Selasa, 19 Maret 2019

RINDU KEINTIMAN SPROTUAL BERSAMA ALLAH


Imam Al-Ghazali mengatakan, “Ketahuilah bahwa perasaan damai, takut, dan rindu merupakan dampak dari perasaan cinta. Namun, kadar yang dirasakannya tidak permanen, tergantung pada tingkat ketajaman pandangan dan tingkat kepekaan perasaan yang menguasai sang pecinta.

Jika apa yang terjadi pada sang pecinta adalah sebuah penyaksian dari balik tabir hingga mencapai keindahan puncak dan ia merasa tak mampu lagi untuk menyaksikan lebih jauh hakikat keagungan tersebut, maka hatinya menjadi cemas, berkobar, dan bergerak bangkit untuk terus memburu. Keadaan cemas seperti itulah yang disebut syawq (kerinduan). Sungguh kerinduan adalah sesuatu yang gaib.

Jika ia dikuasi oleh perasaan tentram dan bahagia luar biasa, karena berdekatan (bersama Allah) dan berhasil menyaksikan kehadiran-Nya melalui tersingkapnya tabir antara Dia dan dirinya, lalu pandangannya juga terfokus pada penyaksian keindahan yang hadir terungkap di hadapannya, tanpa menoleh kepada keindahan lain yang belum diketahui, maka hatinya akan diliputi perasaan senang dan gembira. Kegembiraan seperti inilah yang disebut uns (keintiman spiritual). Lalu, jika pandangannya terfokus pada sifat keagungan dan kemandirian-Nya, sama sekali tak berpaling dari-Nya dan ia khawatir semua yang dirasakannya itu lenyap, menghilang atau menjauh, maka hatinya akan merasa pedih. Perasaan pedih semacam inilah yang disebut khawf (ketakutan).

Jadi, uns (keintiman spiritual) dalam konteks ini adalah kegembiraan dan kebahagiaan hati karena menyaksikan keindahan. Lalu, ketika kegembiraan dan kebahagiaan itu benar-benar telah menguasai, tidak peduli terhadap segala hal yang telah menghilag, juga tidak peduli dengan kekhawatiran akan menghilang, maka kenikmatan yang ia rasakan akan memuncak pada puncak tertingginya (uns). Suatu ketika Syekh Ibrahim bin Adham turun dari gunung. Seseorang bertanya, “Darimana engkau, ya Syekh?” Lalu beliau menjawab, “Dari bersenang-senang (uns) dengan Allah.” Bersenang-senang dengan Allah menyebabkan dia merasa tidak membutuhkan kepada selain Allah. Bahkan, semua bentuk kendala yang merintangi khalwat menjadi beban di hati.
---Imam Al-Ghazali, Kitab Mahabbah,Ihya

Selasa, 12 Maret 2019

SAHABAT JIWA

Ku mengenalmu lewat JIWA, bukan lewat MATA
Kujadikan kamu SAUDARA lewat HATI, bukan sekedar BASA-BASI
Ku tak tahu seperti apa aku dalam pandangmu, selayak apa ku dalam ukhuwahmu
tapi yang ku tahu..
meski dengan keTERBATASan dan berbalut keKEKURANGAN
aku menulis NAMAmu di HATIku
Sejak awal
kita dalam balutan ISLAM UHIBBUKIFILLAH

Sebuah pesan singkat dari seorang sahabat yang begitu menggugah jiwaku. Sejenak hati ini merasa malu dan keliru. Sungguh, aku tak pernah melupakanmu. Mungkin tanpa kusadari, ku telah mengabaikanmu karena berbagai kesibukan yang mencengkeramku.

Andai saja kau tahu....
Engkaulah sahabat jiwaku, meski raga tiada pernah bersua dan jarak terbentang di antara kita.

Engkaulah saudaraku, walau darah kita tak sama dan terlahir dari rahim yang berbeda.
Tiada terlewat namamu dalam lirih doaku.
Tiada terungkap besarnya kasih ini padamu.

Sahabat, MAAFkan aku...
Moga keceriaan kan slalu menghias wajah indahmu dan ketenangan sentiasa menyelimuti jiwamu.

Sahabat, cinta ini karena-Nya....
Smoga Allah pertemukan kita dalam indah mihrab-Nya dan memberi kita naungan manakala kelak tak ada naungan selain naungan-Nya.

MUNAJAT CINTA


Ya Allah yg berkuasa atas hati dan pikiran.
Detik ini aku kembali menghadap kepadaMu menyerahkan segala apa yg ada dalam diri, pikiran, hati, jiwa dan jasad.
NikmatMu kepadaku selama ini takkan pernah mampu ku syukuri..
Andaipun kusyukuri, rasa syukurku bagaikan sebutir debu, sedang nikmatMu laksana padang pasir yg luas..
Namun Engkau Maha Mencintai hambaMu...
Sehingga orang-orang yg kufurpun masih pula kau limpahi nikmatMu yg tak terhingga,
Segala puji bagi Engkau yg memasukkan siang ke dalam malam dan yg memasukkan malam ke dalam siang..
Yg menganugerahkan dan mencabut kekuasaan..

Malam ini hambaMu yg demikian hina ini..
Kembali bersimpuh diribaanMu hendak lagi memohon sesuatu,
Hamba sungguh tak berdaya atas perasaan yg sedang melanda hati hamba kini..
Jika ini adalah isyaratMu, maka bulatkanlah tekadku..
Mudahkan jalan dan bukalah tabir rahasiaMu,
Namun jika ini godaan setan belaka, maka cabutlah perasaan ini dariku..
Tutuplah jalan dan pancarkan CahayaMu..
Sehingga aku dapat melihat jalan yg terang, jalan yg Engkau ridhoi..

Ya Allah, aku memohon agar Engkau memilihkan yang baik menurut pengetahuan-Mu.
Aku memohon agar Engkau memberikan kepastian dengan Ketentuan-Mu
dan aku memohon dengan kemurahan Engkau yag Besar lagi Agung.
Karena sesungguhnya Engkaulah yang berkuasa, sedang aku tidak kuasa. 
Engkau yang amat mengetahui, sedang aku tidak mengetahui
Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui atas segala sesuatu yang masih tersembunyi..

Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa ia adalah baik bagiku, dalam agamaku, dalam penghidupanku, dan baik pula akibatnya bagiku, maka berikan ia kepadaku dan mudahkanlah ia bagiku, kemudian berilah keberlahan bagiku didalamnya..
Jika Engkau mengetahui bahwa sesungguhnya ia tidak baik bagiku, bagi agamaku, penghidupanku dan tida baik akibatnya bagiku, maka jauhkanlah ia dariku, dan jauhkanlah aku darinya. 
Berilah kabaikan di mana saja aku berada, kemudian jadikanlah aku orang yang rela atas anugerah-Mu

Ya Allah Tuhan barat dan timur, yg memiliki pengetahuan atas segaka sesuatu..
Jika ini adalah isyarat dariMu, bahwa ia adalah baik bagiku dalam kehidupanku serta akibat-akibatnya, dekatkanlah dia dariku, lancarkan segala urusannya..
Sungguh hamba tak mampu meyakini semua ini..
Tanpa disertai keridhoan dan pertolonganMu..

Ya Allah, Engkau sebaik-baiknya pendengar, tolong dengarkanlah doaku..
Kabulkan permohonanku sebab Engkau adalah Maha Pengabul doa dari setiap hamba yg hina dan tak berdaya ini...
Aamiin..

DALAM KEHILANGAN


Aku telah sangat kehilangan…
Ketika pijak terlambat kupahatkan..
Pada pelataran pagimu
Yang mewangi
Pada langit cintamu
Yang tanpa tepi..

Malam telah jauh berselisihan dengan embun-embun putih di rerumputan
Sungguh aku dalam ketakutan
Hingga jiwa ini kuyup gentar
Bilakah kau uji cinta ini hingga luruh terbenam
Dilaut kehilangan yang tanpa dasar
Duhai kekasih….
Mekarkan nafasku yang basah
Dan mencintaimu di hamparan tanah ..

Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim
Ya Rabbana Ya Karim Ya Adzim..

AMALAN YANG MENYEBABKAN ALLAH RIDHA

Dari khasanah masa lalu, ternukil sebuah kisah, tentang wafatnya Al- Ghazali. Syahdan seminggu setelah Imam Ghazali wafat, sahabatnya bermimpi berjumpa sang Imam. Dalam mimpinya itu sahabat bertanya : “Amalan apa yang menyebabkan Allah Ridha memasukkan engkau ke Surga?


Imam Ghazali menjawab :”Saya juga bertanya pada malaikat tentang pertanyaan ini. Malaikat menjelaskan : “Suati hari saat saya sedang menulis, datanglah seekor lalat. Dia hinggap di atas ceceran tinta dan menghirupnya.
Awalnya saya ingin mengusir tapi saya biarkan. Setelah selesai dengan hajatnya, lalat itupun terbang kembali. Nah dengan sebab ibadah yang nilainya tak lebih berat ketimbang sayap lalat itu, Allah ridha dan memasukkan saya ke Surga.”

Sahabat tercenggang. Bukankkah Imam Ghazali seorang mujadid (pembaharu) . Beliau bukan hanya ahli ibadah, tapi ahli tafsir dengan pemikiran-pemikiran hingga dikatakan seorang pembaharu. Salah satu kitabnya yang paling terkenal dibaca hingga hari ini adalah Ihya Ulumuddin.

Tak lagi terhitung, bebarapa juta orang yang telah mebaca kitab itu. Tapi yang menyelematkan dirinya ternyata bukan pahalanya. Melainkan jasanya membiarkan seekor lalat meminum ceceran tintanya. Sesuatu yang tidak pernah diingat oleh sang Imam. Bahkan tidak diketahui karena itu dianggap bukanlah ibadah.Tapi justru dengan ketidaktahuan itu hilanglah segala keakuan dan keegoan, yang Allah jadi ridha karenanya.
Subhanallah.. Maha Suci Engkau ya Allah.

KIAT MENJADIKAN HATI TETAP HIDUP

Ketahuilah, bahwa hati yang hidup (hati yang sehat) hanya akan diperoleh dengan ilmu dan ikhtiar (usaha). Adapun usaha tersebut yang bisa dilakukan untuk menjadikan hati tetap hidup adalah:
1) Dzikrullah dan Tilawatil Qur’an.
Dengan senantiasa dzikrullah (menyebut dan mengingat Allah) bagi seorang hamba manfaatnya sangatlah besar. Sebagaimana Dia berfirman: “Ingatlah, bahwa hanya dengan selalu mengingat Allah, hati menjadi tentram.”[QS. Ar-Ra'du:28]. Al-Imam Syamsuddin Ibnul Qoyyim berkata: ”Sesungguhnya dzikir adalah makanan pokok bagi hati dan ruh, apabila hamba Allah gersang dari siraman dzikir, maka jadilah ia bagaikan tubuh yang terhalang untuk memperoleh makanan pokoknya.”Dan Imam Hasan Al-Bashri berkata:”Lunakkanlah hatimu itu dengan berdzikir”.
Sebaik-baik dzikir adalah membaca Al-Qur’an, karena Al-Qur’an mengandung berbagai khasiat penyembuh hati dari semua penyakit kegundahan. Allah berfirman; “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit yang berada dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.”[QS. Yunus:57].
2) Beristighfar
Hakikat istighfar adalah untuk memohon maghfirah (ampunan), dan batasan maghfirah adalah penjagaan dari keburukan yang diakibatkan dari dosa-dosa. Dan barangsiapa yang meminta ampun kepada-Nya selama memenuhi syaratnya pasti Allah memberikan ampunan. Firman-Nya: “Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia meminta ampun kepada Allah niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”[QS. An-Nisa’:110].
‘Aisyah berkata: “Beruntunglah orang yang mendapat dalam buku catatan amal perbuatannya memuat istighfar yang banyak.” Qatadah berkata:”Sesunggunhya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepadamu tentang penyakitmu dan obat penangkalnya. Adapun penyakitmu adalah dosa-dosa, sedangkan obatnya adalah istighfar.”
3) Do’a
Allah berfirman: “Berdo’alah kepada-Ku niscaya Aku perkenankan bagimu. “[QS. Al-mukmin:60].
Doa termasuk salah satu sebab yang mampu menyihatkan hati. Rasulullah , orang yang hatinya terjaga dan paling bersih pun sentiasa berdo’a kepada Allah perihal hati. Seperti ‘Ya Allah aku berlindung kepadaMu dari kejahatan hatiku..’ Dalam do’anya yang lain ‘Ya Allah jadikanlah cahaya (penerang) dalam hatiku..’ atau yang sering kita dengar ‘Wahai Dzat Yang membolak-balikan hati, teguhkanlah hati kami dalam agamaMu.’
4) Bershalawat kepada Nabi Muhammad
Allah bershalawat (menyebut dan memuji di hadapan para malaikat) sepuluh kali, bagi orang bershalawat kepada rasul-Nya (sekali). Rasulullah bersabda : ”Barang siapa yang bershalawat untukku satu kali. Maka Allah akan bershalawat sepuluh kali lipat.”[HR. Muslim]. Karena yang demikian itu, setiap satu kebaikan nilainya akan dilipat gandakan sepuluh kalinya, dan bershalawat untuk Nabi termasuk kebaikan yang tinggi.
5) Qiyamullail
Jika seseorang tetap melakukan shalat malam, maka wajahnya akan bercahaya dan dia juga akan merasakan kenikmatan beribadah dalam hatinya, sebagaimana yang dituturkan oleh para Ulama Salaf berikut ini:
Abu Sulaiman berkata: “Malam hari bagi orang yang sering beribadat di dalamnya, itu lebih nikmat daripada permainan bagi mereka yang suka hidup bersantai-santai. Seandainya tanpa malam aku tak suka hidup di dunia ini.”
Ibnul Mukandir: ”Bagiku kelezatan dunia ini hanya ada pada tiga perkara, qiyamullail, bersilaturahmi dengan ikhwan dan shalat berjama’ah.”
6) Mencari ilmu syar’ie. 
Karena dengan memahami ilmu agama akan tumbuh rasa takut kepada Allah, yang mampu menjaga kita.
7) Berteman dengan orang soleh. 
Karena mereka akan menarik kita dalam amal kebajikan dan meninggalkan segala bentuk kemungkaran. Mereka akan sentiasa mengingatkan kita kepada Allah.
8) Banyak Mengingat Mati 
Mengingat mati akan menghindarkan kita dari maksiat dan dapat memperlunak hati kita. Ziarah kubur, Menyaksikan orang yang sekarat juga boleh menjadikan cara yang kuat untuk melembutkan hati.

Diambil dari berbagai sumber

RACUN HATI


Setiap kemaksiatan adalah racun dan yang merupakan penyakit dan perusak kesucian hati. Dan racun-racun hati yang paling banyak ditemukan dan reaksinya cukup keras bagi kelangsungan hidup hati ada empat macam yaitu:
1 Berlebihan dalam berbicara
Banyak berbicara adalah salah satu faktor yang menyebabkan hati menjadi keras, sebagaimana sabda rasulullah saw :”Janganlah memperbanyak kata (bicara) selain dzikrullah, karena banyak bicara selain dzikrullah menjadikan hati keras. Dan orang yang terjauh dari Allah adalah yang berhati keras.”[HR. Tirmidzi dari Ibnu Umar]. 
Kemudian juga dengan banyak berbicara terkadang membuat seseorang mengucapkan kata-kata tanpa dipikirkan dan tanpa dipertimbangkan sebelumnya, sehingga melahirkan kerugian dan penyesalan. Umar bin Kahttab ra pernah berkata: “Barang siapa yang banyak bicaranya, maka banyak kesalahannya, sehingga nerakalah sebaik-baik tempat bagi mereka.” Hal ini ditegas juga dalam sebuah hadits , bahwa rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya seorang hamba benar-benar mengucapkan kata-kata tanpa dipikirkan yang menyebabkan ia tergelincir kedalam neraka lebih jauh antara timur dan barat.” [muttafaq ‘alaihi, dari Abu Hurairah ]
2 Berlebihan dalam memandang sesuatu
Allah telah memerintahkan kepada setiap mukmin dan mukminah untuk menundukkan pandangannya yang demikian itu lebih suci bagi hati mereka. Dan juga mereka akan merasakan manisnya iman, sebagaimana sabda rasulullah saw : “Barangsiapa yang menahan pandangannya karena Allah, maka dia akan diberikan oleh Allah rasa manisnya iman yang ia rasakan dalam hatinya, sampai dimana ia manghadap kepada-Nya.” [HR. Ahmad].
Sekarang bagaimana jika perintah itu dilanggar, maka jelas akan menyebabkan fitnah bagi hati pelakunya. yaitu, rusaknya kesucian hati itu sendiri oleh angan-angan dan keindahan semu yang dibisikkan setan, lupa terhadap hal yang menjadi kemaslahatan. Lalu ia berbuat melampaui batas sehingga hilanglah akal sehatnya dan menyebabkan ia menjadi pengabdi hawa nafsu. Allah berfirman:”Janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah kami lalaikan dari mengingat kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melampaui batas.”[QS. Al-Kahfi:28].
3 Berlebihan dalam makan
Sedikit makan dapat melunakkan hati, menajamkan otak, merendahkan nafsu birahi dan melemahkan nafsu amarah. Sedangkan bila banyak makan, bahkan sampai kekenyangan akan berakibat sebaliknya. Oleh karena itu kita diperintahkan untuk berpuasa. 
Ibrahim bin Adham berkata:”Barangsiapa mampu mengendalikan perutnya, maka ia mampu pula mengendalikan agamanya, dan barang siapa yang mampu menguasai rasa lapar (tidak makan berlebihan) maka ia dapat menguasai akhlak-akhlak yang baik, sebab maksiat kepada Allah itu jauh dari orang-orang yang lapar (yang mampu syahwat perutnya).” 
4 Berlebihan dalam bergaul
Berinteraksi dengan orang lain merupakan kebutuhan fitrah bagi manusia sebagai makhluk sosial, sehingga islam tidak melarang hal tersebut. Namun syariah mengatur tentang batas-batas dan adab-adabnya, seperti tidak boleh melakukan khalwat (bersepian dengan lawan jenis tanpa mahram), tidak menggunjing (ghibah), tidak berlebihan dalam tawa dan canda, tidak melalaikan kewajiban-kewajiban ibadah dan lain sebagainya. 

MENGHIDUPKAN HATI


Apa yang lebih panas daripada api?...HATI
Apa yang lebih bengis daripada pemimpin yang zalim?...HATI
Apa yang lebih hitam daripada malam?...HATI
Apa yang lebih lemah daripada perdu?...HATI
Apa yang lebih cepat berubah arah daripada angin?...HATI
APA YANG LEBIH KERAS daripada BATU?...HATI
Jangan relakan hati ini terkeruhkan limbah kedengkian, kenistaan, kemunafikan, kejahatan abadi dan penyakit hati lainnya (Penyakit syahwat dan penyakit syubhat). Oleh karena itu lawanlah segala kemauan diri yang bertentangan dengan ajaran agama islam (mujahadah), bersihkanlah dan hidupkan kembali hati tersebut.
Salah seorang sahabat bertanya, bagaimanakah cara menghidupkan hati?? Sebelumnya saya sudah menjawab sedikit pesannya, mungkin masih belum merasa puas dan disini akan saya tambahkan penjelasannya buat sahabat semua mengenai cara menghidupkan hati...
Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wassalam bersabda: “Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh manusia ada segumpal daging, apabila daging itu baik maka baiklah tubuh manusia itu, akan tetapi bila daging itu rusak maka rusak pula tubuh manusia. Ketahuilah bahwa sesungguhnya segumpal daging itu adalah hati.”[HR. Bukhari-Muslim].
Hati adalah tempat segala niat, baik atau buruk. Tiada yang mengetahui isi hati seseorang kecuali si pemilik sendiri dan Allah. Hati inilah yang kelak akan dihisab oleh Sang Pemilik hati (Allah).
Hati yang baik akan merasakan mana yang baik baginya, mana yang seharusnya dilakukan, mana yang seharusnya dijauhi. Hati yang baik akan menjaga pemiliknya dari melakukan segala yang ‘salah’. Dan begitu pula sebaliknya, hati yang kotor, akan gelap, karena terlalu banyak titik titik hitam yang mengisi, sehingga tersamarlah ia dari melihat kebaikan, sehingga malah bisa menjerumuskan pemiliknya ke lembah kesesatan.
Allah swt berfirman: ‘Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah oleh Allah penyakitnya, dan bagi mereka siksa yg pedih disebabkan mereka berdusta.’ (Al-Baqarah : 10) ‘Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi ………..dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yg kamu kerjakan.’ (Al-Baqarah : 74) ‘Demikianlah Allah mengunci mati hati orang-orang yang kafir.’(Al-A’raf: 101) ‘Maka kecelakaan besarlah bagi mereka yang membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu berada dalam kesesatan yang nyata.’ (Az-zumar ; 22).
PENGELOMPOKKAN HATI MANUSIA
1. Qalbun Shahih
yaitu hati yang sehat dan bersih (hati yang sehat) dari setiap nafsu yang menentang perintah Allah, dan dari setiap penyimpangan yang menyalahi keutamaan-Nya. Hati yang murni pengabdiannya kepada Allah, baik pengabdian secara iradat (kehendak), mahabbah (cinta), tawakkal (berserah diri), takut atas siksa-Nya dan mengharapkan karunia-Nya. Bahkan seluruh aktivitasnya hanya untuk Allah semata. Jika mencintai maka cintanya itu karena Allah, dan jika membenci maka kebenciannya itupun karena Allah. 

2. Qalbun Mayyit
Qalbun Mayyit (hati yang mati) adalah kebalikan dari hati yang sehat, hati yang mati tidak pernah mengenal Tuhannya, tidak mencintai atau ridha kepada-Nya. dan ia berdiri berdampingan dengan syahwatnya dan memperturutkan keinginan hawa nafsunya, walaupun hal ini menjadikan Allah marah dan murka akan perbuatannya. Ia tidak peduli lagi apakah Allah ridha atau murka terhadap apa yang dikerjakannya, sebab ia memang telah mengabdi kepada selain Allah. Jika mencintai didasarkan atas hawa nafsu, begitu pula dengan membenci ataupun memberi. Hawa nafsu lebih didewa-dewakan daripada rasa cinta kepada Allah.
Hati jenis ini adalah hati yang jika diseru kepada jalan Allah, maka seruan itu tidaklah berfaedah sedikitpun, karena Allah telah menutup hati mereka. Allah berfirman: ” Dan diantara mereka ada orang yang mendengar (bacaanmu), padahal kami telah meletakkan tutup di atas hati mereka sehingga mereka tidak memahaminya) dan kami letakkan sumbatan di telinganya dan jikalaupun mereka melihat segala tanda kebenaran mereka tetap tidak mau beriman kepadanya. Sehingga apabila mereka datang kepadamu untuk membantahmu, orang-orang kafir itu berkata: Al-Qur’an itu tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu‘.”[QS. Al-An'am:25].
Ayat ini menunjukkan, bahwa ada manusia yang tidak mempergunakan hatinya untuk memahami ayat-ayat Allah, dan tidak mempergunakan telinganya untuk mendengar perintah-perintah Allah. Juga tidak mau melihat kebenaran yang telah disampaikan. Seperti firman Allah: “(Mereka berkata:) Hati kami tertutup dari ajakan yang kamu serukan kepada kami, dalam telinga kami ada sumbatan, dan diantara kami dan kamu ada dinding, maka bekerjalah kamu, sesungguhnya kami bekerja pula.”[QS. Fushilat:5].
Allah akan membiarkan mereka dalam kegelapan dan mereka sedikitpun tidak akan mendapatkan cahaya iman. “Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya, Allah menghilangkan cahaya (yang menyinari) mereka. Dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat, mereka tuli, bisu dan buta, maka mereka tidaklah kembali kepada jalan yang benar.” [Al-Baqarah:17-18].
3. Qalbun Maridl
Qalbun Maridl (hati yang sakit) adalah hati yang sebenarnya memiliki kehidupan, namun di dalamnya tersimpan benih-benih penyakit berupa kejahilan. Hati yang sedang di cekam sakit akan mudah menjadi parah apabila tidak diobati. 

Sesungguhnya apa yang disisipkan oleh setan kedalam hati manusia itu, akan membuat sesuatu menjadi syubhat (sesuatu yang meragukan). Begitu hati menjadi lemah karena penyakit yang diidap, maka setanpun mudah merasuk kedalam hati lalu menghidupkan fitnah dalam hati tersebut. 
Namun demikian hati orang-orang yang seperti itu belumlah mati sebagaimana hati orang-orang kafir dan orang-orang munafiq, akan tetapi bukan pula hati sehat, seperti sehatnya hati orang-orang yang beriman. Sebab di dalam hati mereka terdapat penyakit syubhat dan syahwat. Sebagaimana Firman Allah: “Sehingga berkeinginanlah orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya.“[QS. Al-Ahzab:32].
Boleh jadi hati manusia sedang sakit , bahkan tanpa disadari. Lebih tragis bahwa hatinya sebenarnya mati, namun si empunya tidak menyadari.
Tanda-tanda spesifik hati yang sedang sakit atau mati adalah jika ia tidak merasa sakit dan pedih oleh goresan-goresan pisau kemaksiatan, Hal itu disebabkan karena hatinya telah rancu dan teracuni, sehingga tidak dapat lagi membedakan antara nilai kebenaran dan aqidahnya yang batil. Hal ini seperti ditafsirkan oleh Mujahid dan Qatadah tentang firman Allah yang berbunyi: “Fi Qulubihim Maradhun“[QS.Al-Baqarah:10]. artinya: “Dalam hati mereka terdapat penyakit.” “Ayat ini menunjukkan adanya keraguan yang tumbuh dalam hati manusia tentang kebenaran.” Bahkan ia melihat kebenaran bagai sesuatu yang sangat bertentangan dengan kehendaknya. Kebenaran itu dilihat dari sisi lain yang terasa merugikan dirinya. sehingga dalam kondisi seperti ini ia lebih menyukai kebatilan dan kemudharatan.

Faktor-faktor penyebab sakitnya hati
Penyebab timbulnya penyakit di hati adalah dikarenakan banyaknya fitnah yang selalu dibidikkan pada hati. Fitnah-fitnah tersebut dapat berupa: fitnah syahwat, dimana reaksinya amat keras sampai dapat merancukan niat dan iradat (kehendak) seseorang. Dan yang lain adalah fitnah syubhat (keragu-raguan) yang menyebabkan kacaunya persepsi dan i’tiqad (keyakinan).

MUNAJAT CINTA

Ya Allah yg berkuasa atas hati dan pikiran.
Detik ini aku kembali menghadap kepadaMu menyerahkan segala apa yg ada dalam diri, pikiran, hati, jiwa dan jasad.
NikmatMu kepadaku selama ini takkan pernah mampu ku syukuri..
Andaipun kusyukuri, rasa syukurku bagaikan sebutir debu, sedang nikmatMu laksana padang pasir yg luas..
Namun Engkau Maha Mencintai hambaMu...
Sehingga orang-orang yg kufurpun masih pula kau limpahi nikmatMu yg tak terhingga,
Segala puji bagi Engkau yg memasukkan siang ke dalam malam dan yg memasukkan malam ke dalam siang..
Yg menganugerahkan dan mencabut kekuasaan..

Malam ini hambaMu yg demikian hina ini..
Kembali bersimpuh diribaanMu hendak lagi memohon sesuatu,
Hamba sungguh tak berdaya atas perasaan yg sedang melanda hati hamba kini..
Jika ini adalah isyaratMu, maka bulatkanlah tekadku..
Mudahkan jalan dan bukalah tabir rahasiaMu,
Namun jika ini godaan setan belaka, maka cabutlah perasaan ini dariku..
Tutuplah jalan dan pancarkan CahayaMu..
Sehingga aku dapat melihat jalan yg terang, jalan yg Engkau ridhoi..

Ya Allah, aku memohon agar Engkau memilihkan yang baik menurut pengetahuan-Mu.
Aku memohon agar Engkau memberikan kepastian dengan Ketentuan-Mu
dan aku memohon dengan kemurahan Engkau yag Besar lagi Agung.
Karena sesungguhnya Engkaulah yang berkuasa, sedang aku tidak kuasa.
Engkau yang amat mengetahui, sedang aku tidak mengetahui
Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui atas segala sesuatu yang masih tersembunyi..

Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa ia adalah baik bagiku, dalam agamaku, dalam penghidupanku, dan baik pula akibatnya bagiku, maka berikan ia kepadaku dan mudahkanlah ia bagiku, kemudian berilah keberlahan bagiku didalamnya..
Jika Engkau mengetahui bahwa sesungguhnya ia tidak baik bagiku, bagi agamaku, penghidupanku dan tida baik akibatnya bagiku, maka jauhkanlah ia dariku, dan jauhkanlah aku darinya.
Berilah kabaikan di mana saja aku berada, kemudian jadikanlah aku orang yang rela atas anugerah-Mu

Ya Allah Tuhan barat dan timur, yg memiliki pengetahuan atas segaka sesuatu..
Jika ini adalah isyarat dariMu, bahwa ia adalah baik bagiku dalam kehidupanku serta akibat-akibatnya, dekatkanlah dia dariku, lancarkan segala urusannya..
Sungguh hamba tak mampu meyakini semua ini..
Tanpa disertai keridhoan dan pertolonganMu..

Ya Allah, Engkau sebaik-baiknya pendengar, tolong dengarkanlah doaku..
Kabulkan permohonanku sebab Engkau adalah Maha Pengabul doa dari setiap hamba yg hina dan tak berdaya ini...
Aamiin..

Jumat, 15 Februari 2019

LIMA KENDALA MERAIH PENGETAHUAN ILAHI

KALBU ITU IBARAT CERMIN

Dalam kitab Aja’ib al-Qalb, Ihya ‘Ulumuddin, Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa kalbu manusia itu adalah tempat (wadah) ilmu, yakni bagian halus (al-lathifah) yang mengatur seluruh anggota tubuh manusia. Kalbu yang halus (qalb) inilah yang dipatuhi dan yang dilayani oleh seluruh anggota tubuh. Jika dikaitkan dengan hakikat segala pengetahuan, maka kalbu itu seperti cermin yang terkait dengan bentuk dan wujud sesuatu.

Dengan kata lain, gambar atau wujud tersebut akan tampak jika diletakkan di depan cermin. Dengan cara yang sama kalbu kita menerima warna atau sifat dari suatu obyek yang tidak dikenal dalam sebuah pengetahuan. Masing-masing pengetahuan memiliki hakikat. Dan, hakikat itu memiliki bentuk yang terpatri di dalam cermin kalbu, dan tampak jelas di dalamnya.

Seperti orang yang melihat atau mengetahui kobaran api, ini tidaklah berarti api itu berada di dalam kalbunya. Tapi, yang ada di kalbunya hanyalah batas dan hakikatnya sesuai dengan bentuk dan gambarnya. Karena itu, menggambarkan kalbu seperti cermin adalah sangat tepat. Sebab, zat manusia itu sendiri tidak berada di dalam cermin. Yang ada adalah bayangan yang cocok dengan manusianya. Demikian pula adanya keadaan sesuai dengan hakikat pengetahuan di dalam kalbu yang kita namakan sebagai ilmu.

Menurut Imam Al-Ghazali terdapat rintangan dan kendala yang dapat mencegah gambaran nayata di dalam cermin kalbu kita. Gambar pada cermin itu tidak tampak atau tidak begitu jelas ditangkap karena disebabkan oleh 5 (lima) perkara:
1) Cerminya tak terbuat dari bahan yang baik sehingga kurang mengkilap.
2) Terdapat karat atau kotoran yang menempel pada cermin tersebut, meskipun bentuknya tampak sempurna.
3) Karena posisi cermin yang tidak mengarah kepada objeknya.
4) Karena terdapat hijab atau tirai di antara cermin dan objeknya.
5) Objeknya tidak ditempatkan di depan cermin
Menurut Imam Al-Ghazali, sebenarnya keadaan kalbu kita seperti 5 keadaan di atas. Kalbu kita seperti layaknya sebuah cermin yang disediakan untuk menampilkan dengan jelas hakikat kebenaran dalam segala hal. Namun, ketika kalbu tak mampu menjalankan fungsinnya secara baik, maka pengetahuan pun tak sampai kepadanya. Hal ini karena terdapat 5 (lima) penghambat bagi masuknya pengetahuan:

Pertama, disebabkan karena adanya kekurangan terhadap kalbu itu sendiri. Misalnya, seperti kalbu milik anak-anak kecil. Pada kalbu mereka tak tampak adanya pengetahuan, karena kalbu mereka masih memiliki kekurangan.

Kedua, disebabkan karena kotoran maksiat dan perbuatan keji yang terakumulasi sehingga menumpuk pada permukaan kalbu. Ini terjadi karena besarnya nafsu syahwat dalam diri sehingga menghalangi kejernihan kalbu kita. Akibatnya, kebenaran di dalam kalbu pun tak tampak, karena gelapnya timbunan kotoran dan noda dosa yang berulang-ulang melapisi kalbu.

Ketiga, kalbu kita tidak tertuju kepada arah hakikat objek yang dicari. Bahkan, menurut Imam Al-Ghazali, hati seseorang yang taat dan shaleh sekali pun, meskipun kalbunya bersih, boleh jadi tidak begitu cemerlang memperlihatkan hakikat kebenaran. Hal ini terjadi karena ia tidak searah dengan cerminnya dalam menuju arah yang ia cari. Bahkan, kadang-kadang, perhatiannya disibukkan dengan detail ibadah lahiriah saja atau hanya terfokus kepaada pencarian nafkah tapi tak tertuju kepada Allah. Begitu juga dengan pikirannya, ia tidak ditujukkan ke hadirat Ilahi yang tersembunyi di dalam batin. Maka, tak akan tersingkap baginya selain apa yang ia pikirkan, dari bahaya amalan sampai berbagai hal kekurangan diri atau kepentingan hidupnya. Bagaimana mungkin bisa menangkap cahaya Ilahi, jika pandangan kalbu kita tak tertuju kepada hakikat Ilahi?
Keempat, disebabkan karena hijab atau tirai. Seseorang yang taat dan sudah mampu mengendalikan hawa nafsunya, dan mampu terfokus pada hakikat-hakikat kebenaran, terkadang masih tertutup dan tak mampu menyingkap tabir hakikat. Hal ini terjadi karena adanya hijab, berupa kepercayaan yang ia yakini sejak kecil secara taklid (ikut-ikutan) dan ia terima begitu saja tanpa mengetahui lebih mendalam. Sebenarnya, kepercayaan seperti ini pun dapat menghalangi kalbu dari hakikat kebenaran, dan juga dapat menghalangi terbukanya kalbu untuk menerima apa yang ia dapatkan secara taklid. Menurut Imam Al-Ghazali, tirai semacam ini banyak dialami oleh para ulama Ahli Kalam dan orang-orang yang terlalu fanatik terhadap mazhab fiqihnya saja. Bahkan, orang shaleh yang rajin tafakur tentang alam malakut, langit dan bumi, karena mereka terbungkus oleh keyakinan taklid yang telah meresap kuat dalam kalbu mereka. Ini menjadi dinding tebal yang menghalangi mereka dari hakikat kebenaran.

Kelima, disebabkan oleh kebodohan. Ia tidak mengerti arah menuju apa yang ia cari. Seseorang tidak mungkin memperoleh ilmu pengetahuan melalui kebodohannya. Karena itu, ia harus fokus mencari ilmu-ilmu yang sesuai dengan apa yang dicarinya. Lalu, susunlah ilmu-ilmu itu secara sistematis di dalam dirinya dengan selalu merujuk kepada pemikiran dan ajaran para ulama. Dengan begitu, ia akan mendapatkan arah dalam memahami pengetahuan Ilahi.

Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa jika seseorang ingin menyaksikan tengkuknya melalui sebuah cermin, dan ia lalu mengangkay cermin itu di depan wajahnya, maka cermin itu tidak akan memantulkan gambar tengkuk kita, karena tidak kelihatan. Jika ia meletakkan cermin di belakang tengkuk, ia malah tidak akan bisa melihat cermin itu apalagi gambat atau bayangan tengkuknya. Karena itu, agar ia dapat melihat tengkuknya, maka ia harus menyediakan dua cermin, dimana yang satu diletakan berhadapan dengan tengkuk, dan yang satu lagi diletakkan di depan wajahnya. Aturlah posisi kedua cermin itu, sehingga gambar tengkuk dari cermin yang satu terlihat di cermin yang berada di depan matanya. Saat itulah mata baru dapat melihat dan menyaksikan gambar tengkuk tadi.

Demikian pula dalam menuntut ilmu, terdapat metode-metode yang menakjubkan untuk mengetahui hakikat kebenaran. Inilah pentingnya kita berguru kepada ahli dzkir dan ulama pewaris para nabi agar mampu mengenal hakikat kebenaran. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan suatu amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikulkanlah amanah itu oleh manusia,” (QS Al-Ahzab: 72)

Menurut Imam Al-Ghazali, ayat ini mengungkap keistimewaan luar biasa manusia yang terdapat dalam dirinya, yang tak dimiliki oleh langit, bumi, dan gunung-gunung. Dengan keistimewaan ini manusia kuat dan mampu memikul amanah Allah. Amanah tersebut adalah makrifatullah dan tauhid. Dan, pada dasarnya, setiap diri manusia mampu memikul amanah tersebut, sebab-sebab kesalahan di atas akhirnya manusia tak sanggup mengembannya.

--Disarikan dari Kitab Aja’ib al-Qalb, Ihya ‘Ulumuddin, Imam Al-Ghazali--

APAKAH DZIKIR BISA MENGUSIR SETAN DARI HATIMU?

Dalam kitab Aja’ib al-Qalb, Ihya ‘Ulumuddin, Imam Al-Ghazali menjelaskan tentang bisikan-bisikan setan di hati manusia saat terjaga, atau saat berdzkir dan shalat. Menurutnya, terdapat lima pendapat tentang hal tersebut. Apakah dzkir bisa mengusir setan di hati? Sampai kapan setan tetap berbisik dalam hati? Bagaimana bisikan-bisikan setan itu muncul? Bagaimana membedakan bisikan setan saat shalat dan berdzikir?

Menurut Imam Al-Ghazali, terdapat 5 golongan yang berpendapat tentang hal tersebut:
Pertama, menyebut bahwa bisikan hati yang disebabkan oleh setan itu akan berhenti jika kita melakukan dzkir kepada Allah (dzirullah). Hal ini berdasarkan hadis Rasulullah SAW, “Maka ketika seseorang mengingat Allah (berdzikir kepada Allah) niscaya setan akan mengendap-endap.” (HR Ibnu Abi Dunya)

Kedua, pada dasarnya bisikan setan itu sebetulnya tidak hilang. Bisikan setan tetap berada di hati, meskipun tidak menimbulkan pengaruh. Sebab, jika hati sedang larut dalam dzikir niscaya ia akan tersekat dari pengaruh bisikan tersebut, sebagaimana orang yang sedang sibuk dengan khayalannya. Terkadang hanya bergumam sendiri dan tidak mengerti apa yang diucapkannya, walaupun sebenarnya suara itu terlintas di pendengaran.

Ketiga, bisikan yang dibangkitkan setan itu tak akan lenyap dan dampaknya tak akan hilang. Namun yang hilang itu hanya dominasinya saja terhadap hati, bisikannya tetap ada secara samar atau terdengar seperti dari kejauhan.

Keempat, bisikan setan itu lenyap sejurus seseorang berdzkir kepada Allah, meskipun kadang-kadang muncul kembali. Keduanya datang bergantian dalam waktu berdekatan, bukan dalam waktu bersamaan. Mereka yang berpendapat seperti ini dengan dalil hadis tentang mengendapnya setan ketika seseorang sedang berdzikir.

Kelima, sesungguhnya bisikan yang dibangkitkan oleh setan dan dzkir itu sendiri berjalan bersamaan tanpa pernah putus di dalam hati. Ini sama seperti seseorang yang kadang melihat dua bentuk benda dalam waktu yang sama. Demikian juga dengan hati yang kadang-kadang menjadi tempat lewatnya dua benda. Rasulullah SAW bersabda, “Setiap hamba pasti memiliki dua pasang mata; yakni sepasang mata di kepalanya yang bisa ia gunakan untuk melihat urusan dunianya; dan sepasang mata di hatinya yang bisa ia gunakan untuk melihat urusan agamanya.” (HR Abu Mansur). Inilah pendapat yang diikuti oleh Al-Muhasibi.
Menurut Imam Al-Ghazali, kelima pendapat ini benar. Namun, penjelasan kelimanya belum selesai karena tidak menjelaskan seluruh jenis bisikan. Umumnya, pandangan masing-masing dari mereka hanya memandang pada satu jenis bisikan saja. Padahal, bisikan (was-was) yang dibangkitkan oleh setan itu beragam jenisnya.

Pertama, bisikan yang isinya benar, namun sebenarnya menipu. Setan kadang-kadang membisikan kalimat-kalimat yang nampaknya benar tapi sebetulnya dilakukan hanya untuk menipu. Misalnya, ia berbisik di hati seseorang, “Jangan bersenang-senang dari segala kesenangan. Usia itu panjang dan harus bersabar terhadap godaan nafsu syahwat sepanjang hidup itu sungguh-sungguh berat.”

Menurut Imam Al-Ghazali, pada saat itu, sebenarnya kalau seseorang mau berdzikir dan mengingat keagungan Allah dan besarnya pahala serta siksa-Nya, tentu ia akan berkata kepada dirinya sendiri bahwa “Bersabar dari hawa nafsu syahwat itu memang berat, tetapi bersabar dari siksa api neraka jauh lebih berat lagi.” Kita harus memilih di antara keduanya. Jika kita mengingat janji Allah berupa pahala baik dan siksa di neraka, lalu kita menguatkan keimanan dan keyakinan, maka setan akan mengendap-endap dan lari menjauh dari hati kita. Sebab, setan tak mampu berkata kepada kita bahwa siksa api neraka itu lebih ringan daripada bersabar menahan nafsu syahwat.

Menurutnya, setan juga kadang-kadang membisikan kepada seorang hamba tentang perasaan bangga atas kelebihan yang ia miliki. Misalnya, setan berbisik, “Mana ada orang yang mampu mengenal Allah seperti engkau mengenal dan menyembah-Nya dalam shalat?” Sebenarnya dengan pernyataan ini, setan sedang mengalihkan pandangan kita saat shalat.

Ketiga, adanya bisikan yang muncul dalam bentuk bersitan hati saja, mengingat hal-hal yang bersifat umum, atau misalnya mengingat hal lain saat kita shalat. Saat kita mengingat Allah kembali (dzkir) maka bisikan itu lenyap sebentar, tetapi kemudian muncul lagi, lenyap dan muncul lagi. Dalam hal ini, dzikir dan bisikan setan datang silih berganti. Lalu, tergambarlah keduanya datang beriringan. Keduanya seolah berada pada dua tempat yang berbeda di dalam hati. Maka, sulit dibayangkan bahwa setan itu bisa lenyap secara total hingga tak ada lagi terbersit di dalam hati. Namun, meskipun sukar, itu bukan sesuatu yang mustahil. Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa melakukan shalat dua rakaat sedangkan hatinya tidak berkata sesuatu pun mengenai urusan dunia, niscaya dosanya yang telah lalu diampuni.”

Menurut Imam Al-Ghazali, jika masalah ini tak bakal terjadi, tentu permasalahan ini tak akan menjadi perhatian Rasulullah seperti pada hadis di atas. Kecintaan kepada Allah yang sangat kuat hingga ia berhasil menghilangkan semua gambaran cinta pada selain-Nya di dalam hati.

Kita kadang-kadang melihat orang yang hatinya diliputi oleh pikiran tentang musuh, sehingga hatinya diliputi oleh pikiran tentang musuhnya, sehingga hatinya sering sakit melihat apa yang dilakukan oleh musuhnya tersebut. Kata-kata musuhnya terus terbersit dalam hatinya. Begitu pula seperti orang yang sedang dimabuk asmara. Kadang-kadang, dia memikirkan dan merenungkan ucapan kekasihnya dengan hati, sehingga ia tenggelam dalam pikirannya. Maka, yang terbersit dalam hatinya hanya ucapan sang kekasih.

Selama seseorang masih memiliki harta di luar kebutuhan, meskipun hanya uang satu dinar, ia akan terus dibisiki oleh setan untuk memikirkan dinarnya. Bisikan itu bisa tentang bagaimana menjaga harta tersebut, cara membelanjakannya, bagaimana menyembunyikannya agar tak diketahui orang lain, atau yang lainnya. Atau bagaimana ia bisa memamerkan harta itu untuk dibanggakannya.

Barangsiapa yang menancapkan kukunya pada dunia, lalu ia berharap terbebas dari setan, adalah laksana orang yang membenamkan tangannya di dalam air madu, namun mengira tidak akan ada lalat yang bakal menempel padanya. Hal ini mustahil, sebab dunia adalah pintu gerbang bagi masuknya bisikan setan. Dan, setan punya banyak pintu.

--Disarikan dari Kitab Aja’ib al-Qalb, Ihya ‘Ulumuddin, Imam Al-Ghazali.--

MEMBUKA TABIR KEGAIBAN SHALAT


RAHASIA SHALAT MENURUT IMAM AL-GHAZALI

Salah satu kitab yang mengulas panjang lebar tentang rahasia shalat adalah Kitab Ihya Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali pada bab Asrarus-Shalah wa Muhimmatuha. Kitab inilah salah satu dasar pengajaran tentang teknik shalat khusyusuk yang diajarkan ulama Nusantara dari zaman ke zaman. Para wali menjadikan kitab ini sebagai rujukan utama dalam menanamkan kedalaman makna batin dalam shalat sesuai ilmu syariat dan hakikat.
Menurut Imam Al-Ghazali—dengan mengutip ulama dahulu—mengatakan: “Perumpamaan seorang yang shalat adalah seperti seorang pedagang; tidak akan memperoleh laba, kecuali dia menyediakan modal untuk dagangannya itu. Demikian pula, seseorang yang mengerjakan shalat, tidak akan diterima dari shalat sunnahnya, sampai dia melaksanakan shalat fardhunya.” Sungguh, waktu shalat adalah panggilan jiwa yang harus dipersiapkan. Ini adalah waktu khusus yang diberikan oleh Allah kepada kaum beriman untuk menghadap-Nya, berkomunikasi dengan-Nya, bermunajat kepada-Nya.
Pernah diriwayatkan bahwa Sayyidna Ali bin Abi Thalib r.a. ketika tiba saat shalat, tubuhnya gemetar dan wajahnya berubah. Ketika ditanyakan mengenai hal itu, dia menjawab: “Telah tiba waktu untuk melaksanakan amanat yang ditawarkan oleh Allah pada langit, bumi dan gunung-gunung. Mereka semua menolaknya karena khawatir tidak mampu memikulnya, tetapi kini aku memikulnya.”

Sayyidna Ali bin Abi Thalib r.a. ingin mengajarkan kepada kita betapa besarnya nilai ibadah shalat, sebab ia merupakan amanat terbesar yang harus dipikul sebagai hamba. Melalui shalat diri manusia menerima kekhilafahannya di dunia. Sayyidina Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali r.a., ketika selesai wudhu wajahnya berubah menjadi pucat pasi. Pernah suatu ketika keluarganya menanyakan hal tersebut kepadanya, “Mengapa engkau seperti itu ketika selesai wudhu?” dia menjawab, “Tidakkah kalian tahu di hadapan siapa aku akan berdiri?”

Sungguh, shalat adalah media pertemuan dengan Allah yang telah ditetapkan waktunya secara khusus. Shalat bagi hamba tertentu menjadi komunikasi rahasia tersendiri. Karenanya, bagi orang-orang tertentu merasa tak cukup untuk shalat berjamaah pada waktu shalat fardhu, dia akan menambah pertemuannya dengan Allah dengan memperbanyak shalat sunnah di waktu kesendiriannya, waktu yang sepi, waktu yang khusus antara dia dan Rabbnya. Shalatnya hanya ingin diketahui oleh Allah, malaikat, rasul dan hamba-hamba-Nya shaleh yang telah berada di alam barzakh. Secara sadar, orang jenis ini memahami dimensi barzakh yang dimasukinya di masa shalat. Sa’id bin Musayyab mengatakan, “Barangsiapa yang shalat di tempat yang sepi, maka malaikat akan berdiri shalat di samping kanannya dan di samping kirinya. Jika dia (sebelum shalat) menyerukan azan dan iqamat, maka akan bershalat di belakangnya malaikat yang banyak jumlahnya.”

Shalat adalah waktu terbayarnya kerinduan seorang hamba kepada Sang Mahacinta; Allah SWT. Shalat adalah perjumpaan dengan Allah. Rasulullah SAW bersabda, “Tak satu pun perangai manusia lebih disukai Allah daripada seseorang yang sangat ingin berjumpa dengan-Nya, dan tak ada saat bagi seseorang untuk lebih dekat kepada Allah daripada ketika dia bergerak menuju sujud.” (HR Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Nasa’i)

Rasulullah SAW juga bersabda, “Saat seseorang sedang bersujud adalah saat paling dekat kepada Allah. Maka, perbanyaklah doa oleh kalian di waktu itu.” (HR Muslim)
Imam Al-Ghazali meriwayatkan sebuah hadis dari Abdullah bin Abbas, menurutnya Nabi Dawud a.s. dalam munajatnya bertanya-tanya, “Wahai Tuhanku, siapakan yang dapat menghuni rumah-Mu, dan shalat siapakah yang Engkau terima?”

Lalu, Allah SWT pun menurunkan wahyu kepadanya: “Wahai Dawud, sesungguhnya orang yang menghuni rumah-Ku dan Ku-terima shalatnya adalah orang yang merendahkan hatinya demi keagungan-Ku, melewatkan harinya dalam berdzikir kepada-Ku, mencegah dirinya dari nafsu syahwat demi menghormati-Ku, memberi makan orang yang lapar, menjamu perantau, dan mengasihani orang yang sakit. Orang seperti itulah yang cahayanya bersinar di langit dan bumi. Jika dia berdoa kepada-Ku, niscaya Aku mengabulkan doanya, dan jika dia memohon dari-Ku, niscaya Aku memenuhinya. Aku akan menjadikan kebijakan dalam kejahilannya, ingat kepada-Ku dalam kelalaiannya, dan cahaya dalam kegelapannya. Perumpamaan orang itu, di antara manusia lainnya adalah seperti Taman Firdaus di Puncak Surga, yang tak akan kering sungainya dan tak akan membusuk bebuahannya.”

--Disarikan dari Kitab Asrar Ash-Shalah wa Muhimmatuha, kitab Ihya Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali.--

USIR HAWA NAFSU DARI KALBUMU!


Syekh Abdul Qadir Al-Jailani memberi nasehat:

“Keluarkan dirimu dari nafsumu dan jauhilah ia! Lepaskan segala kepemilikanmu dan serahkan semua pada Allah. Jadilah gerbang di pintu kalbumu. Patuhilah perintah-perintah-Nya untuk memasukkan orang-orang yang memang diperintahkan dan diizinkan masuk. Patuhi pula larangan-larangan-Nya untuk mengusir orang-orang yang diperintahkan-Nya untuk kau usir. Jauhi dari pintu kalbumu!


Jangan masukkan hawa nafsu ke dalam kalbumu setelah ia terusir darinya. Pengusiran hawa nafsu dari kalbu adalah dengan menentangnya dan menolak mengikutinya dari segala kondisi. Sedangkan, memasukkannya ke dalam kalbu adalah dengan menuruti kehendaknya dan menyetujuinya.

Janganlah engkau berkehendak selain dengan Kehendak Allah Azza wa Jalla. Kehendak yang kauinginkan selain itu adalah belantara kebodohan yang akan mengantarkanmu pada malapetaka dan kebinasaanmu, juga kejatuhanmu di mata-Nya dan keterjauhanmu dari-Nya.


Maka dari itu, jagalah selalu perintah-Nya dan jauhilah larangan-Nya. Pasrahkan selalu dirimu kepada-Nya dalam segala ketentuan yang telah ditetapkan-Nya. Jangan pernah sekutukan Dia dengan sesuatu pun dari makhluk-Nya. Karena itu, janganlah terlalu berambisi tinggi, menginginkan kesenangan dan bersyahwat besar agar dirimu tak menjadi orang yang musyrik.

Allah SWT berfirman, “Barangsiapa yang mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal shaleh dan janganlah ia mempersekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Allah,” (QS Al-Kahfi [18]: 110).


Syirik bukan hanya terbatas pada penyembahan berhala saja, namun termasuk juga tindak kesyirikan adalah menurutkan hawa nafsumu, memilih sesuatu selain-Nya berupa dunia seisinya, dan segala sesuatu selain-Nya. Jika engkau terhanyut dengan segala sesuatu selain-Nya, maka berarti engkau telah menyekutukan-Nya. Maka, waspaadalah dan jangan terlena, takutlah selalu dan jangan merasa diri aman, telitilah selalu dan jangan lalai, niscaya engkau akan merasa tenang.”


--Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam kitab Adab As-Suluk wa At-Tawassul ila Manazil Al-Muluk--

CAHAYA CAHAYA MAKRIFAT

MACAM-MACAM CAHAYA BATIN YANG MENGGODA

“Ada cahaya yang menyingkap jejak-jejak-Nya dan ada cahaya yang menyingkap sifat-sifat-Nya.”

—Syekh Ibnu Atha’illah dalam kitab Al-Hikam.


Syekh Abdullah Asy-Syarqawi menjelaskan bahwa ada cahaya yang menyingkap keadaan makhluk-makhluk sehingga ia menyinari ahwal (keadaan spiritual) para hamba dan menyinari yang ada di atas bumi dan di bawah langit. Ini disebut dengan kasyaf shuwari (pengungkapan bentuk). Kasyaf ini tidak dipedulikan oleh para muhaqqiq (para ahli hakikat).


Ada pula cahaya yang menyingkap sifat-sifat Allah dan keindahan-Nya. Cahaya ini tak akan terlihat, kecuali para orang-orang yang darinya tampak sifat-sifat Allah. Ini disebut dengan kasyaf maknawi (pengungkapan immateril). Kasyaf inilah yang dicari oleh para muhaqqiq.


Syekh Ibnu Atha’illah tidak mengatakan, “Ada cahaya menyingkap dzat-Nya,” karena penampakkan dzat Allah yang murni dan bersih dari sifat-sifat masih menjadi perdebatan di kalangan mereka. Sebagian dari mereka menafikan. Sebagian yang lain membenarkan kemungkinannya.


Syekh Muhyiddin Ibn Arabi menyebut penampakkan dzat Allah yang murni ini dengan bawariq (kilat), karena ia datang dan hilang dengan cepat, dan manusia tidak sanggup menerimanya dalam waktu lama.”


Syekh Ibnu Atha’illah dalam kitab Al-Hikam mengatakan: “Boleh jadi kalbu terhenti pada cahaya-cahaya, sebagaimana terhijabnya kalbu oleh gelapnya bayang-bayang ciptaan.”


Menurut Syekh Abdullah Asy-Syarqawi, boleh jadi kalbu kita tertutup oleh cahaya-cahaya dan terhenti dari perjalanannya menuju Allah, sebagimana jiwa tertutup oleh tebalnya ciptaan, syahwat, dan kenikmatan sehingga terhalang dari Allah SWT.


Hijab yang menghalangi dari Allah itu ada dua macam:

Pertama, hijab yang bersumber dari cahaya, yakni ilmu dan pengetahuan. Jika hati terhenti padanya, maka ia akan merasa cukup dengannya dan menjadikannya sebagai tujuan dan maksud. Kedua, hijab yang bersumber dari kegelapan, yakni nafsu syahwat dan kebiasaanya. Ia digambarkan dengan ketebalan dan kegelapan, karena tidak dapat dihilangkan, kecuali dengan perjuangan dan penderitaan.”


--Syekh Ibnu Atha’illah dalam kitab Al-Hikam, dengan syarah oleh Syekh Abdullah Asy-Syarqawi

MENDEKATLAH KEPADA SANG MAHA PEMBERI NIKMAT

Syekh Abdul Qadir Al-Jailani memberi nasehat:
“Jika Allah ‘Azza wa Jalla melimpahimu kekayaan, dan kekayaan itu kemudian menyibukkan dirimu dari berbuat ketaatan kepada-Nya, maka Dia memisahkanmu darinya, baik di dunia maupun di akhirat.

Bahkan, boleh jadi, Dia mencabut kembali karunia-Nya darimu, menelantarkanmu dan menjadikanmu miskin sebagai bentuk hukuman atas kesibukanmu dengan nikmat yang melupakanmu dari Sang Maha Pemberi nikmat.

Tetapi, jika engkau sibukkan dirimu dengan berbuat ketaatan kepada-Nya sambil berpaling dari kekayaan, maka Dia akan menjadikan kekayaan tersebut sebagai anugerah bagimu dan tidak akan berkurang sebiji pun. Harta kekayaan akan menjadi pelayanmu, sementara engkau berkhidmat menjadi pelayan Sang Mawla (Allah), sehingga engkau pun akan hidup di dunia dalam belaian kasih sayang, dan hidup di akhirat dalam nauangan kehormatan dan kemuliaan surga bersama para Shiddiq, para Syahid dan orang-orang shaleh lainnya.”

--Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam kitab Adab As-Suluk wa At-Tawassul ila Manazil Al-Muluk--

MEMAHAMI MAKNA RIDHA

Syekh Abdul Qadir Al-Jailani mengatakan:
"Kalian harus senantiasa ridha kepada Allah Azza wa Jalla dalam keadaan senang maupun susah, dalam keadaan baik maupun buruk, sehat ataupun sakit, kaya maupun miskin, dan dalam keadaan sukses ataupun gagal. Aku tidak melihat obat yang baik bagi kalian selain berserah diri kepada-Nya.

Jika Allah menakdirkan sesuatu bagi kalian, janganlah takut. Janganlah mengeluh kepada selain-Nya, sebab itu justru bisa menyebabkan bencana bagi kalian, Tenang dan diamlah! Jika kalian ridha, Dia akan mengubah kesusahan kalian menjadi kebahagiaan!"

--Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam Fath Ar-Rabbani

TEKNIK DÀSAR MUROQOBAH

Salik dan Matin kembali berdiskusi di Sor Baujan (di bawah Pohon Trembesi), untuk belajar hakikat sedikit demi sedikit. Sebagai pemula, Salik merasa perlu untuk menimba ilmu dari Matin.
Salik (S): Bro, ajarkan saya tentang makna ihsan!
Matin (M): Waduh, mirip pertanyaan Malaikat Jibril kepada Rasulullah?!
S: Ah...Biasa saja. Saya hanya ingin belajar dari caramu memahami.

M: Dasarnya “anta’budallaha ka’anaka tarahu fa inlam tara fa innahu yaraka” (Menyembah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, jika kau tak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu). Latihlah kesadaranmu ini saat shalat atau sedang berdzikir. Lalu, gunakan kesadaran ini setiap saat dalam kehidupanmu sehari-hari. Inilah makna ihsan

S: Jadi kesadaran bahwa kita selalu diawasi. Berarti muraqabah itu seperti camera CCTV?

M: Untuk lebih mudah memahami, dapat dikatakan seperti itu.
S: Maksudnya, kita harus sadar bahwa setiap saat Allah mengawasi dan melihat semua gerak, bisikan, getar hati dan seluruh pekerjaan?
M: Betul. Namun, ini hanya tingkat dasar.
S: Maksudnya?
M: Camera CCTV itu kan searah. Sebab, kita hanya menjadi objek yang dilihat. Komunikasinya pun searah. Tertuang dalam rekaman. Ada jarak, tempo dan waktu untuk memutar ulang atau disaksikan langsung. Tapi, pengertian muraqabah dalam konsep ihsan lebih daripada itu.

S: Maksudnya?

M:Muraqabah itu adalah kesadaran seorang hamba yang secara terus menerus atas pengawasan Allah terhadap semua keadaan. Juga bisa berarti komunikasi seorang hamba dengan Tuhannya dalam kesadaran batin. Jadi, ada komunikasi dua arah.
S: Hmmmm. Bagaimana cara melatihnya?
M: Sebaiknya Anda belajar kepada guru tarekat/mursyid.
S: Saya sudah ikut tarekat, tapi waktu untuk bertemu guru dan bertanya tentang banyak hal tentu sukar. Para guru sufi tentu sangat sibuk, banyak urusan, saya ingin dengar dari caramu dalam memahami.
M: Hmmmm
S: Apa salahnya, memberi informasi sedikit!

M: Baiklah. Muraqabah adalah maqam seorang salik agar mencapai insan kamil (manusia sempurna). Dalam tarekat, biasanya diajarkan dengan duduk tafakur atau mengheningkan rasa dengan penuh kesungguhan hati seolah-olah engkau sedang berhadapan langsung dengan Allah. Kau harus meyakini bahwa Allah selalu mengawasi dan memperhatikan kita, hingga kau akan kau dapat mencapai ihsan yang baik dan merasakan kehadiran Allah dimana saja dan kapan saja kau berada.

S: Hmmmm

M: Engkau harus belajar dengan proses riayadhah dan mujahadah untuk mencapai kedekatan dengan Allah, karena “Sesungguhnya Allah selalu mengawasi engkau semua.” (QS Al-Ahzab: 52). Lakukan muhasabah atau evaluasi diri setiap saat. Rasakan dengan kesadaran jiwa dan ragamu akan kehadiran Allah dalam segala hal yang terbersit dalam pikiran, niscaya Allah akan selalu menjaga dirimu. Jangan terputus dengan ibadah wajib, lalu perbanyak amalan sunnah. Gunakan dzikir zahar dan khafi sebagai medianya agar engkau dapat merasakan terhadap kehadiran Allah. Rasakan agar mencapai dawam hudhur (senantiasa merasakan kehadiran Allah). Dari sini kau akan memahami bahwa sebenarnya muraqabah adalah komunikasi spiritual. 

S: Hmmm. Apakah setiap tarekat mengajarkan proses muraqabah?

M: Betul. Setiap tarekat memilik teknik muraqabah yang beragam. Misalnya, dalam tarekat Qadiriyah terdapat 4 macam muraqabah. Dalam Tarekat Naqsyabandiyah Mujaddidiyah terdapat 11 muraqabah. Dalam tarekat Chistiyah terdapat 8 jenis muraqabah. Begitu juga dalam tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah terdapat 20 macam/tingkatan muraqabah.
S: Boleh dijelaskan macam dan tingkatannya?!
M: Masuk tarekat saja! Tanya gurumu!
S: Sudahlah, bagi sedikit saja! Insya Allah bermanfaat dan sangat membantu!
M: Tapi, ingat nanti kau tanya ke mursyidmu ya!
S: Iya...Cepat ajarkan saja sedikit!

M: Baiklah. Pertama, muraqabah Ahadiyah, yakni kesadaran akan keesaan dan ketunggalan Allah dalam dzat, sifat dan af’al. Arahkan kesadaran kalbumu pada esensi Tuhan, yang memiliki sifat maha sempurna dan tak terbatas, tak terjangkau.  Kedua, muraqabah ma’iyah, yakni kesadaran bahwa kita selalu bersama Allah. Arahkan kalbumu kepada Tuhan dalam setiap keadaan, rasakan dengan panca inderamu.  Ketiga, muraqabah al-aqrabiyah, yakni mengarahkan kalbumu kepada Tuhan yang esensinya begitu dekat, sangat dekat, lebih dekat daripada indera penglihatanmu, lebih dekat daripada penciumanmu, lebih dekat daripada perabaanmu dan rasamu, lebih dekat daripada pikiran dalam hatimu, lebih dekat daripada memorimu, tetapi hanya Allah yang Maha Mengetahui akan keadaan yang sesungguhnya.
S: Hmmmm. Lalu apa lagi?
M: Cukup, 3 dulu!
S: Tambah 2-3 lagi!
M: Cukup! Boleh jadi, kamu memerlukan waktu setahun untuk mencapainya.
S: Hmmmm.
M: Moga bermanfaat!

Salam semoga bermanfaat

MENGENAL SAHABAT SEJATIMU


ما صحبك الا من صحبك وهو بعيبك عليم و ليس ذالك الا مولاك الكريم خير من تصحب من يطلبك لا لشيء يعود منك اليه

Kawan sejatimu adalah sahabat yang mengetahui aibmu. Tak lain Dia adalah Tuhanmu Yang Maha Pemurah. Sebaik-baik sahabat adalah yang tidak mengharap keuntungan darimu.

--Syekh Ibnu Atha'illah, Al-Hikam.

Syekh Abdullah Asy-Syarqawi menjelaskan bahwa tak ada yang menjadi sahabatmu dengan sebenar-benarnya, kecuali Dzat yang memberimu kebaikan. Dia sangat mengetahui aib dan cela mu, tapi dia tidak pernah terhalang untuk mendekatimu dan menjadi sahabat bagimu dalam keadaan apa pun.

Padahal Dia sangat mengetahui semua rincian aibmu. Yang mau berteman seperti itu hanya Tuhanmu Yang Maha Mulia.  Seperti itulah persahabatan kaum Sufi dan orang-orang Arif yang memiliki akhlak dengan sifat-sifat Tuhannya.

Adapun orang yang menemanimu dengan kebodohannya, dia bukanlah sahabat sejati, karena dia tidak kuasa melihat kekurangan dan aibmu. Dia tak akan mampu bersabar menanggungnya, meskipun bersabar pasti ada maksud dan tujuan yang diinginkannya.

Maka sebaik-baik sahabat sejati adalah orang yang tidak menuntut apa pun darimu. Seperti itulah persahabatan Tuhanmu atau orang-orang yang berakhlak seperti akhlak-Nya.

Sedangkan orang yang bersahabat denganmu karena kebaikanmu dan manfaat yang kau berikan kepadanya, sungguh dia bukanlah sahabat sejati karena tujuannya hanya menunaikan kebutuhannya sendiri yang diharapkan dari dirimu. Namun jika tujuan itu telah terlaksana. dia akan meninggalkanmu.

Renung-renungkanlah, pikir-pikirkanlah!

--Al-Hikam, Syekh Ibnu Atha'illah, syarah Syekh Abdullah Asy-Syarqawi.

ILMU YANG BERMANFAAT BAGI KALBUMU


العلم النافع هو الذي ينبسط في الصدر شعاعه وينكشف به عن القلب قناعه

Ilmu yang bermanfaat adalah yang cahayanya melapangkan dada dan menyingkap tirai kalbu.
--Syekh Ibnu Atha'illah, Al-Hikam.

 Sahabatku, menurut Syekh Abdullah Asy-Syarqawi, ilmu yang bermanfaat adalah ilmu tentang mengenal Allah, sifat-sifat-Nya, asma-Nya dan ilmu tentang tata cara beribadah kepada-Nya, serta ilmu adab di hadapan-Nya. Ilmu inilah yang cahayanya melapangkan dada sehingga mudah menerima Islam dan menyingkap tirai serta selubung penutup kalbu hhingga hilanglah segala macam angan dan keraguan darinya.

Malik bin Anas mengatakan, "Ilmu diraih bukan dengan banyaknya periwayatan, melainkan ilmu adalah cahaya yang dipancarkan Allah ke dalam hati."

Manfaat ilmu adalah mendekatkan diri hamba kepada Tuhannya, dan menjauhkan dari pandangan terhadap diri sendiri. Itulah Puncak kebahagiaan seorang hamba dan akhir dari keinginan dan pencariannya.

Al-Mahdawi berkata: "Ilmu yang berguna adalah ilmu tentang waktu, kejernihan hati, kezuhudan di dunia dan ilmu tentang hal-hal yang mendekatkan diri kepada Allah, menjauhkan diri dari neraka, membuat takut kepada Allah dan berharap hanya kepada-Nya, serta ilmu tentang kebersihan jiwa dan bahaya yang diakibatkannya."

Itulah ilmu yang dimaksud dengan cahaya yang dipancarkan Allah ke dalam hati siapa saja yang dikehendaki-Nya. Bukan ilmu lisan atau ilmu logika.

Al-Junaed mengatakan, "Ilmu yang sesungguhnya adalah ilmu makrifatullah dan ilmu tentang adab dihadapan-Nya."

Syekh Ibnu Atha'illah juga mengatakan, "Sebaik-baik ilmu adalah ilmu yang disertai rasa takut kepada-Nya."

--Syekh Ibnu Atha'illah, Al-Hikam, syarah Syekh Abdullah Asy-Syarqawi.