Tanpa
disadari tidak sedikit diantara kita yang mengembangkan pola pikir hitam-putih.
Positif dan negatif secara kurang proporsional dalam memandang dan menilai
semua fenomena hidup. Parameter yang digunakan seperti fenomena waktu siang dan
malam. Terang dan gelap.
Semua kenyataan hidup yang dirasakan sebagai sesuatu yang kurang menyenangkan,
apalagi menyusahkan yang mengalirkan air mata, maka hal itu dipandang sebagai
hal yang negatif murni. Banyak contoh yang bisa dikemukakan. Sakit misalnya.
Apalagi jika sakitnya parah dimana badan tergolek tidak berdaya serta
membutuhkan banyak pengeluaran biaya. Juga kenyataan hidup yang lain, seperti
keterbatasan ekonomi, kebangkrutan usaha, sulit mendapatkan pekerjaan dan
sebagainya.
Sebaliknya semua kenyataan hidup yang dirasakan menyenangkan, maka secara
otomatis dipandang dan disikapi sebagai sesuatu yang positif. Hidup makmur
serba kecukupan. Sehat terus menerus karena dukungan ekonomi cukup dan
sejenisnya.
Bahwa kesempitan merupakan sesuatu yang menyulitkan benar adanya. Bahwa
kelapangan hidup merupakan sesuatu yang membahagiakan, benar pula adanya. Hanya
kalau berfikir bahwa kesempitan itu pasti ketidak-baikan. Sedang kelapangan
pasti kebaikan. Jelas kurang proporsional. Ketahuilah dalam persepektif
keselamatan di alam akhirat, keduanya-duanya bisa merupakan kebaikan dan bisa
pula merupakan ketidak-baikan. Baik atau tidak baik, tolok ukurnya bukan pada
fenomenanya. Tapi penyikapan manusianya atas fenomena yang dialami. Orang-orang
yang berada dalam kesempitan, bisa positif jika penyikapannya positif.
Sebaliknya kelapangan, bisa berbuah negatif jika penyikapannya negatif.
Sederhana untuk mengukur apakah kesempitan dan kelapangan berbuah negatif atau
positif. Jika kesempitan dan kelapangan makin membuat seseorang makin dekat
dengan Alloh. Makin taat dan bertakwa kepada-Nya. Itulah tanda bahwa kesempitan
dan kelapangan berbuah positif. Sebaliknya kesempitan dan kelapangan berbuah
negatif jika membuat seseorang makin jauh dari-Nya. Banyaknya diantara manusia
mencari kelapangan untuk banyak tertawa. Sebaliknya berusaha menghindari
kesempitan dalam bentuk apapun agar terhindar dari berurai air mata. Padahal
keduanya laksana siang dan malam yang selalu diperputarkan oleh Alloh pada
setiap manusia. Tidak ada manusia yang bisa bahagia selamanya. Meskipun dia
kaya-raya dan berkuasa sekalipun. Dan tidak ada pula manusia yang menangis terus-menerus
meski hidupnya paling miskin sekalipun.
Ketauhilah oleh kita semua bahwa lapang dan sempit merupakan media kasih
sayang-Nya kepada hamba-hamba-Nya. Dengan kelapangan dan kesempitan,
sesungguhnya Alloh berkehendak agar hamba-Nya selamat di negeri akhirat.
Adakalanya Alloh menghadirkan kelapangan agar hamba-Nya banyak bersyukur
kepada-Nya. Adakalanya Alloh menghadirkan kesempitan agar hamba-Nya kembali
mengingat-Nya. Masukkan kedalam hati sebagai hikmah firman-Nya ini,” Dan Kami
bagi-bagi mereka di dunia ini menjadi beberapa golongan; di antaranya ada
orang-orang yang saleh dan di antaranya ada yang tidak demikian. Dan Kami coba
mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar
mereka kembali (kepada kebenaran).” (QS : Al A’Roof (7) : 168).
Sangat jelas Alloh memberitahu manusia dalam firman-Nya itu. Nikmat dan
bencana. Kelapangan dan kesempitan, Alloh yang menghadirkan. Kedua-duanya,
tujuannya satu dan sama, yaitu agar manusia kembali kepada kebenaran. Kembali
kepada jalan yang diridhoi-Nya.
Hanya sayang manusia sering terhalang oleh nafsu dalam dirinya untuk jernih
dalam memahami maksud baik Tuhan-Nya. Ketika dalam kesempitan, sering jatuh
kepada keluh kesah dan berputus asa. Sebaliknya ketika terbuka pintu-pintu
kelapangan, sering lepas kendali lalu banyak bermaksiat serta lupa kepada
Tuhan-Nya.
Kalau selama ini ada diantara kita yang menggunakan kacamata hitam putih dalam
menilai kesempitan dan kelapangan hidup, maka rasanya mulai sekarang mesti kita
koreksi ulang. Sempit dan lapang mesti kita sikapi secara arif dan bijaksana.
Saat dalam kesempitan selami dengan perenungan yang dalam. Mencari makna dan
hikmah yang hendak Alloh anugrahkan kepada diri dan keluarga dengan kesempitan
itu. Mungkin kita perlu introspeksi diri atas perbuatan dan perilaku diri
selama ini. Mungkin Alloh bekehendak mengingatkan, menegur agar kita kembali
Kepada jalan-Nya. Seperti orang tua yang menjewer telinga anaknya karena nakal.
Orang tua bermaksud baik agar anaknya meninggalkan perbuatan jeleknya. Mungkin
Alloh menegur kita agar kita menjadi orang yang bertakwa.
Demikian pula jika Alloh menghadirkan kelapangan dalam kehidupan kita. Sadari
bahwa kelapangan itu bukan menjadi pengantar kita menjadi bebas merdeka,
laksana burung terbang di angkasa. Bisa hidup semau-maunya. Kelapangan itu
merupakan media-Nya agar diri memperbanyak syukur kepada-Nya. Menggunakan
kelapangan untuk media banyak beribadah kepada-Nya dan banyak berbuat baik
kepada sesama. Gunakan kelapangan untuk menumpuk kebaikan sebanyak-banyaknya.
Kabaikan yang akan menjadi bekal perjalanan pulang menghadap kepada-Nya.
Saudaraku, dalam hidup kekinian kita di muka bumi, sejujurnya tidaklah mudah
untuk menjadi hamba-Nya yang bisa berendah hati atas segala keputusan-Nya.
Yaitu hamba yang selalu berhusnudhon, berbaik sangka kepada-Nya. Hamba yang mau
mengambil pelajaran dan hikmah atas setiap keputusan-Nya. Tantangannya adalah
arus kehidupan yang berputar deras, skenario naskahnya banyak ditulis dan
disutradarai oleh manusia-manusia yang ingkar kepada-Nya. Dunia kita ini
dikuasai oleh para penganut faham materialisme dan hedonisme. Mereka melalui
penguasaan ilmu, media dan informasi, terus-menerus menggiring kita untuk
menganut pola pikir yang sama dengan mereka. Pola pikir yang menjadikan kenikmatan
duniawi sebagai dewanya. Kitapun, jika tidak berhati-hati, makin menjauh dari
referensi Al Qur’an dan Sunnah Nabi SAW dalam menyikapi segala sesuatu dalam
kehidupan.
Alangkah indah dan damainya hati ini andai diri menyadari sepenuhnya bahwa diri
ini dihidupkan, bukan hidup sendiri. Lalu menyadari bahwa diatas kehidupan kita
ada Sang Maha Pengatur yang mengatur semua fenomena-fenomena yang mesti kita
jalani. Dengan kesadaran itu, kita akan menjadi manusia yang bisa selalu
berbaik sangka kepada-Nya atas semua ketentuan-Nya. Dan baik sangka kita itu
akan menjadi pintu terbukanya berbagai hikmah yang memperkaya ruhaniyah kita.
Juga memperberat pundi-pundi catatan pahala amal kebaikan disisi-Nya.
Dengan kesadaran semacam itu, maka kita akan mampu membangun pola pikir positif
atas semua pengalaman dalam hidup. Sempit dan lapang bisa dipersepsi sama
baiknya bagi kemaslahatan diri. Kalaupun sempit disikapi laksana minum obat
dikala sakit. Minum obat rasanya pahit. Tapi justru untuk tujuan penyembuhan. Ketika
lapang tidak lalu menjadikan diri lupa daratan. Justru ketika lapang hati makin
mawas diri. Makin menyadari bahwa dalam kelapangan tantangannya justru jauh
lebih besar dibanding kesempitan. Dalam kelapangan hati dan pikiran bisa lebih
mudah untuk tenggelam dalam kelalaian.
Akhirnya mari kita memohon kepada Alloh,” Semoga diri dan keluarga kita semua
dikaruniai kekuatan dan ketetapan hati agar senantiasa bisa selalu berbaik
sangka kepada-Nya dalam segala keadaan baik sempit maupun lapang. Semoga kelak
kita dan keluarga saat kembali kepada-Nya termasuk kedalam golongan orang-orang
yang ikhlas dan sabar.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar