QANA'AH
MEMBUAT HATI TENANG DAN DAMAI
Syekh
Abdul Qadir Al-Jailani mengatakan:
“Wahai
saudaraku, mengertikah engkau apakah yang dimaksud dengan qana'ah? Qana'ah
adalah merasa puas atas pemberian yang sudah diterimanya. Puas dengan
memperbanyak bersyukur dan menghindari sifat rakus. Itulah yang disebut
qana'ah. Berhentinya keinginan terhadap ара yang sudah diberikan kepadamu, dan
tidak ada lagi keinginan untuk memintah tambahan lagi, maka itulah sikap orang
arif (ma'rifat).
Hendaknya
engkau yakin bahwa qana'ah adalah sikap yang harus dimiliki oleh setiap muslim,
sebab dengan qana'ah hatimu menjadi tenang. Bahkan sifat itu merupakan modal
yang tak bisa habis dalarn kondisi ара pun.
Rasulullah
Saw. bersabda: “Qana 'ah itu adalah harta yang tak akan hilang dan simpanan
yang tak akan lenyap,” (HR. At Thabarani). Syaikh Abu Zakaria Al-Anshari
berkata, "Qana'ah itu adalah merasa cukup dengan ара yang sudah diterima
dan memenuhi kepentingannya, baik berupa makanan, minuman, pakaian atau yang
lainnya. Sedangkan Abu Sulaiman Darani berkata, "Qana'ah adalah merupakan
bagian dari ridha, dan wara' adalah merupakan bagian dari zuhud."
Ketahuilah
bahwa sifat qana'ah merupakan sifat yang didambakan oleh kaum sufi. Karena
dengan sifat itu, mereka berharap bisa terhindar dari bahaya hawa nafsunya. Di
mana hawa nafsu itu selalu mengejar dan mendambakan kesenangan duniawi.
Keinginan nafsu terhadap duniawi tidak akan pernah berhenti, bahkan membawa
manusia menjadi sibuk dengan urusan duniawi yang tak berarti. Jika manusia telah
tenggelam dalam kesibukan duniawi, maka ia cenderung lupa untuk mempersiapkan
bekal buat kehidupan akhirat. Dan tentunya lupa pula ia kepada Tuhan-Nya.
Wahai
saudaraku, sifat qana'ah dapat mendidikmu untuk pandai bersyukur. Artinya,
dengan sifat qana'ah itu engkau akan senantiasa mensyukuri kenikmatan Allah
yang telah diberikan kepadamu. Jika manusia banyak bersyukur, tentu akan
memiliki gairah dalam beribadah. Nabi Saw. bersabda: “Jadilah kamu orang yang
wara' pasti kamu menjadi orang yang banyak beribadah, dan jadilah kamu orang
yang qana 'ah pasti kamu menjadi orang yang banyak bersyukur.” (HR. Bukhari)
Abu
Bakar Al-Maghribi berpendapat, "Orang yang berakal ialah yang dapat
mengatur urusan dunianya dengan sikap qana'ah dan urusan akhirat dengan
keinginan yang menggelora; urusan agamanya dengan ilmu dan ijtihad. Sedangkan,
Muhammad bin Tirmidzi mengatakan, "Qana'ah adalah jiwa merasa lapang
dengan rezeki yang diberikan Allah kepadanya dan menghilangkan rasa tamak
terhadap yang tidak tercapai."
Wahai
saudaraku, engkau tidak dilarang mencari rezeki. Juga tidak disuruh
bermalas-malasan dan berpangku tangan. Namun ketahuilah bahwa Allah menyuruhmu
berikhtiar, bekerja, karena manusia hidup di dunia ini untuk beribadah kepada
Allah. Bekerja merupakan amal ibadah. Engkau harus yakin dalam bekerja ada
kalah dan ada menang. Kalah dalam menghadapi rayuan dan menang dalam melawan
ajakan setan. Karenanya, bekerjalah dengan tekun dan bersungguh-sungguh.
Hati-hatilah terhadap tipu daya nafsumu dan tipu daya setanmu agar tidak
terjerumus mengais rezeki haram.
Wahai
saudaraku, Islam mengharapkan engkau menjadi manusia cerdas. Mampu menggunakan
akal pikiranmu. Islam tidak ingin pemeluknya bodoh. Oleh karena itu jangan
seperti orang awam yang menganggap ibadah hanyalah tepekur di masjid, shalat
dan berzikir. Mereka menganggap Islam memundurkan akal pikiran manusia dalam
bekerja. Padahal orang Islam harus cerdas dan harus bekerja, sebab bekerja
merupakan ibadah. Islam tidak menyukai orang muslim menjadi pemalas.
Anggapan
yang demikian itu salah besar, mereka menyangka bahwa yang disebut qana'ah itu
adalah menerima ара saja yang ada, sehingga mereka tidak berusaha dan
berikhtiar lagi, padahal agama menyuruh manusia agar bekerja keras mencari
keutamaan Ilahi, agar bisa bersedekah, berinfak, bisa membangun masjid,
membangun pondok-pondok pesantren, dan membangun majelis-majelis ta'lim dan
lain-lain. agar umat Islam tidak terbelakang. Ingat sejarah perjuangan Nabi dan
para sahabatnya, mereka berusaha dan bekerja mencari rezeki. Bahkan mereka
bersifat dermawan terhadap sesamanya meskipun harta yang di dapatnya cukup bagi
keluarganya saja. Wahai manusia, sesungguhnya agama menyuruh umatnya untuk
qana'ah (qana'ah hati bukan qana'ah ikhtiar/ usaha).
Wahai
saudaraku, makna qana'ah itu amat luas. Qana'ah menyuruh manusia agar
benar-benar percaya terhadap 'kekuasaan' yang melebihi kekuasaan manusia.
Qana'ah menyuruh manusia untuk bersabar menerima ketentuan Allah swt. Jika
ketentuan itu tidak menyenangkan, maka Allah tetap menyuruhnya untuk menerimanya,
karena itulah cobaan dari-Nya.
Dalam
keadaan demikian, manusia masih tetap disuruh untuk berikhtiar dan berdaya
upaya sekuat tenaganya. Selama nyawa dikandung badan, engkau wajib berusaha
mencari rezeki. Engkau bekerja bukan berarti minta tambahan yang telah engkau
terima, dan bukan berarti merasa tidak cukup dari ара yang telah engkau terima,
melainkan engkau bekerja sebab masih hidup. Inilah yang dimaksudkan dengan
qana'ah.
Jelaslah
bagimu sekarang, bahwa orang-orang yang mengatakan bahwa sifat qana'ah dapat
melemahkan hati dan pikiran, itu salah. Qana'ah merupakan modal yang tidak
pernah hilang. Qana'ah bisa membangkitkan kesungguhan hidup. Qana'ah tidak
mengenal takut dan gentar, tidak mengenal ragu dan bimbang. Allah swt.
berfirman: “Tiada sesuatu yang melata di bumi, melainkan di tangan Allahlah
rezekinya.” (QS Hûd (11) : 6). Rasulullah Saw. bersabda: “Kekayaan itu bukan
karena banyaknya harta benda, tapi kekayaan yang sebenarnya itu adalah kaya
hati.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah
Saw. juga bersabda: “Sungguh beruntung orang yang masuk Islam dan rezekinya
cukup, dan merasa cukup dengan apa-apa yang diberikan Allah kepadanya.” (HR.
Muslim)
Dalam
riwayat lain diterangkan bahwa Hakim bin Hizam ra. berkata, "Aku memohon
kepada Rasulullah. Kemudian beliau mengabulkan permohonanku (permintaanku).
Lalu aku meminta lagi, beliau juga mengabulkannya. Kemudian beliau bersabda,
"Wahai Hakim bin Hizam, harta memang indah dan manis, maka barangsiapa
mengambilnya dengan lapang dada, maka ia mendapat berkah. Sebaliknya,
barangsiapa menerimanya dengan kerakusan, maka harta itu tidak akan memberi
berkah kepadanya; bagaikan orang makan yang tak pernah merasa kenyang. Tangan
di atas itu lebih baik daripada tangan yang berada di bawah". Kemudian
Hakim bin Hazim berkata: "Ya Rasulullah, demi Allah yang telah mengutus
engkau dengan haq aku tidak akan menerima apapun dari seseorang sepeninggalmu
sampai akhir hayatku."
Rasulullah
SAW bersabda, “Tangan yang di atas itu lebih baik daripada tangan yang di
bawah, dahulukanlah dalam bersedekah kepada orang-orang yang menjadi tanggungan-mu,
sebaik-baik sedekah itu adalah yang masih ada kekayaan. Dan barangsiapayang
sopan, maka Allah akan memelihara kesopanannya. Dan barang siapa yang mencukup-kan
dengan kekayaannya yang ada maka Allah akan mencukupkannya. (HR. Bukhari dan
Muslim)
Wahai
saudaraku, Islam mendidik umatnya untuk bersifat qana'ah dan tidak rakus, Islam
menyuruh umatnya untuk maju, dengan kemajuan itu akan bisa memberikan sesuatu
kepada sesamanya, bukan meminta-minta. Sebab tiada kekayaan yang dihasilkan
tanpa disertai dengan ikhtiar atau usaha, tak menjadi orang yang berilmu bila
ia tidak menuntut ilmu.
Perhatikanlah
kisah Maryam, tatkala hendak melahirkan Nabi Isa a.s. di tengah-tengah padang
pasir, dia diperintahkan oleh Allah untuk menggapai dahan pohon kurma agar
buahnya tersebut jatuh. Kalau Allah menyuruh qana'ah dengan hanya menunggu
tanpa berusaha tentunya Siti Maryam selamanya akan merasa haus dan lapar.
Allah
swt.berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian disuruh untuk
menunaikan pada hari Jum'at, maka segeralah kamu untuk mengingat Allah, dan
tinggalkanlah jual beli, yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu
mengetahui. Apabila telah menunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu semua di
atas bumi, dan carilah anugerah Allah sebanyak-banyaknya agar supaya kamu semua
beruntung.” (QS. Al Jumu'ah (62) : 9-10).
Ketahuilah
wahai saudaraku, bahwasanya Allah menyuruhmu untuk mencari harta
sebanyak-banyaknya, dengan syarat harus dilakukan setelah shalat. Carilah
kehidupan kembali sambil mengingat Allah sebanyak-banyaknya dalam melakukan
segala pekerjaan agar kamu mendapatkan keberuntungan di dunia dan akhirat.”
--Syekh
Abdul Qadir Al-Jailani dalam Fath Ar-Rabbani
SAUDARAKU...LARILAH
KEPADA ALLAH
Syekh
Abdul Qadir Al-Jailani mengatakan:
“Wahai
saudaraku, engkau mengaku Islam dan mengaku memiliki Kitab Suci yang bernama
Al-Quran. Sesungguhnya jika engkau beramal (bertingkah laku dan berakhlak)
berdasarkan Al-Qur’an, maka engkau akan mudah menempati derajat di sisi Allah.
Dengan beramal berdasarkan sunah Rasulullah, engkau akan menempati kedudukan di
sisi Muhammad Saw. Janganlah engkau berhenti mengamalkan ара yang terkandung di
dalam Al-Qur’an. Al-Qur’an itu sebagai pengharum dan sebagai sumber resapan
kaum sufi. Al-Qur’an juga menjadi pembuka pintu kedekatanmu bersama Allah.
Al-Qur’an sebagai penyambung hati jika engkau melangkah menuju kepada Allah.
Wahai
saudaraku, sesungguhnya orang dungu itu menunggu kepastian, sedangkan orang
berilmu itu menyertainya dan rela atas ketentuan. Janganlah engkau menanti
kepastian dan merasa sedih terhadap kepastian itu. Sebab sikap bodoh seperti
itu dapat menghancurkanmu.
Wahai
saudaraku, janganlah engkau menjadi manusia yang tergila-gila dengan harta
benda dan jangan mengejar isi dunia saja. Jangan pula engkau bekerja hanya
didasari atas kepentingan duniawi belaka. Perbuatan itu sungguh akan
mengantarkan dirimu kepada kebatilan dan kecelakaan akhirat.
Rasulullah
Saw. bersabda:
اِنَّ لِلَّهَ عَزَّ
وَجَلَّ مَلِكًا يُنَادِى كُلَّ يَوْمٍ غُدْوَةً وَعَشِيَّةً، يَابَنِى اَدَمَ
لِدُوْا لِلْمَوْتِ وَابْتَولِلْخَرَابِ واجْمَعُوا لِلاَعْدَاءِ
“Sesungguhnya Allah mempunyai Malaikat yang tiap hari, pagi dan sore selalu memanggil "Wahai anak cucu Adam bersiap-siaplah untuk mati, bangkitlah untuk binasa, dan berkumpulah (bersatulah) untuk menghadapi musuh.”
Wahai
saudaraku, orang beriman itu selalu memasang niat baik dalam setiap tingkah
laku dan perbuatannya. Dia beramal di dunia dengan niat untuk kepentingan
akhiratnya. Orang beriman selalu memakmurkan masjid, madrasah-madrasah,
pesantren, dan selalu mengajak kaum muslimin untuk berbuat begitu. Orang
beriman selalu membantu keluarga, membantu orang miskin, anak yatim, dan hanya
semata-mata untuk kepentingan umat. Sebab dia yakin bahwa Allah akan membalas
kebaikannya dengan berbagai kenikmatan, baik di dunia maupun di akhirat.
Orang
beriman itu tidak beramal karena kepentingan hawa nafsunya. Namun mereka
berbuat sesuai dengan perintah Allah yang terkandung dalam Al-Qur’an. Kalau anak
cucu Adam telah sampai ke taraf ini, pasti di akan selalu dekat kepada Allah.
Hatinya tetap teguh bersama para nabi dan rasul-Nya. Dia selalu menerima ajaran
yang datang dari rasul-Nya dan menerapkan dalam setiap amal ibadahnya.
Orang
beriman selalu berzikir (ingat) Allah, baik zikir lisan maupun zikir hati.
Alangkah senangnya hidup mereka. Sebagaimana yang dikisahkan Allah tentang
ashabul kahfi: “Mereka itu dalam keadaan tidur dan kami balik-balikkan mereka
ke kanan dan ke kiri.” (QS Al-Kahfi [18]: 18). Sesungguhnya mereka itu adalah
orang yang berakal. Karena itu mereka selalu bersyukur dalam setiap keadaan.
Mereka adalah orang yang takut kepada Allah dan lebih mengutamakan perintah-Nya
daripada kepentingan dirinya sendiri.
Wahai
saudaraku! Sungguh celaka dirimu jika melakukan perbuatan sebagaimana yang
dikerjakan oleh para penghuni neraka. Padahal dirimu menginginkan surga. Hal
itu membuktikan kerakusan yang tidak pada tempatnya. Engkau tidak akan pernah
mendapatkan ара yang kau harapkan. Sebab jalan yang engkau tempuh itu
menyimpang dari yang diperintahkan Tuhanmu. Janganlah engkau terpedaya oleh
kenikmatan dunia, bahkan sampai menjadikanmu lupa kepada Allah. Tunggu saja,
dalam waktu dekat kenikmatan duniawi yang berada di tanganmu itu akan dicabut oleh
Allah. Dan, Allah akan merendahkan kehidupanmu hingga engkau benar-benar
kembali tunduk dan patuh kepada-Nya.
Wahai
saudaraku, jika engkau berada dalam kejayaan, maka manfaatkanlah kejayaanmu itu
untuk bekal amal taat kepada-Nya. Gunakanlah kejayaan itu untuk mencari jalan
menuju kepada jalan-Nya. Wahai saudaraku, ingatlah bahwa harta yang engkau
miliki itu dapat membakar dan menghanguskan kulitmu di akhirat nanti. Maka
belanjakanlah hartamu sesuai dengan ketentuan Al-Qur’an dan sunah Rasulmu. Agar
engkau menjadi sejahtera, dunia dan akhirat.
Wahai
saudaraku, cepat-cepatlah engkau menuju kepada Allah. Berlarilah kepada Allah.
Gunakanlah harta yang ada di tanganmu untuk alat menuju kepada-Nya, untuk
menegakkan syariat-Nya, untuk taat kepada-Nya dan untuk mencari ridha-Nya.
Seorang mukmin itu harus tahu bahwa Al-Qur’an adalah roh hidayah yang ada di
alam ini, oleh karena itu, antara orang muslim dan Al-Qur’an harus ada hubungan
yang erat. Sebab Al-Qur’an adalah tali Allah yang kuat dan jalan yang lurus.
Al-Qur’an sebagai rahmat untuk alam semesta dan sebagai petunjuk bagi seluruh
umat manusia. Dalam Al-Qur’an telah terhimpun dasar-dasar kebaikan dan petunjuk
untuk membangun kehidupan dan meletakkan landasan ketenteraman di muka bumi
ini. Allah Swt. berfirman: “Sesungguhnya
Al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi
kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan amal shalih bahwa bagi
mereka ada pahala yang besar.” (QS Al-Isrâ' [17] :9)”
--Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam Fath Ar-Rabbani
SAUDARAKU...LARILAH
KEPADA ALLAH
Syekh
Abdul Qadir Al-Jailani mengatakan:
“Wahai
saudaraku, engkau mengaku Islam dan mengaku memiliki Kitab Suci yang bernama
Al-Quran. Sesungguhnya jika engkau beramal (bertingkah laku dan berakhlak)
berdasarkan Al-Qur’an, maka engkau akan mudah menempati derajat di sisi Allah.
Dengan beramal berdasarkan sunah Rasulullah, engkau akan menempati kedudukan di
sisi Muhammad Saw. Janganlah engkau berhenti mengamalkan ара yang terkandung di
dalam Al-Qur’an. Al-Qur’an itu sebagai pengharum dan sebagai sumber resapan
kaum sufi. Al-Qur’an juga menjadi pembuka pintu kedekatanmu bersama Allah.
Al-Qur’an sebagai penyambung hati jika engkau melangkah menuju kepada Allah.
Wahai
saudaraku, sesungguhnya orang dungu itu menunggu kepastian, sedangkan orang
berilmu itu menyertainya dan rela atas ketentuan. Janganlah engkau menanti
kepastian dan merasa sedih terhadap kepastian itu. Sebab sikap bodoh seperti
itu dapat menghancurkanmu.
Wahai
saudaraku, janganlah engkau menjadi manusia yang tergila-gila dengan harta
benda dan jangan mengejar isi dunia saja. Jangan pula engkau bekerja hanya
didasari atas kepentingan duniawi belaka. Perbuatan itu sungguh akan
mengantarkan dirimu kepada kebatilan dan kecelakaan akhirat.
Rasulullah Saw. bersabda:
اِنَّ لِلَّهَ عَزَّ
وَجَلَّ مَلِكًا يُنَادِى كُلَّ يَوْمٍ غُدْوَةً وَعَشِيَّةً، يَابَنِى اَدَمَ
لِدُوْا لِلْمَوْتِ وَابْتَولِلْخَرَابِ واجْمَعُوا لِلاَعْدَاءِ
“Sesungguhnya Allah mempunyai Malaikat yang
tiap hari, pagi dan sore selalu memanggil "Wahai anak cucu Adam
bersiap-siaplah untuk mati, bangkitlah untuk binasa, dan berkumpulah (bersatulah)
untuk menghadapi musuh.” Wahai saudaraku, orang beriman itu selalu memasang
niat baik dalam setiap tingkah laku dan perbuatannya. Dia beramal di dunia
dengan niat untuk kepentingan akhiratnya. Orang beriman selalu memakmurkan
masjid, madrasah-madrasah, pesantren, dan selalu mengajak kaum muslimin untuk
berbuat begitu. Orang beriman selalu membantu keluarga, membantu orang miskin,
anak yatim, dan hanya semata-mata untuk kepentingan umat. Sebab dia yakin bahwa
Allah akan membalas kebaikannya dengan berbagai kenikmatan, baik di dunia
maupun di akhirat.
Orang
beriman itu tidak beramal karena kepentingan hawa nafsunya. Namun mereka
berbuat sesuai dengan perintah Allah yang terkandung dalam Al-Qur’an. Kalau
anak cucu Adam telah sampai ke taraf ini, pasti di akan selalu dekat kepada
Allah. Hatinya tetap teguh bersama para nabi dan rasul-Nya. Dia selalu menerima
ajaran yang datang dari rasul-Nya dan menerapkan dalam setiap amal ibadahnya.
Orang
beriman selalu berzikir (ingat) Allah, baik zikir lisan maupun zikir hati.
Alangkah senangnya hidup mereka. Sebagaimana yang dikisahkan Allah tentang
ashabul kahfi: “Mereka itu dalam keadaan tidur dan kami balik-balikkan mereka
ke kanan dan ke kiri.” (QS Al-Kahfi [18]: 18). Sesungguhnya mereka itu adalah
orang yang berakal. Karena itu mereka selalu bersyukur dalam setiap keadaan.
Mereka adalah orang yang takut kepada Allah dan lebih mengutamakan perintah-Nya
daripada kepentingan dirinya sendiri.
Wahai
saudaraku! Sungguh celaka dirimu jika melakukan perbuatan sebagaimana yang
dikerjakan oleh para penghuni neraka. Padahal dirimu menginginkan surga. Hal
itu membuktikan kerakusan yang tidak pada tempatnya. Engkau tidak akan pernah
mendapatkan ара yang kau harapkan. Sebab jalan yang engkau tempuh itu
menyimpang dari yang diperintahkan Tuhanmu. Janganlah engkau terpedaya oleh
kenikmatan dunia, bahkan sampai menjadikanmu lupa kepada Allah. Tunggu saja,
dalam waktu dekat kenikmatan duniawi yang berada di tanganmu itu akan dicabut
oleh Allah. Dan, Allah akan merendahkan kehidupanmu hingga engkau benar-benar
kembali tunduk dan patuh kepada-Nya.
Wahai
saudaraku, jika engkau berada dalam kejayaan, maka manfaatkanlah kejayaanmu itu
untuk bekal amal taat kepada-Nya. Gunakanlah kejayaan itu untuk mencari jalan
menuju kepada jalan-Nya. Wahai saudaraku, ingatlah bahwa harta yang engkau
miliki itu dapat membakar dan menghanguskan kulitmu di akhirat nanti. Maka
belanjakanlah hartamu sesuai dengan ketentuan Al-Qur’an dan sunah Rasulmu. Agar
engkau menjadi sejahtera, dunia dan akhirat.
Wahai
saudaraku, cepat-cepatlah engkau menuju kepada Allah. Berlarilah kepada Allah.
Gunakanlah harta yang ada di tanganmu untuk alat menuju kepada-Nya, untuk
menegakkan syariat-Nya, untuk taat kepada-Nya dan untuk mencari ridha-Nya.
Seorang mukmin itu harus tahu bahwa Al-Qur’an adalah roh hidayah yang ada di
alam ini, oleh karena itu, antara orang muslim dan Al-Qur’an harus ada hubungan
yang erat. Sebab Al-Qur’an adalah tali Allah yang kuat dan jalan yang lurus.
Al-Qur’an sebagai rahmat untuk alam semesta dan sebagai petunjuk bagi seluruh
umat manusia. Dalam Al-Qur’an telah terhimpun dasar-dasar kebaikan dan petunjuk
untuk membangun kehidupan dan meletakkan landasan ketenteraman di muka bumi
ini. Allah Swt. berfirman: “Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk
kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang
mukmin yang mengerjakan amal shalih bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.”
(QS Al-Isrâ' [17] :9)”
--Syekh
Abdul Qadir Al-Jailani dalam Fath Ar-Rabbani
PESAN
SYEKH ABDUL QADIR JAILANI TENTANG CINTA
“Aduhai
engkau yang mengaku mencintai Allah ‘Azza wa Jalla, namun masih juga mencintai
lainnya!Dia-lah yang jernih dan selainnya adalah keruh. Apabila engkau
mengeruhkan kejernihan itu dengan mencintaiselain-Nya, maka Dia akan membuatmu
sedih. Allah Ta’alla akan melakukan seperti yang dilakukan kepada Nabi Ibrahim
dan Nabi Yakub a.s. Ketika keduanya cenderung kepada anak mereka masing-masing,
Dia lantas menguji dengan anak yang mereka cintai
itu.
Demikian
pula terhadap nabi kita, Muhammad saw. Ketika beliau cenderung kepada kedua
cucunya, Hasan dan Husein, kemudian Jibril datang dan bertanya kepada beliau,
“Apakah engkau mencintai mereka?” Maka beliau menjawab, “Ya!” Lalu, Malaikat
Jibril berkata, “Salah seorang dari mereka akan diracuni. Dan yang lainnya akan
dibunuh.” Maka saat itu, beliau mengeluarkan Hasan dan Husein dari hatinya dan
mengosongkannya hanya untuk Allah ‘Azza wa Jalla. Kegembiraan dengan keduanya
berubah menjadi kesedihan terhadap mereka. Allah SWT itu cemburu terhadap hati
para nabi, wali, dan hamba-hamba-Nya yang saleh.
Wahai
orang-orang yang mencari dunia dengan kemunafikan! Bukalah tanganmu!Engkau
tidak akan melihat apa-apa di sana. Celaka engkau! Engkau tidak mau bekerja,
engkau hanya makan harta orang lain dengan menjual agamamu. Bekerja adalah
perbuatan semua nabi. Tak seorang pun dari mereka yang tidak bekerja, dan pada
akhirnya mereka mengambil imbalan dari makhluk dengan izin Tuhan mereka.
Wahai orang yang mabuk dengan arak dunia, syahwat, dan kepandiran, sebentar lagi kalian akan sadar ketika berada di liang kubur.”
Wahai orang yang mabuk dengan arak dunia, syahwat, dan kepandiran, sebentar lagi kalian akan sadar ketika berada di liang kubur.”
---Ceramah
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani. Dikutip dari kitab Fath Ar-Rabani
BOLEH
JADI, DOA ORANG ARIF PUN TAK DIKABULKAN
Syekh
Abdul Qadir Al-Jailani mengatakan:
“Seorang
yang Arif itu tidak dikabulkan setiap kali dia meminta (berdoa) kepada
Tuhannya. Tidak dikabulkannya itu agar sang arif tersebut tidak dikalahkan oleh
sifat pengharapan, yang dapat menyebabkan dia menjadi binasa karenanya.
Sesungguhnya, tak ada satu pun derajat atau maqam yang tidak terdapat sifat
takut (khauf) dan berharap (raja’) di dalamnya.
Kedua
sifat tersebut seperti dua sayap burung, dan keimanan belum dianggap sempurna
jika tanpa kedua sifat tersebut. Begitu pula maqam-maqam (dalam tasawuf).
Namun, sikap khauf dan raja’ itu sesuai dengan situasi dan keadaan.
Seorang yang Arif itu adalah orang yang diberi kedekatan (oleh Allah) dan dia berusaha untuk mendekat. Adapun keadaan dan tingkatannya adalah dia tidak menginginkan sesuatu pun selain Allah SWT; tidak bersandar kepada selain-Nya dan tidak merasa tenang kepada selain Allah. Serta tidak mau bersenang-senang dengan selain-Nya. Dia hanya mencari terkabulkannya permintaan dan terpenuhinya janji selain yang dia alami dan yang sesuai dengan dirinya.
Seorang yang Arif itu adalah orang yang diberi kedekatan (oleh Allah) dan dia berusaha untuk mendekat. Adapun keadaan dan tingkatannya adalah dia tidak menginginkan sesuatu pun selain Allah SWT; tidak bersandar kepada selain-Nya dan tidak merasa tenang kepada selain Allah. Serta tidak mau bersenang-senang dengan selain-Nya. Dia hanya mencari terkabulkannya permintaan dan terpenuhinya janji selain yang dia alami dan yang sesuai dengan dirinya.
Maka,
dalam keadaan tersebut, terdapat dua hal; Pertama, agar dia tidak dikalahkan
oleh sifat berharap dalam dirinya dan tertipu dengan daya upaya Allah yang
dapat menyebabkan dia binasa; Kedua, agar hamba tersebut tidak menyekutukan
Tuhannya Azza wa Jalla dengan sesuatu pun selain-Nya. Karena, tidak seorang pun
ma’sum di dunia ini, selain para Nabi, khususnya Nabi Muhammad SAW. Jadi, Allah
SWT tidak mengabulkan atau tidak menepati (permohonannya) agar dia tidak
meminta seperti biasanya dan menginginkan sesuatu yang biasa terjadi, dan bukan
pula karena sekadar mengikuti perintah-Nya. Sebab, dalam keadaan ini terdapat
unsur syirik. Dan, syirik adalah dosa besar dalam semua keadaan, dalam semua
rahasia maqam, dan dalam seluruh ajaran (para nabi) terdahulu.
Adapun,
jika permohonan tersebut merupakan suatu perintah, maka hal tersebut adalah
sesuatu yang dapat menambah kedekatan kepadanya, misalnya shalat, puasa dan
selainnya dalam ibadah fardhu ataupun sunnah. Karena, pada keadaan ini, seorang
hamba sebenarnya adalah seorang yang sedang mengikuti perintah-Nya (bukan
mengikuti nafsunya).”
Syekh
Abdul Qadir Al-Jailani dalam kitab Fathu Rabbani
OBAT HATI DARI SYEKH ABDUL QADIR JAILANI
“Hati itu berkarat kecuali apabila pemiliknya rajin
merawatnya seperti yang disebutkan oleh sabda Rasulullah SAW, “Sesungguhnya
hati itu dapat berkarat dan yang dapat menggosok (karat itu) adalah dengan
membaca Al-Qur’an dan mengingat kematian serta menghadiri majelis-majelis dzikir.”
Hati itu hitam karena cintanya yang begitu besar oada dunia
dan rakus terhadapnya, tanpa sifat wara’ sedikitpun. Sebab, barangsiapa yang
hatinya telah dikuasai oleh kecintaan pada dunia,
maka wara’-nya akan hilang. Ia akan terus kumpulkan dunia itu, baik dari sumber
yang halal maupun yang haram. Ia tidak mampu lagi membedakannya, tak lagi punya
rasa malu. Dan muraqabah-nya kepada Allah Azza wa Jalla akan hilang.
Wahai kaum Muslimin, terimalah apa yang disampaikan oleh Nabi kalian itu, dan bersihkan kembali karat hati kalian dengan resep yang telah diberikan oleh beliau. Seandainya seorang dari kalian mengidap suatu penyakit, lalu seorang dokter memberinya resep sebagai obatnya, tentu ia tidak akan merasa nyaman hidupnya sebelum memakan obat itu bukan?”
Wahai kaum Muslimin, terimalah apa yang disampaikan oleh Nabi kalian itu, dan bersihkan kembali karat hati kalian dengan resep yang telah diberikan oleh beliau. Seandainya seorang dari kalian mengidap suatu penyakit, lalu seorang dokter memberinya resep sebagai obatnya, tentu ia tidak akan merasa nyaman hidupnya sebelum memakan obat itu bukan?”
--Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam Fath
Rabbani
HINDARI
CINTA BERTEPUK SEBELAH TANGAN
Syekh
Abdul Qadir Al-Jailani mengatakan, “Syarat cinta adalah engkau mempunyai
keinginan bersama Dzat Yang kaucintai. Lalu, engkau tak berpaling dari-Nya,
baik karena dunia, akhirat ataupun makhluk. Kecintaan kepada Allah bukanlah
sesuatu yang ringan sehingga bisa diklaim oleh setiap orang. Betapa banyak
orang yang mengklaim cinta kepada Allah, tetapi justru jauh dari-Nya? Begitu
banyak orang yang tidak mengklaim cinta kepada Allah, tetapi justru ada di sisi-Nya?
Maka,
janganlah meremehkan seorang Muslim pun, sebab berbagai rahasia Allah tersebar
pada mereka. Bersikaplah tawadhu dan jangan bersikap takabur atas hamba-hamba
Allah. Sadarilah kelalainmu! Sebab engkau tidak lain kecuali berada dalam
kelalaian yang sangat parah; seolah-olah shirat benar-benar telah terperikan
dan tergambarkan pada dirimu dan seolah-olah engkau telah melihat tempatmu di
surga. Ini sebuah keterpedayaan yang sangat luar biasa.”
--Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam Fath Ar-Rabbani
UNTUK DIRENUNGKAN
Dzu Nun
Al-Mishri mengatakan,”Kerusakan manusia itu muncul karena enam perkara, yakni:
1) Niat yang lemah untuk beramal demi akhirat; 2) Terperangkap oleh syahwat; 3)
Banyak angan-angan, meskipun ajal sudah semakin dekat; 4) Mengutamakan kepuasan
kepada makhluk daripada ridha Allah; 5) Selalu menuruti hawa nafsu dan
mengesampingkan Sunnah Nabi; 6) Menjadikan kesalahan-kesalahan kecil kaum Salaf
sebagai hujjah, tetapi mengubur kelebihan dan kemuliaan mereka yang sangat
banyak.”
--Dikutip dari kitab Fathu Rabbani—
--Dikutip dari kitab Fathu Rabbani—
TANGISI DIRIMU, SEKARANG JUGA!
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani
mengatakan, “Allah yang paling berhak menjadi tumpahan harapan dan rasa takut.
Bahkan, sekalipun Dia tak menciptakan surga dan neraka. Taatlah karena Allah
semata! Bukan karena harapan pahala-Nya dan takut terhadap siksa-Nya!
Mentaati-Nya adalah melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-larangan-Nya, serta menerima segala takdir-Nya. Maka, bertobatlah kepada-Nya. Merataplah di hadapan-Nya. Tunjukkanlah kehinaan dirimu dengan cucuran air mata dan tangisan kalbumu!
Mentaati-Nya adalah melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-larangan-Nya, serta menerima segala takdir-Nya. Maka, bertobatlah kepada-Nya. Merataplah di hadapan-Nya. Tunjukkanlah kehinaan dirimu dengan cucuran air mata dan tangisan kalbumu!
Menangis adalah ibadah, karena itu
merupakan bentuk kehinaan diri di hadapan-Nya, Jika kalian mati dengan membawa
tobat, niat tulus dan amal shaleh, maka Alllah Azza wa Jalla akan menyelamatkan
kalian!”
--Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam Fath
Ar-Rabbani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar