Sahabat yang dimuliakan oleh ALLAH SWT, Menikah merupakan salah
satu Sunnah Rosul yang sangat dianjurkan, untuk membangun keluarga sakinah
adalah dambaan setiap insan. Namun, sebelum menikah, seorang anak, baik
laki-laki maupun perempuan mempunyai kewajiban yang besar kepada kedua orang
tuanya, terutama kepada ibundanya.
Apabila anak perempuan menikah, maka dia akan menjadi hak suami.
Ayah dan Ibunya tidak lagi memiliki hak atas perempuan tersebut. Namun, bagi
anak laki-laki, kewajiban berbakti kepada ibu tidak akan hilang begitu saja.
Sehingga meski sudah memiliki istri dia tetap menjadi hak Ibunya.
Mengapa adanya perbedaan hak ibu terhadap anak laki-lakinya yang
telah menikah? Lantas bagaimana pula seharusnya anak laki-laki memperlakukan
ibunya setelah menikah, di samping tetap mewujudkan keluarga bersama istri dan
anak-anak? Simak ulasan berikut.
***
Secara khusus atau dengan sangat istimewa, Islam menekankan hak
ibu kepada anak laki-laki kandungnya. Mengapa terhadap anak perempuan
kandungnya tidak? Karena anak perempuan dilepas setelah diperistri seseorang.
Sedangkan anak laki-laki tidak bisa lepas, walaupun ia sudah beristri.
Dengan demikian, pengabdian anak laki-laki kepada ibu kandungnya
tidak putus. Tetapi pengabdian anak perempuan putus dan beralih kepada
suaminya. Karena itu, anak laki-laki lebih terikat kepada ibunya. Sementara
anak perempuan terlepas ikatan pengabdiannya kepada ibunya sendiri.
Laki-laki wajib membelanjai istri dan anaknya serta wajib terus
memperhatikan nasib ibu kandungnya. Anak laki-laki yang dewasa, lalu menikah,
ibunya lebih berkuasa terhadap dirinya dari pada istrinya. Karena ibu lebih
berhak kapada anak laki-laki kandungnya, maka anak tersebut harus berusaha
menjaga perasaan ibunya.
Lantas, bagaimana jika kebutuhan istri dan kebutuhan ibu
bersamaan waktunya? Bila kepentingan makan dan minum istri sudah terpenuhi,
lalu istri punya keperluan lain yang tidak pokok, maka yang wajib didahulukan
adalah kepentingan ibu.
Demikianlah hak ibu kepada anak laki-laki kandungnya. Jadi istri harus
menyadari bahwa kepentingan ibu kandung suaminya adalah kepentingan yang hampir
mutlak kepada si anak. Karena suami masih memiliki kewajiban kepada ibunya.
Jika seorang istri tidak menyadari aturan Islam seperti ini,
maka hubungan suami dan istri bisa saja berjalan tidak baik. Oleh sebab itu,
disarankan kepada para istri untuk memahami ilmu agama. Ketika melihat suaminya
begitu taat kepada ibu kandungnya, seorang istri harus meridhoinya.
Keistimewaan seorang ibu juga tergambar dari hadist Rasulullah SAW. Dari Abu
Hurairah r.a. berkata, Ada seseorang yang datang menghadap Rasulullah dan
bertanya:
“Ya Rasulallah, siapakah orang yang lebih berhak dengan
kebaikanku?” Jawab Rasulullah, “Ibumu.” Ia bertanya lagi, “Lalu siapa?”
Jawabnya, “Ibumu.” Ia bertanya lagi, “Lalu siapa?” Jawabnya, “Ibumu.” Ia
bertanya lagi, “Lalu siapa?” Jawabnya, “Ayahmu.” (Bukhari, Muslim, dan Ibnu
Majah)
Ada seseorang yang datang, disebutkan namanya Muawiyah bin
Haydah r.a., bertanya: “Ya Rasulallah, siapakah orang yang lebih berhak dengan
kebaikanku?” Jawab Rasulullah saw: “Ibumu.” Dengan diulang tiga kali pertanyaan
dan jawaban yang sama.
Pengulangan kata “ibu” sampai tiga kali menunjukkan bahwa ibu lebih berhak atas
anaknya dengan bagian yang lebih lengkap, seperti al-bir (kebajikan), ihsan
(pelayanan). Ibnu Al-Baththal mengatakan bahwa ibu memiliki tiga kali hak lebih
banyak daripada ayahnya. Karena kata ‘ayah’ dalam hadits disebutkan sekali
sedangkan kata ‘ibu’ diulang sampai tiga kali.
Hal ini dapat dipahami dari kondisi ibu ketika hamil,
melahirkan, menyusui. Tiga hal ini hanya bisa dikerjakan oleh ibu, dengan
berbagai penderitaannya, kemudian ayah menyertainya dalam tarbiyah, pembinaan,
dan pengasuhan. Hal itu diisyaratkan pula dalam firman Allah SWT Surat Luqman
ayat 14.
“Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua
orang ibu- bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun—selambat-lambat waktu
menyapih ialah setelah anak berumur dua tahun—bersyukurlah kepadaKu dan kepada
dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu”.
Allah menyamakan keduanya dalam berwasiat, namun mengkhususkan ibu dengan tiga
hal yang telah disebutkan di atas. Sementara itu, Imam Ahmad dan Bukhari
meriwayatkan dalam Al-Adabul Mufrad, demikian juga Ibnu Majah dan Al Hakim
menshahihkannya dari Al-Miqdam bin Ma’di Kariba, bahwa Rasulullah saw.
bersabda:
“Sesunguhnya Allah swt. telah berwasiat kepada kalian tentang
ibu kalian, kemudian berwasiat tentang ibu kalian, kemudian berwasiat tentang
ibu kalian, kemudian berwasiat tentang ayah kalian, kemudian berwasiat tentang
kerabat dari yang terdekat.”
Hal ini memberikan kesan untuk memprioritaskan kerabat yang didekatkan dari
sisi kedua orang tua daripada yang didekatkan dengan satu sisi saja.
Memprioritaskan kerabat yang ada hubungan mahram daripada yang tidak ada
hubungan mahram, kemudian hubungan pernikahan.
Ibnu Baththal menunjukkan bahwa urutan itu tidak memungkinkan
memberikan kebaikan sekaligus kepada keseluruhan kerabat. Dari hadits ini dapat
diambil pelajaran tentang ibu yang lebih diprioritaskan dalam berbuat kebaikan
dari pada ayah.
Hal ini dikuatkan oleh hadits Imam Ahmad, An-Nasa’i, Al-Hakim yang
menshahihkannya, dari Aisyah r.a. berkata: “Aku bertanya kepada Nabi Muhammad
saw., siapakah manusia yang paling berhak atas seorang wanita?” Jawabnya,
“Suaminya.” “Kalau atas laki-laki?” Jawabnya, “Ibunya.”
Demikian juga yang diriwayatkan Al-Hakim dan Abu Daud dari Amr
bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya, bahwa ada seorang wanita yang bertanya:
“Ya Rasulallah, sesungguhnya anak laki-lakiku ini, perutku
pernah menjadi tempatnya, air susuku pernah menjadi minumannya, pangkuanku
pernah menjadi pelipurnya. Dan sesungguhnya ayahnya menceraikanku, dan hendak
mencabutnya dariku.” Rasulullah saw. bersabda, “Kamu lebih berhak daripada
ayahnya, selama kamu belum menikah.”
Maksudnya menikah dengan lelaki lain, bukan ayahnya, maka wanita
itu yang meneruskan pengasuhannya, karena ialah yang lebih spesifik dengan
anaknya, lebih berhak baginya karena kekhususannya ketika hamil, melahirkan,
dan menyusui.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi sahabat agar lebih mengetahui kewajiban anak
laki-laki kepada orangtuanya meskipun sudah menikah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar