Syekh Abdul Qadir Al-Jailani pernah ditanya muridnya tentang al-khathir
(bisikan jiwa), lalu beliau menjawab:
“Memang apa yang engkau ketahui tentang al-khathir? Al-khathir itu bisa berasal
dari setan, bisa berasal dari tabiat buruk, bisa pula berasal dari hawa nafsu
dan dunia. Perhatianmu akan dicurahkan kepada apa yang dianggap penting. Dan,
ingatlah bahwa sebenarnya bisikan jiwa yang datang kepadamu juga selalu
berhubungan dengan perhatianmu.
Sedangkan bisikan
jiwa (al-khathir) yang berasal dari Allah SWT tidak akan datang, kecuali kepada
kalbu yang kosong dari selain Allah SWT. Contohnya seperti firman-Nya saat
menjelaskan tentang sikap Nabi Yusuf a.s. Allah SWT berfirman, “Aku memohon
perlindungan dari Allah daripada mengambil (menahan) seorang, kecuali orang
yang kami ketemukan harta benda kami padanya,” (QS Yusuf: 79)
Jika engkau banyak
menyebut nama Allah, tentu saja kalbumu akan penuh dengan al-khathir yang
berasal dari Allah karena engkau dekat dengan-Nya. Sedangkan al-khathir yang
berasal dari setan, hawa nafsu, dan dunia akan menjauh darimu.
Sekali lagi
ditegaskan bahwa ada khathir yang berasal dari dunia, ada khathir yang berasal
dari akhirat, ada khathir yang bersumber dari al-mulk (kerajaan Allah), ada
yang berasal dari hawa nafsu, ada yang berasal dari kalbu dan ada yang berasal
dari Allah Yang Mahabenar (Al-Haqq).
Wahai orang yang
berada di jalan kebenaran, yang engkau perlukan adalah membuang dan mengusir
semua al-khathir tersebut dan merasa tentram dengan hanya satu kehadiran
khathir saja, yakni khathir yang berasal dari Allah Yang Mahabenar (Al-Haqq).
Jika engkau berpaling
dan mengabaikan khathir yang berasal dari nafsu, setan dan dunia, maka engkau
akan dihampiri oleh khathir yang berasal dari akhirat, kemudian disusul pula
dengan kehadiran khathir yang berasal dari al-mulk (kerajaan Allah), akhirnya
pada puncaknya, engkau akan merasakah kehadiran khathir dari Allah Yang
Mahabenar (Al-Haqq).
Jika kalbumu bening
dan jernih, maka ia akan berdiri menghadang dan mengintrogasi setiap khathir
yang datang kepadanya. “Kamu khathir yang mana? Berasal darimana?” maka khathir
itu akan menjawab, “Aku adalah khathir begini dan begitu. Aku khathir yang
berasal dari Allah yang Mahabenar (Al-Haqq). Aku adalah pemberi nasihat dan
pecinta. Allah Al-Haqq mencintaimu. Aku adalah utusan. Aku adalah jatah
(bahagian) dari hal nubuwwah (sebagian kecil dari karunia Allah yang
dianugerahkan kepada nabi).”
--Syekh Abdul Qadir
Al-Jailani dalam Mawa’izh Asy-Syekh Abdul Qadir Al-Jailani
BELAJAR ILMU IKHLAS
Allah SWT berfirman, "Mereka tidak diperintahkan kecuali hanya untuk
beribadah kepada Allah dengan penuh keikhlasan di dalam menjalankan ajaran
agama.”(QS Al-Bayyinah: 5)
Keikhlasan merupakan inti dan ruh ibadah. Sebagaimana apa yang
dikatan Ibnu Hazm, niat adalah rahasia peribadatan. Kedudukan niat terhadap
amal adalah sama dengan kedudukan ruh terhadap jasad. Karena itu, mustahil jika
suatu ibadah hanya berupa amalan yang tidak ada ruhnya sama sekali, seperti jasad tak bernyawa. Allah berfirman
"Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia
mengerjakan amal yang soleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam
beribadah kepada Tuhannya”. (QS Al-Kahfi : 110)
Secara bahasa, ikhlas
berasal dari kata ‘khalasha’, yang berarti kejernihan dan hilangnya segala
sesuatu yang mengotorinya.
Maka, kata ikhlas menunjukkan kepada sesuatu yang jernih, bersih dan bebas dari
campuran dan kotoran.
Para ulama
mendefinisakan khalas sebagai berikut:
Ikhlas adalah “Amal yang dilakukan hanya karena Allah, tidak untuk selain
Allah”
“Keikhlasan itu adalah berusaha melindungi amal yang dilakukan dari pengetahuan
makhluk termasuk dari pengetahuan dirimu sendiri….”
Fudhail bin Iyadh
berkata:
“Meninggalkan amal karena manusia itu adalah riya’, beramal karena manusia itu
syirik. Ikhlas itu adalah engkau beramal dan engkau dilindungi Allah dari kedua
keadaan tadi.”
Ya’qub Al Makhfuf
berkata:
“Orang yang ikhlas adalah yang menyembunyikan kebaikannya sebagaimana ia menyembunyikan
keburukannya.”
Dalam kitab Ihya’ Ulumiddin, Imam Al Ghazali mengutip ungkapan Sahl bin
Abdullah At Tusturi ketika ditanya :
“Apakah yang paling berat dilakukan oleh jiwa?”
Ia mengatakan:
“Keikhlasan, karena jiwa tidak mempunyai bahagian untuk mengendalikannya.”
Semoga bermanfaat!
MAKNA SEBUAH UJIAN BAGI SEORANG MUSLIM.
Allah menguji hamba-Nya dengan dua bentuk ujian,berupa NIKMAT
(kesenangan) dan BENCANA (keburukan) .Banyak orang yang bisa tabah di saat
menghadapi ujian berupa kesulitan ,tetapi banyak yang terlena dan lalai saat di
uji dengan kesenangan.
Oleh karenanya BERSABAR dan BERSYUKUR adalah KUNCI segala
galanya.
Alangkah indahnya bila kita dapat memahami hakekat sebuah ujian
yang datang kepada kita semua.
UJIAN AKAN MENGHAPUS DOSA-DOSA KITA
Sabda Rasululloh shalallahu'alaihi wa sallam : Tidaklah sesuatu
yang menimpa seorang muslim,baik itu penyakit biasa maupun penyakit menahun
,kegundahan dan kesedihan,atau hanya duri duri yang menusuknya,kecuali Allah
akan menghapus semua kesalahannya dengan semua penderitaan yang telah ia alami.
(HR.Bukhari)
UJIAN AKAN MENGANGKAT DERAJAT
Rasulullah bersabda :
" Jika Allah menginginkan atas diri hamba-Nya suatu
kebaikan,maka Allah akan mempercepat baginya cobaan di dunia.Dan jika Allah
menginginkan atas diri hamba-Nya keburukan,maka DIA akan menahan cobaan
tersebut dengan semua dosanya hingga dia menebusnya pada hari kiamat."
(HR.Tirmidzi).
(HR.Tirmidzi).
Sungguh Allah telah menjanjikan sesuatu yang agung bagi mereka
yang mampu bersabar atas ujian yang menimpanya.
" Dan berilah kabar gembira kepada orang orang yang sabar
yaitu orang orang yang apabila di timpa musibah,mereka berkata (innalillahi wa
inna illaihi rojiun).Mereka itulah orang yang memperoleh ampunan dan rahmat
dari Tuhan nya,dan mereka itulah orang orang yang mendapat petunjuk."
(QS.Al-Baqarah : 155-157).
Semoga kita dapat mengambil pengetahuan yang bermanfaat dan
bernilai ibadah.
Aamiin ya Robbal'alamiin...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar