“Dan orang-orang yang
berjihad untuk (mencari) keridhaan Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada
mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang
yang berbuat baik.” (Qs. Al-Ankabut : 69).
Diriwayatkan dari Abu
Sa’id al-Khurdry, (Sa’id bin Malik bin Sanan al-Nashari al-Kahzrajy (10.sH – 74
H/613 -693 M), seorang sahabat Rasulullah saw. Ikut berperang duabelas kali,
dan meriwayatkan 1170 hadis. Meninggal di Madinah). Bhawa ketika Rasulullah
saw. ditanya mengenai jihad terbaik, beliau menjawab, “Adalah perkataan yang
adil yang disampaikan kepada seorang pengausa yang zalim.” (Qs. Hr. Tirmidzi,
Abu Dawud dan Ibnu Majah). Mka air mata berlinang dari kedua mata Abu Sa’id
ketika mendengar hal ini.
Syeikh Abu Ali
ad.-Daqqaq r.a. berkata : “Barangsiapa menghiasai lahiriahnya dengan mujahadah,
Allah akan memperindah rahasia batinnya melalui musyahadah. Siapa yang
permulaannya tidak memiliki mujahadah dalam tharikat ini, ia tidak akan menemui
cahaya yang mencar darinya.”
Abu Utsman al-Maghriby
mengatakan : “Adalah kesalahan besar bagi seseorang membayangkan bahwa dirinya
akan mencapai sesuatu di jalan-Nya atau bahwa sesuatu di jalan-Nya akan
tersingkap baginya, tanpa bermujahadah.”
Syeikh Abu Ali
ad-Daqqaq r.a. menegaskan : “Orang yang tidak berdiri dengan mantap di awal
perjalanan spiritualnya tidak akan diizinkan beristirahat pada akhir
perjalanannya.” Dikatakannnya pula, “Gerak adalah suatu berkat.” Dan katanya
kemudian, “Gerakan-gerakan dzahir akan melahirkan barakah-barakah batin.”
As- Sary berkata :
“Wahai kaum muda, tekunlah kalian, sebelum kamu sekalian menginjak usia seperti
diriku, sehingga kalian lemah dan lengah seperti diriku.” Padahal pada saat itu
tidak seorang pun di antara para pemuda yang mampu menyejajari langkah as-Sary
dalam bidang ibadat.
Saya mendengar
al-Hasan al-Qazzaz berkata : “Jangan makan kecuali amat lapar, jangan tidur
kecuali amat kantuk, jangan bicara kecuali dalam keadaan darurat.”
Ibrahim bin Adham
mengatakan : “Seseorang akan baru mencapai derajat kesalehan, sesudah melakukan
enam hal : (1) Menutup pintu bersenang-senang dan membuka pintu penderitaan;
(2) Menutup pintu keangkuhan dan membuka pintu kerendahan hati; (3) Menutup
pintu istirahat dan membuka pintu perjuangan; (4) Menutup pintu tidur dan
membuka pintu jaga; (5) Menutup pintu kemewahan dan membuka pintu kemiskinan;
(6). Menutup pintu harapan duniawi dan membuka pintu persiapan menghadapi
kematian.”
Abu Amr bin Nujayd
berkata : “Barangsiapa menghargai hawa nafsunya berarti meremehkan agamanya dan
pendengarannya.”
Abu Ali ar-Rudzbary
mengatakan : “Apabila seorang Sufi – sesudah lima hari kelaparan – berkata :
“Aku lapar.” Kirimlah ia ke pasar untuk mencari nafkah. Prinsip mujahadah pada
dasarnya adalah mencegah jiwa dari kebaisaan-kebiasaannya dan memaksanya
menentang hawa nafsunya sepanjag waktu.”
Jiwa; mempunyai dua
sifat yang menghalangi dalam mencapai kebaikan; keberlarutan dalam memuja hawa
nafsu dan penolakan pada tindak kepatuhan. Manakala jiwa menunggang nafsu, maka
Anda harus mengendalikannya dengan kendali takwa. Manakala jiwa bersikukuh
menolak untuk selaras dengan kehendak Tuhan, maka Anda harus mengendalikannya
agar menolak hawa nafsunya. Manakala Jiwa bangkit memberontak, maka Anda harus
mengendalikan keadaan ini. Tiada satu hal pun yang berakibat lebih utama selain
sesuatu yang muncul menggantikan kemarahan yang kekuatannya telah dihancurkan
dan yang nyalanya telah ddipadamkan oleh akhlak mulia. Manakala jiwa menemukan
kemanisan dalam anggur kecongkakan, niscaya ia akan merana bila
tidak sanggup menunjukkan kemampuannya dan menghiasai perbuatan-perbuatannya
kepada siapapun yang melihatnya. Orang harus memutuskannya dari kecenderungan
seperti ini dan menyerahkannya pada hukuman kehinaan yang akan datang tatkala
diingatkan akan hargadirinya yang rendah, asal-usulnya yang hina dan
amal-amalnya yang emnijikan. Perjuangan kaum awam berupa pelaksanaan
tindakan-tindakan; tujuan kaum khawash adalah menyucikan keadaan spiritual
mereka. Bertahan dalam lapar dan jaga, adalah sesuatu yang mudah.
Sedangkan membina akhlak dan membersihkan semua hal negatif yang melekat
padanya, sangatlah sulit.
Satu dari sekian sifat
jiwa yang merugikan dan paling sulit dilihat adalah ketergantungannya pada
pujian manusia. Orang yang bermental seperti ini berarti menyangga beban langit
dan bumi dengan satu alisnya. Satu pertanda yang mengisyaratkan mental seperti
ini adalah apabila pujian orang tidak diberikan kepadanya, niscaya ia menjadi
pasif dan pengecut.
Dikabarkan bahwa Abu
Muhammad al-Murta’isy berkata : “Aku berangkat haji berkali-kali seorang diri.
Pada suatu ketika aku menyadari bahwa segenap upayaku terkotori oleh
kegembiraanku dalam melakukannya. Hal ini kusadari saat ibu memintaku menarikan
sguci air untuknya. Jiwaku merasakan hal ini sebagai beban yang berat. Saat
itulah aku mengetahui bahwa apa yang kusangka merupakan kepatuhan kepada Allah
swt. dalam hajiku selama ini tidak lain hanyalah kesenanganku semata, yang
datang dari kelemahan dalam jiwa, karena apabila nafsuku sirna, niscaya tidak
akan mendapati tugas kewajibanku sebagai suatu yang memberatkan dalam hukum syaritat.”
Pada suatu ketika
seorang wanita lanjut usia ditanya mengenai keadaan ruhaninya. Ia menjawab :
“Semasa Muda, aku berpikir bahwa keadaan-keadaan ruhani itu berasal dari
kekuatan dan semangat yang tak kujumpai saat ini, ketika sudah tua, semua itu sirna
sudah.”
Dzun Nuun al-Mishry
berkata : “Penghormatan yang Allah berkenan memberikannya kepada seorang hamba,
maka Allah menunjukkan kehinaan dirinya, penghinaan yang Allah berkenan
menimpakannya kepada seorang hamba, maka Allah menyembunyikan kehinaan dirinya
dari pengetahuan akan kehinaan itu sendiri.”
Ibrahim bin Khawwas
menegaskan : “Aku tidak menghadapi seluruh ketakutanku, kecuali secara langsung
menghadapinya dengan menungganginya.”
Muhammad bin Fadhl
mengatakan : “Istirahat total adalah kebebasan dari keinginan hawa nafsu.”
Saya mendengar Abu Ali
ar.Rudzbary berkata : “Bahaya yang menimpa manusia datang dari tiga hal :
Kelemahan watak, keterpakuan pada kebiasaan, dan mempertahankan teman yang
merusak.” Saya bertanya kepadanya, “Apakah kelemahan watak itu?” Ia menjawab.
“Mengkonsumsi hal-hal-yang haram.” Lalu saya tanyakan : “Apakah keterpakuan
pada kebiasaan itu?” Ia berkata : “Memandang dan mendengarkan segala sesuatu
yang haram dan melibatkan diri dalam firnah.” Saya bertanya : “Apakah mempertahankan
teman yang merusak itu? Dijawabnya : “Itu terjadi ketika Anda
menuruti hasrat nafsu dalam diri, lalu diri Anda mengikutinya.”
An-Nashr Abadzy
mengatakan : “Penjara adalah jiwa Anda. Apabila Anda melepaskan diri darinya,
niscaya akan sampai pada kedamaian.” Ia juga berkata : “Aku mendengar Muhammad
al-Farra’ berkisah bahwa Abul Husain al-Warraq mengatakan : “Ketika kami
memulai menempuh jalan-Nya lewat Tasawuf di Masjid Abu Utsman al-Hiry, praktek
terbaik yang kami lakukan adalah bahwa kami mempriorotaskan kemudahan bagi
orang lain; kami tidak pernah tidur dengan menyimpan sesuatu tanpa
disedekahkan; kami tidak pernah menuntut balas kepada seseorang yang
menyinggung hati kami, bahkan kami selalu memaffkan tindakannya dan bersikap
rendah hati kepadanya; dan jika kami memandang hina seseorang dalam hati kami,
maka kami akan mewajibkan diri kami untuk melayaninya sampai perasaan memandang
hina itu lenyap.”
Abu Ja’far berkata :
“Nafsu, seluruhnya gelap gulita, peliatanya adalah batinnya. Cahaya pelita ini
adalah taufiq. Orang yang tidak disertai taufik dari Tuhannya, maka kegelapan
akan menyelimutinya.” Ketika mengatakan, “Pelita adalah batinnya.” Dimaksudkan
adalah rahasia antara dirinya dan Allah swt. yakni tempat keikhlasannya.
Dengannya si hamba tersebut mengetahui bahwa semua peristiwa adalah karya
Tuhan; peristiwa-peristiwa bukanlah ciptaan dirinya, tidak pula berasal
darinya. Bila mengetahui hal ini, ia akan bebas dalam setiap keadaannya, dari
kekuatan dan kekuasaannya sendiri dalam melestarikan manfaat waktunya. Orang
yang tidak disertai taufik tidak akan memperoleh manfaat dari pengetahuan
tentang jiwanya atau tentang Tuhannya. Itulah sebabnya mengapa para syeikh
mengatakan “Orang yang tidak mempunyai sirr akan terus bersikeras menuruti hawa
nafsunya.”
Abu Utsman berkata :
“Selama orang melihat setiap sesuatu baik dalam jiwanya, ia tidak akan mampu
melihat kelemahan-kelemahannya. Hanya orang yang berani mendakwa dirinya terus
menerus selalu berbuat salahlah yang akan sanggup melihat kesalahannya itu.
Abu Hafs mengatakan :
“Tidak ada jalan yang lebih cepat ke arah kerusakan, kecuali jalan orang yang
tidak mengetahui kekurangan dirinya, karena kemaksiatan kepada Tuhan adalah
jalan cepat menuju kekafiran.”
Abu Sulaiman berkata :
“Aku tahu bahwa tidak sedikit pun kebaikan dapat ditemukan dalam suatu
perbuatan yang kulakukan sendiri, aku berharap diberi pahala karenanya.”
As-Sary berkomentar :
“Waspadalah terhadap orang yang suka bertetangga dengan orang kaya,
pembaca-pembaca Al-Qur’an yang sering mengunjungi pasar, dan ulama-ulama yang
mendekati penguasa.”
Dzun Nuun al-Mishry
mengatakan : Kerusakan merasuki diri manusia dikarenakan enam hal (1) Mereka
memiliki niat yang lemah dalam melaksanakan amal untuk akhirat; (2) Tubuh
mereka diperbudak oleh nafsu; (3) Mereka tidak henti-hentinya mengharapkan
perolehan duniawi, bahkan menjelang ajal; (4) Mereka lebih suka menyenangkan
makhluk, mengalahkan ridha Sang Pencipta; (5) Mereka memperturutkan hawa
nafsunya, dan tidak menaruh perhatian yang cukup kepada Sunnah Nabi saw. (6)
Mereka membela diri dengan menyebutkan beberapa kesalahan orang lain, dan
mengubur prestasi pendahulunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar