangkan Sayyidina Said Bin Jubair r.a. (melakukan Shalat Tarawih)
24 rakaat.
Dari Ishaq Bin Manshur, beliau berkata:
قلت لأحمد بن حنبل: "كم ركعة يصلى في قيام رمضان؟" فقال:
"قد قيل ألوان نحو أربعين وإنما هو تطوع".
"Aku berkata kepada Ahmad Bin Hanbal: "Berapa rakaat
Shalat Tarawih dilakukan pada bulan Ramadhan?", beliau berkata:
"Sungguh telah dikatakan hal itu bermacam-macam setidaknya 40 rakaat,
(soalnya) ini hanya Sunnah".
Imam Tirmidzi berkata:
"أكثر ما قيل أنه يصلي
إحدى وأربعين مع الوتر".
"Kebanyakan yang dikatakan bahwasannya Shalat Tarawih itu
41 rakaat disertai Witir".
Hal ini tidak lain adalah berbedanya pendapat 4
Madzhab tentang bilangan rakaat Tarawih sebagai berikut:
Madzhab Syafi'i, Hanafi dan Hanbali menyatakan
bahwasannya Shalat Tarawih itu 20 rakaat dengan 10 kali Salam. Hal ini
berdasarkan riwayat yang mereka ambil dari Kalangan Sahabat r.a. bahwasannya
Para Sahabat melakuan Shalat Tarawih pada masa Sayyidina Umar, Sayyidina Utsman
dan Sayyidina Ali sebanyak 20 rakaat. Dan ini pula yang diambil dalam
Madzhabnya Imam Daud Adz-Dzohiri.
Imam Tirmidzi berkata:
"وأكثر أهل العلم على ما
روي عن عمر وعلي وغيرهما من أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم وهو قول النووي
وابن المبارك".
"Kebanyakan Ahli Ilmu (Ulama') itu berdasarkan riwayat dari
Sayyidina Umar, Sayyidina Ali dan yang lainnya dari Kalangan Sahabat Rasulullah
SAW, dan ini adalah pendapatnya Imam Nawawi dan Ibnu Mubarak".
Imam Syafii berkata:
"هكذا أدركنا بمكة يصلون
عشرين ركعة". فقه السنة (54/2) والترمذي (170/3)
"Beginilah kami menemui orang-orang di Mekkah Shalat 20
rakaat". Fiqh As-Sunnah Juz 2 hal. 54, Imam Tirmidzi Juz 3 hal. 170
Sedangkan Imam Malik melakukan Shalat Tarawih 46
rakaat selain Witir seperti yang dinukil oleh Imam Ibnu Hajar di Fath Al-Bari, sedangkan
dalam riwayat lain dari Imam Malik itu 39 rakaat dengan 36 rakaat sebagai
Tarawih dan 3 rakaat sebagai Witir.
Sampai di sini bisa kita tarik benang merah pada apa
yang terjadi di Generasi Salaf dan Sahabat dan para pengikut mereka bahwa
bilangan rakaat dalam Shalat Tarawih itu tidak dibatasi, bahkan Syeikh Ibnu
Taymiyah Al-Hanbali (rujukan utama Wahhabi) berkata:
"اعلم أنه لم يوقت رسول
الله صلى الله عليه وسلم في التراويح عددا معينا، ومن ظن أن التراويح على عدد معين
مؤقت من النبي صلى الله عليه وسلم لا يزيد ولا ينقص فقد أخطأ". ذكره ملا علي
القاري في شرحه مشكاة المصابيح ص 175
"Ketahuilah, sesungguhnya Rasulullah SAW tidak menentukan
bilangan tertentu dalam Shalat Tarawih, sedangkan barang siapa yang menyangka
bahwa Qiyam Ramadhan (Tarawih) itu dibatasi dengan bilangan tertentu oleh Nabi
SAW, tak lebih dan tak kurang, maka dia telah salah". Disebutkan oleh
Mulla Ali Al-Qari dalam Syarahnya Misykah Al-Mashabih hal. 175.
Sedangkan apa yang diriwayatkan oleh Sayyidah Aisyah
berikut ini:
"ما كان رسول الله صلى
الله عليه وسلم يزيد في رمضان ولا في غيره على إحدى عشر ركعة". رواه البخاري
(1096) ومسلم (738) وأبو داود (1341) والنسائي (1696) والترمذي (439) ومالك في
الموطأ (114/1)
"Tidaklah Rasulullah SAW menambah lebih dari 11 rakaat di
bulan Ramadhan dan selainnya". HR. Bukhari no. 1096, Muslim no. 738, Abu
Daud no. 1341, Nasai no. 1696, Tirmidzi 439 dan Malik dalam Al-Muwaththa' juz 1
hal. 114.
Dalam riwayat tersebut tak lain yang dimaksud adalah
bilangan rakaat Shalat Witir bukan Tarawih. Sebab Sayyidah Aisyah r.a. berkata:
"Di Ramadhan dan selainnya", sedangkan di luar Ramadhan tidak ada
Shalat Tarawih bedahalnya dengan Shalat Witir, di Bulan Ramadhan ada dan di
luar Ramadhan juga ada.
Bahkah Imam Tirmidzi mengatakan:
"روي عن النبي صلى الله
عليه وسلم الوتر بثلاثة عشرة وإحدى عشر وتسع وسبع وخمس وثلاث وواحدة".
"Telah diriwayatkan dari Nabi SAW bahwasannya Shalat Witir
itu 13, 11, 9, 7, 5, 3 dan 1 rakaat".
Jika di luar Ramadhan saja Rasulullah melakukan Shalat
Witir 11 atau 13 rakaat, apakah masuk akal jika Rasulullah melakukan Shalat
Witir di Bulan Ramadhan yang merupakan Bulan Ibadah itu hanya 3 rakaat? Hal ini
jika kita mengacu pada pendapat yang mengatakan 8 rakaat sebagai Tarawih dan 3
rakaat sebagai Witir, sungguh pemahaman yang sangat jauh.
Kemudian, jika kita katakan yang dimaksud dari 11
rakaat adalah Tarawih dan Witir, yakni 8 rakaat kita jadikan Tarawih dan 3
rakaatnya adalah Witir. Hal ini tentu bertentangan dengan apa yang ada pada
Masa Sahabat di mana mereka melakukan Shalat Tarawih 20 rakaat sampai pada masa
Imam Malik dan Imam Syafii.
Lantas, apakah masuk akal jika Sayyidah Aisyah r.a.
mengetahui Tarawihnya Sahabat itu 20 rakaat kemudian beliau hanya diam saja
menyaksikan mereka melakukan hal yang bertentangan dengan Sunnah Rasulullah
SAW?
Terus, apakah masuk akal jika semua Sahabat berkumpul
untuk melakukan sesuatu yang kemudian mereka anggap sebagai Ijma' (kesepakatan
bersama) tanpa seorangpun yang mengingkarinya, kemudian hal ini dianggap
menyalahi Syariat?
Sungguh demi Allah hal ini adalah pemahaman yang amat
jauh sekali. Sedangkan sebagaimana diketahui adalah bahwasannya Shalat Tarawih
di Masjidil Haram itu 20 rakaat tanpa seorangpun yang mengingkari bilangan ini
dari Kalangan Ulama' yang Mu'tabar (diakui keilmuannya). Semoga Allah
menunjukkan kita ke jalan yang lurus.
Ibnu Abbas meriwayatkan sebagai berikut:
"أن النبي صلى الله عليه
وسلم كلن يصلي في رمضان عشرين ركعة والوتر". رواه ابن أبي شيبة (394/2)
"Sesungguhnya Nabi SAW dahulu melakukan Shalat di bulan Ramadhan
20 rakaat ditambah Witir". HR. Ibnu Abi Syaibah Juz 2 Hal. 394
Walaupun Hadits tersebut tidak kuat akan tetapi
diperkuat dengan apa yang dilakukan oleh Para Sahabat dan orang-orang setelah
mereka dari Generasi Salaf dan telah bersepakat atas hal tersebut.
Dari As-Saib Bin Yazid r.a. beliau berkata:
"أن عمر جمع الناس في
رمضان على أبي بن كعب وتميم الداري على إحدى وعشرين ركعة". رواه عبد الرزاق
في المصنف (7730(
"Sesungguhnya Umar telah mengumpulkan orang-orang
di Bulan Ramadhan paga Ubay Bin Ka'ab dan Tamim Ad-Dari dengan (Shalat Tarawih)
21 rakaat". HR. Abdurrazzaq di Al-Mushonnaf no. 7730
عن مالك بن أنس عن يحيى بن سعيد الأنصاري: "أن عمر بن الخطاب
أمر رجلا يصلي بهم عشرين ركعة". المغني لابن قدامة (799/1(
Diriwayatkan dari Malik Bin Anas, dari Yahya Bin Said
Al-Anshari: "Sesungguhnya Umar Bin Khattab memerintah seseorang untuk
Shalat dengan orang-orang (sebanyak) 20 rakaat". Disebutkan dalam Kitab
Al-Mughni karya Ibnu Qudamah Juz 1 Hal. 799
وقال ابن قدامة المقدسي بعد أن نقل صلاة التراويح بعشرين ركعة عن
عمر وعلي قال: "وهذا كالإجماع". أخرجه ابن أبي شيبة (393/2)
Ibnu Qudamah Al-Maqdisi berkata setelah menukil bahwasannya Shalat Tarawih itu
20 rakaat dari Umar dan Ali, beliau berkata: "Dan hal ini seperti Ijma'
(kesepakatan bersama)". Ibnu Abi Syaibah Juz 2 Hal. 393
Bahkan Ibnu Taymiyah (rujukan utama Wahhabi) berkata:
"قد ثبت أن أبي بن كعب
كان يقوم بالناس عشرين ركعة في قيام رمضان، ويوتر بثلاث فرأى كثير من العلماء أن
ذلك هو السنة لأنه إقامة بين المهاجرين والأنصار ولم ينكر منكر، وهذه هي صورة
الإجماع". الفتاوى لابن تيمية (112/23(
"Telah tetap adanya bahwasannya Ubay Bin Ka'ab
mengimami Qiyam Ramadhan (Tarawih) sebanyak 20 rakaat, kemudian melakukan Witir
3 rakaat. Dari ini kebanyakan Ulama' menganggap sebagai Sunnah karena dilakukan
di tengah-tengah Muhajirin dan Anshar tanpa seorangpun yang mengingkarinya, dan
inilah gambaran sebuah Ijma' (kesepakatan bersama)". Al-Fatawa karya Ibnu
Taymiyah Juz 23 Hal. 112
Kesimpulan:
Sesungguhnya Para Sahabat telah sepakat bahwasannya Shalat Tarawih itu 20
rakaat, kemudian hal ini diikuti oleh Generasi Tabi'in tanpa seorangpun dari
Generasi Salaf yang mengingkari terkecuali bilangan rakaat yang melebihi dari
20.
Disadur dari Kitab Al-Mausu'ah Al-Yusufiyah (hal.
631-635) karya Prof. Dr. Yusuf Khaththar Muhammad. Cetakan Dar At-Taqwa tahun
1434 H/2013, Damaskus - Suriah.
Tarim,
23 Sya'ban 1436 H/10 Juni 2015
Oleh : Imam Abdullah El-Rashied,
Mahasiswa Univ. Imam Syafii, Hadramaut - Yaman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar