Minggu, 18 Oktober 2015

MENGENAL KESADARAN JIWA DENGAN AL-QU’RAN



Syekh Abdul Qadir Al-Jailani pada penutup Surah Al-Baqarah dalam Tafsir Al-Jailani mengatakan:

“Wahai pengikut Muhammad yang selalu bertawajuh menuju tauhid Dzat Allah, semoga Allah melapangkan dadamu dan memudahkan urusanmu. Sesuai kemampuanmu, engkau harus mengambil sesuatu untuk dirimu dari Surah (Al-Baqarah dalam Al-Qur’an) yang mencakup semua tuntutan agama dan martabah yaqin. 

Pertama, engkau harus berusaha menyingkirkan ketergantunganmu dari dunia dan isinya. Engkau harus menolak segala kelezatan dan syahwatnya, lalu bertawajuhlah kepada Allah dengan segenap kalbumu menuju tauhid Tuhanmu. Sembari membuka khazanah kemurahan-Nya dan wujud-Nya yang ada di dalam kalbumu. Engkau harus mampu menundukkan keadaan dan tindakanmu dari segala hal yang tidak berguna bagimu.
Engkau harus lari dari pertemanan dengan siapapun yang dapat membahayakan dan menyesatkanmu! Engkau harus mengejar pencapaian tangga tauhid, tangga tajrid (penyucian zahir-batin menggapai ridha-Nya), dan tangga tafrid (penguatan kesadaran keesaan Tuhan dari segala sesuatu selain-Nya), serta sambil menyingkirkan semua keberbilangan dan belenggu selain al-Haqq.
Engkau harus menghirup embusan kelembutan-Nya dan tiupan kekudusan-Nya, menenangkan diri dengan napas rahmat-Nya, menyingkap berbagai rahasia rububiyah-Nya, dan mengikuti petunjuk-Nya dengan mengikuti Nabi-Nya yang diciptakan dengan citra-Nya, yang diutus kepada semua makhluk-Nya. Nabimu yang telah menuntun makhluk menggunakan kitab-Nya yang diturunkan kepadanya, yang menghimpun semua hikmah, pelajaran, ibarat, simbol-simbol, dan berbagai isyarat yang ada di dalam kitab-kitab terdahulu. Semua yang ada pada Nabimu berasal dari-Nya, untuk menjadi petunjuk bagi orang-orang yang tersesat dalam cakrawala wujudnya sendiri, dan bagi orang-orang yang tenggelam dalam gelombang samudera kebaikan dan kemurahan-Nya.
Wahai murid yang menempuh suluk jalan kebenaran, engkau harus selalu berpegang pada kitab Al-Qur’an yang tidak ada keraguan di dalam petunjuknya ini. Kitab yang tak ada keraguan sedikit pun bagi siapa saja yang beriman kepada diri yang gaib, senantiasa bertawajuh kepada-Nya, dengan selalu menghindarkan hasratmu dari segala hal yang dapat membuatmu lupa kepada Tuhanmu.
Engkau harus selalu bergerak menuju tujuan dan keinginanmu. Dengan segenap jati dirimu, engkau harus mampu menunjukkan semua hakikat, makrifat, hikmah, hukum, kisah-kisah, dan peringatan yang ada di dalam Kitab Al-Qur’an. Karena, tidak ada satu huruf pun dari semua huruf yang ada di dalam Kitab ini, melainkan ia mengandung makna yang jangkauannya hanya diketahui Allah; tanpa ada kebatilan yang menyusup ke dalamnya, baik dari depan maupun dari belakangnya, karena semuanya turun dari Sang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.
Ketika membaca Al-Qur`an, engkau harus menyucikan lahir dan batinmu dari segala bentuk kemanusiaanmu, sehingga engkau akan menghilang dari dirimu sendiri dan seluruh jati diri dan keberadaanmu akan fana, sehingga Tuhanmu dapat langsung berbicara kepadamu lewat ucapan dan firman-Nya.

Ketika hâl semacam ini telah melingkupi dirimu, dan ia telah menjadi akhlak-perilakumu, maka engkau pasti akan mendapatkan anugerah dari bacaanmu itu.
Ketika engkau membaca Al-Qur`an, janganlah engkau lalai dari inti isyarat yang disampaikannya dan berusahalah kau teliti setiap riwayat dan kandungannya.

Jika engkau berhasil membersihkan dirimu dari segala bentuk penghalang, dan engkau berhasil menjernihkan jiwamu dari segala penghalang, niscaya engkau akan mendapatkan bimbingan dari Al-Qur`an sesuai dengan apa yang telah Allah tetapkan bagi-Mu dalam ilmu-Nya. Karena Dia Mahakuasa atas segala yang Dia kehendaki, sehingga engkau berhak dan layak atas ijabah dari-Nya.”

--Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam Tafsir Al-Jailani, terj. Tim Markaz Al-Jailani.


MENGENALI WANGI AROMA PARA WALI



Sayyid Yahya bin Mu’adz Ar-Razi mengatakan, “Wali adalah wewangian Allah di bumi. Tidak ada yang mampu mengenali aromnya kecuali orang-orang yang bergelar ash-shiddiqûn.” 
اَلْوَلِيُّ رَيْحَانُ اللهِ تَعَالَى فِيْ أَرْضِهِ، يَشُمُهُ الصِّدِّيْقُوْنَ
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani mengatakan, “Bagi ash-shiddiqûn, aroma wangi sang wali akan tercium hingga lubuk hatinya. Aroma itu lantas menimbulkan gairah rindu mereka pada Tuhannya. Sehingga, ibadahnya semakin meningkat menurut kadar dan derajat akhlak dan kefanaan mereka. Ini karena, makin tinggi qurbah-nya makin bertambah pula fananya. 
Dan, wali adalah orang yang ada dalam keadaan fana dan selalu musyâhadah kepada Allah. Bahkan, dirinya tidak punya kemampuan memilih dan tidak ada “tempat” yang tenang baginya selain Allah. Mereka adalah orang-orang yang diperkuat dengan karamah, tetapi mereka sendiri “tertutup” dari karamah karena tidak diberi izin untuk menjelaskannya. Sebab menjelaskan rahasia ketuhanan adalah kufur.”

--Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam Sirrul Asrar, terjmh KH Zezen ZA Bazul Asyhab, wakil talqin Tarikat Qadiriyah Naqsyabandiyah (TQN) Suryalaya.

TEKNIK SHALAT KHUSYUK DAN TAWAJJUH



Syekh Abdul Qadir Al-Jailani pada penutup Surah Al-Fatihah dalam Tafsir Al-Jailani mengatakan: “Wahai para pengikut Muhammad yang selalu menuju pengesaan Dzat, semoga Allah memudahkan urusanmu, hendaklah engkau merenungkan tujuh samudera yang meliputi tujuh ayat yang diulang-ulang dalam Al-Qur`an Al-Azhim yang merupakan cabang dari tujuh sifat Dzat Ilahi yang setara dengan tujuh lapis langit dan tujuh bintang semesta.
Renungkanlah ayat-ayat ini dengan sungguh-sungguh, lalu jadikanlah dirimu seperti yang dilambangkan di dalamnya, niscaya engkau akan selamat dari tujuh jurang jahanam yang menghalangi manusia mencapai surga Dzat, yang menjadi tempat musnahnya semua atribut dan keberbilangan.
Tentu saja perenungan dan tadabur seperti itu tidaklah mudah bagi mu kecuali setelah engkau membersihkan lahiriahmu dengan syariat Rasulullah yang bersumber dari Al-Qur`an, serta membersihkan batiniahmu dengan mengikuti akhlak Rasulullah SAW yang berasal dari kandungan Al-Qur`an. Karena Al-Qur`an adalah yang menjadi penyatu kedua sisi akhlak Rasulullah, lahir dan batin; serta turun dari Rabb-nya yang telah menunjuknya sebagai khalifah di bumi.
Al-Qur`an adalah akhlak Allah yang diturunkan kepada nabi-Nya. Maka siapapun yang berakhlak dengan Al-Qur`an, pasti akan beruntung seperti beruntungnya Rasulullah SAW. Itulah sebabnya Rasulullah bersabda: "Berakhlaklah kalian dengan akhlak Allah",karena memang itulah yang diingatkan di dalam Al-Qur`an.
Surah al-Fathihah menjadi bagian paling terpilih dari seluruh isi al-Qur`an dengan bentuk yang paling gamblang dan pemaparan yang paling jelas. Siapapun yang merenungi surah ini pasti akan mendapatkan apa yang dapat didapatkannya dari seluruh isi Al-Qur`an. Itulah sebabnya surah ini wajib dibaca ketika hamba bertawajuh kepada Dzat Tunggal yang oleh syariat disebut dengan istilah "shalâh". Shalat merupakan mi'raj bagi mereka yang menuju kepada-Nya, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah SAW: "Shalat adalah mi'raj orang mukmin." Rasulullah juga bersabda: "Tidak sah shalat kecuali dengan membaca Fâtihah al-Kitâb."
Oleh sebab itu, maka bagi engkau yang sedang melakukan shalat dengan menghadap ke arah ka'bah yang sejati atau kiblat yang asli, hendaklah engkau melaksanakan shalat wajib dengan tekun yang dapat mendekatkan Anda kepada kiblat sejati, sehingga engkau dapat meraih hikmah dan rahasia-rahasia yang terkandung di penetapan kewajiban shalat oleh syariat. Karena jika engkau ingin mendekatinya atau menghadap ke pintu kiblat sejati itu, engkau harus terlebih dulu berwudhu dan menyucikan diri dari segala kotoran baik yang lahir maupun yang batin.
Kemudian engkau harus membersihkan dirimu dari segala bentuk syahwat, sehingga engkau akan dapat memulai takbiratul ihram tanpa waswas setan yang membaca hawa nafsu yang menyesatkan. Ketika Anda merapalkan takbiratul ihram, ingatlah bahwa engkau telah mengharamkan terhadap dirimu segala kehidupan dunia yang engkau miliki:
Bacaan "Allahu akbar" harus engkau perhatikan maknanya. Yaitu bahwa Dia adalah Dzat Mahaagung Mahabesar di dalam Dzat-Nya yang tidak dinisbahkan kepada yang selain Dia, karena mereka tidak ada yang selain Dia. Lakukan ini sebagai karaktermu, bukan untuk mencari keutamaan. Jadikanlah ia sebagai pusat dari konsentrasimu dan inti dari semua tujuan yang engkau inginkan.
Ketika engkau merapalkan "bismillâh" demi mencari anugerah dan berkah, maka gerakkanlah hasrat dan mahabah engkau hanya kepada Allah.
Ketika engkau merapalkan "ar-rahmân", engkau sedang menghirupnya dari nafas kasih sayang Allah yang akan membantu engkau untuk naik ke sisi-Nya.
Ketika engkau mengucapkan "ar-rahîm", Anda merasa nyaman dengan embusan kelembutan dan semilir rahmat-Nya. Engkau datang dengan maqam memohon kelembutan Allah SWT sembari menghitung nikmat yang sudah Dia berikan kepada Anda.

Ketika engkau bersyukur atas nikmat Allah dengan merapalkan "al-hamdulillâh", engkau telah bertawasul kepada-Nya dengan bersyukur atas nikmat-Nya.
Ketika engkau merapalkan "rabb al-'âlamîn", engkau mengakui sepenuhnya atas kemencakupan, kemeliputan, dan pelantanan-Nya terhadap seluruh semesta.
Ketika engkau merapalkan "ar-rahmân", engkau memohon keluasan rahmat Allah dan keumuman kasih sayang-Nya. Ketika engkau merapalkan "ar-rahîm", engkau selamat dari azab yang pedih berupa sikap berpaling kepada yang selain Allah yang Mahabenar. Engkau telah sampai kepada-Nya setelah sebelumnya terpidah dari-Nya. Bahkan engkau telah berhubunganya dengan-Nya.
Ketika engkau merapalkan "mâliki yaum ad-dîn", engkau telah memutuskan hubungan dengan asbâb (kausalitas) secara mutlak dan engkau teguhkan maqam kasyf (penyingkapan) dan syuhûd (kesaksian). Ketika tampak kepada engkau sesuatu yang tampak bagi engkau, maka di maqam itu engkau boleh berkata dengan segenap jiwa-raga: "Iyyâka na'buku", hanya kepada-Mu kami menyembah; "wa iyyâka nasta'în", hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan.
Ketika engkau merapalkan "ihdina-sh-shirâth al-mustaqîm", engkau telah meneguhkan maqam ubudiyyah (penghambaan).

Ketika Anda merapalkan "shirath al-ladzîna an'amta 'alaihim", engkau telah meneguhkan maqam al-jam' (penyatuan).
Ketika engkau merapalkan "ghair al-maghdhûb 'alaihim", engkau telah menyatakan takut dari kekuatan kekuasaan sifat-sifat Allah yang agung.
Ketika Anda merapalkan "walâ adh-dhâllîn", Anda menyatakan takut mundur lagi setelah sampai di tujuan.
Ketika engkau merapalkan "âmîn", engkau telah aman dari setan yang terkutuk. Hendaklah engkau shalat dengan cara seperti yang disebutkan di atas, agar shalat engkau dapat menjadi mi'raj ke puncak Dzat Tunggal dan tangga menuju Langit Keabadian; serta dapat menjadi kunci bagi khazanah azali yang abadi. Semua itu tentu tidaklah mudah kecuali setelah engkau mampu mematikan keinginan engkau dari berbagai bentuk tuntutan sifat-sifat kemanusiaan dan berakhlak dengan akhlak yang diridhai serta sifat terpuji.
Kecenderungan hati seperti ini tidak akan pernah engkau raih kecuali setelah engkau melakukan uzlah melarikan diri dari orang-orang yang tenggelam dalam kealpaan serta memutuskan diri dari mereka dan dari gangguan berikut adat-kebiasaan mereka yang buruk. Kalau itu tidak dapat engkau lakukan, maka tabiat manusia selalu ingin mencuri, penyakit selalu menyerang, dan nafsu selalu mendorong ke arah keburukan serta jauh dari sang Maula. Semoga Allah melindungi kita dari kejahatan nafsu serta menyelamatkan kita dari tipu-dayanya melalui anugerah-Nya.”
--Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam Tafsir Al-Jailani, terj. Tim Markaz Al-Jailani.--


MATI SEBELUM MATI MENURUT SYEKH ABDUL QADIR AL-JAILANI



Syekh Abdul Qadir Al-Jailani mengatakan, “Wahai hamba Allah, sadarilah bahwa engkau hanya sebatas diberi harapan. Maka, jauhilah segala sesuatu selain Allah Azza wa Jalla dengan kalbumu sehingga engkau dapat dekat kepada-Nya. Matilah engkau sebelum mati. Matilah engkau dari dirimu dan makhluk. Sungguh telah diangkat berbagai hijab dari dirimu dan Allah Azza wa Jalla.”
Seseorang bertanya, “Bagaimana saya harus mati?” Lalu beliau menjawab, “Matilah dari mengikuti kemauan, hawa nafsu, tabiat dan kebiasaan burukmu, serta matilah dari mengikuti makhluk dan dari berbagai sebab. Tinggalkanlah persekutuan dengan mereka dan berharaplah hanya kepada Allah, tidak selain-Nya. Hendaklah engkau menjadikan seluruh amalmu hanya karena Allah Azza wa Jalla dan tidak mengharap nikmat-Nya.
Hendaklah engkau bersikap ridha atas pengaturan, qadha dan tindakan-Nya. Jika engkau melakukan hal yang demikian, maka hidup dan matimu akan bersama-Nya. Kalbumu akan menjadi tentram. Dialah yang membolak-balikkannya sesuai dengan kehendak-Nya. Kalbumu akan selalu menjadi dekat kepada-Nya, selalu terhubung dan bergantung kepada-Nya. Engkau akan selalu mengingat-Nya dan melupakan segala perkara selain Diri-Nya.
Kunci surga adalah ucapan La ilâha illa Allâh, Muhammadur-Rasûlullâh. Sedangkan esok,, kunci surga adalah kefanaan dari dirimu, orang lain, dan segala sesuatu selain Allah, dan dengan selalu menjaga batas-batas syariat.
Kedekatan kepada Allah adalah surga bagi manusia, sedangkan jauh dari Allah adalah neraka untuk mereka. Alangkah indah keadaan seorang Mukmin, baik di dunia ataupun di akhirat. Di dunia dia tidak berkeluh-kesah atas keadaaan yang dia alami, setalah dia memahami bahwa Allah meridhainya, dimana pun dia berada cukuplah bagiannya dan ridha dengan bagian itu. Kemanapun dia menghadapkan wajahnya, dia memandang dengan cahaya Allah. Setiap isyaratnya adalah kepada-Nya. Setiap kebergantungan adalah kepada-Nya. Setiap tawakalnya adalah hanya kepada-Nya.
Berhati-hatilah, jika ada seorang di antara engkau merasa bergembira berlebihan karena telah melakukan ketaatan, karena boleh jadi ada rasa takjub ketika dilihat orang lain atau berharap pujiannya. Barangsiapa di antaramu ingin menyembah Allah, hendaklah memisahkan diri dari makhluk. Sebab, perhatian makhluk pada amal-amal mereka dapat merusaknya. Nabi SAW bersabda, “Engkau mesti ber-uzlah, sebab uzlah adalah ibadah dan bentuk kesungguhan orang-orang shaleh sebelum kalian.”
Engkau mesti beriman, lalu yaqin dan fana dalam wujud Allah, bukan dalam dirimu atau orang lain. Dan, tetaplah menjaga batas-batas syariat dan meridhai Rasulullah SAW. Tidak ada karamah bagi orang yang mengatakan sesuatu selain hal ini. Karena, inilah yang terjadi dalam berbagai shuhuf dan lawh kalam Allah Azza wa Jalla.
Engkau harus selalu bersama Allah; memutuskan diri untuk selalu dengan-Nya; dan bergantung kepada-Nya. Hal demikian akan mencukupkan dirimu dengan pertolongan (ma’unah) di dunia dan akhirat. Dia akan menjagamu dalam kematian dan kehidupan, menjagamu dalam setiap keadaan. Engkau harus memisahkan yang hitam dari yang putih!”


--Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam kitab Fath Ar-Rabbani wal-Faidh Ar-Rahmani--