Jumat, 27 Oktober 2017

JIKA MASIH GALAU, BERARTI JAUH DARI ALLAH

“Jika hatimu masih merasa galau dan sedih berarti masih terhalang untuk menyaksikan-Nya.”
—Syekh Ibnu Atha’illah dalam kitab Al-Hikam.
Syekh Abdullah Asy-Syarqawi menjelaskan bahwa jika hati kita masih merasakan galau, sedih dan gelisah terhadap hal-hal yang bersifat duniawi, berarti hati kita masih terhalang dari melihat Allah dengan mata batin. Jika tidak, tentu dia tidak akan merasa risau ataupun sedih atas hilangnya sesuatu dari dunia ini.
Perasaan galau dan sedih tersebut adalah akibat dari sikap memandang diri sendiri dan mengedepankan keuntungan pribadi semata. Padahal, jika seseorang tak hanya melihat dirinya sendiri dan hanya menyaksikan Al-Haqq, tentu dia akan selalu senang dan bahagia. Allah berfirman, “Janganlah engkau bersedih. Sesungguhnya Allah selalu bersama kita.”
Siapa yang hatinya bersinar dengan cahaya makrifat, ia tidak akan bersedih selamanya.
Tetapi, jika orang yang mencapai maqam ini masih merisaukan kesedihan dan kegalauan yang tak tertahankan, ketahuilah bahwa di dalam kesedihan, kegalauan dan kerisauan itu masih ada faedah yang mulia. Kesedihan, kegalauan dan kerisauan dapat menjernihkan hati dan memendam hawa nafsu, serta mengurangi kesenangan dunia.
Kerisauan dan kegalauan selalu berhubungan dengan sesuatu yang akan datang. Sedangkan kesedihan berhubungan dengan masa lampau. Orang yang dekat kepada Allah, dan mampu menyaksikan kekuasaan dan kehendak-Nya, tentu tak akan merasa sedih dan galau, sebab dirinya selalu merasakan kehadiran Allah,
yang begitu dekat dan sangat dekat.
--Syekh Ibnu Atha’illah dalam kitab Al-Hikam, dengan syarah oleh Syekh Abdullah Asy-Syarqawi

Selasa, 24 Oktober 2017

WASIAT SYEKH IBNU ATHA'ILLAH TENTANG UMUR & DZIKIR

"Jika engkau telah berusia empat puluh tahun, maka segeralah untuk memperbanyak amal shaleh siang maupun malam. Sebab, waktu pertemuanmu dengan Allah 'Azza wa Jalla semakin dekat. Ibadah yang kau kerjakan saat ini tidak mampu menyamai ibadah seorang pemuda yang tidak menyia-nyiakan masa mudanya. Bukankah selama ini kau sia-siakan masa muda dan kekuatanmu. Andaikata saat ini kau ingin beramal sekuat-kuatnya, tenagamu sudah tidak mendukung lagi.
Maka, beramallah sesuai kekuatanmu. Perbaikilah masa lalumu dengan banyak berdzikir, sebab tidak ada amal yang lebih mudah dari dzikir. Dzikir dapat kamu lakukan ketika berdiri, duduk, berbaring maupun sakit. Dzikir adalah ibadah yang paling mudah.
Rasulullah saw bersabda :
وليكن لسانك رطبا بذكر اللّه
Dan hendaklah lisanmu basah dengan berdzikir kepada Allah swt.
Bacalah secara berkesinambungan doa' dan dzikir papa pun yang mudah bagimu. Pada hakikatnya engkau dapat berdzikir kepada Allah swt adalah karena kebaikannya. Ia akan mengaruniamu…..
"Ketahuilah, sebuah umur yang awalnya disia-siakan, seyogyanya sisanya dimanfaatkan. Jika seorang ibu memiliki sepuluh anak dan sembilan diantaranya meninggal dunia. Tentu dia akan lebih mencintai satu-satunya anak yang masih hidup itu. Engkau telah menyia-nyiakan sebagian besar umurmu, oleh karena itu jagalah sisa umurmu yang sangat sedikit itu.
Demi Allah, sesungguhnya umurmu bukanlah umur yang dihitung sejak engkau lahir, tetapi umurmu adalah umur yang dihitung sejak hari pertama engkau mengenal Allah swt.
"Seseorang yang telah mendekati ajalnya ( berusia lanjut ) dan ingin memperbaiki segala kekurangannya di masa lalu, hendaknya dia banyak membaca dzikir yang ringkas tetapi berpahala besar. Dzikir semacam itu akan membuat sisa umur yang pendek menjadi panjang, seperti dzikir yang berbunyi :
سبحان اللّه العظيم وبحمده عدد خلقه ورضانفسه وزنة عرشه ومداد كلماته
Maha suci Allah yang Maha Agung dan segala puji bagi-Nya, ( kalimat ini kuucapkan ) sebanyak jumlah ciptaan-Nya, sesuai dengan yang ia sukai, seberat timbangan Arsy-Nya dan setara dengan jumlah kata-kata-Nya.
Jika sebelumnya kau sedikit melakukan shalat dan puasa sunah, maka perbaikilah kekuranganmu dengan banyak bershalawat kepada Rasulullah saw. Andaikata sepanjang hidupmu engkau melakukan segala jenis ketaatan dan kemudian Allah swt bershalawat kepadamu sekali saja, maka satu shalawat Allah ini akan mengalahkan semua amalmu itu.

Sebab, engkau bershalawat kepada Rasulullah sesuai dengan kekuatanmu, sedangkan Allah swt bershalawat kepadamu sesuai dengan kebesaran-Nya. Ini jika Allah swt bershalawat kepadamu sekali, lalu bagaimana jika Allah swt membalas setiap shalawatmu dengan sepuluh shalawat sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah Hadits Shahih, "Betapa indah hidup ini jika kau isi dengan ketaatan kepada Allah swt, dengan berdzikir kepada-Nya dan bershalawat kepada Rasulullah saw."

LIMA KEBAHAGIAAN DI DUNIA DAN AKHIRAT

‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash r.a. mengatakan:

خَمْسٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ سَعَدٌ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ أَوَّلُهَا أَنْ يَذْكُرَ لَاإِلَهَ إِلَّا اللهُ مُحَمَّدٌ رَسَوْلُ اللهِ وَقْتًا بَعْدَ وَقْتٍ وَ إِذَا ابْتُلِيَ بِبَلِيَّةٍ قَالَ إِنَّا لِلهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ وَ لَاحَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ الْعَلِيَّ الْعَظِيْمِ وَ إِذَا اُعْطِيَنِعْمَةً قَالَ الْحَمْدُ لِلهِ رَبَّ الْعَالَمِيْنَ شُكْرًا لِلنِّعْمَةِ وَإِذَا ابْتَدَأَ فِي شَيْءٍ قَالَ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِوَ إِذَا أَفْرَطَ مِنْهُ ذَنْبًا قَالَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ
"Orang yang memiliki lima perkara berikut ini akan bahagia di dunia dan di akhirat, yaitu:
1) Banyak-banyak mengucapkan, ‘Laa ilaaha illallah Muhammadur rasulullah.’ (Tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah);
2) Setiap kali ditimpa musibah mengucapkan: ‘Innaa lillaahi wa innaa ilahi raji’uun, wa laa haula wa laan quwwata illa billlahil ‘Aliyyil ‘Azhiim (Sesungguhnya kami ini milik Allah, dan kepada-Nya kami kembali, tiada daya dan kekuatan, kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Agung);
3) Ketika menerima nikmat dari Allah mengucapkan: ‘Alhamdulillaahi rabbil ‘aalamiin.’ (segala puji hanyalah milik Allah, Rabb semesta Alam), sebagai bentuk syukur (lisan);
4) Ketika memulai suatu pekerjaan mengucapkan "bismillahirrahmanirrahim"( Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang)
5) Setiap melakukan dosa, ia mengucap: ‘Astaghfriullahal ‘azhiim, wa atuubu ilah.’ (Aku memohon ampun kepada Allah dan bertobat kepada-Nya).”
Berkaitan dengan perkara pertama, Rasulullah SAW bersabda:
أَكْثِرُوْا ذِكْرَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى كُلِّ حَالٍ فَإِنَّهُ لَيْسَ عَمَلٌ أَحَبَّ إِلَى اللِه وَلَا أَنْجَى لِعَبْدٍ مِنْ كُلِّ سَيِّئَةٍ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ مِنْ ذِكْرِ اللهِ
“Perbanyaklah kalian berdzikir kepada Allah swt dalam segala keadaan, karena sesungguhnya tidak ada amal yang lebih dicintai oleh Allah dan lebih menyelamatkan seseorang dari semua keburukan dunia dan akhirat daripada berdzikir kepada Allah.” (HR. Ibnu Sharshari)
Berkaitan dengan perkara kedua, Rasulullah SAW bersabda :
لَا تُكْثِرُوْا الْكَلَامَبِغَيْرِ ذِكْرِ اللهِ فَإِنَّ كَثْرَةَ الْكَلَامِ بِغَيْرِ ذِكْرِ اللهِ قَسْوَةُ الْقَلْبِ وَ إِنَّ أَبْعَدَ النَّاسِ مِنْ اللهِ الْقَلْبُ الْقَاسِى
“Janganlah kalian banyak bicara selain berdzikir kepada Allah, karena sesungguhnya banyak berbicara selain berdzikir dapat menyebabkan hati keras, padahal manusia yang jauh dari nikmat Allah adalah orang yang memiliki hati yang keras.” (HR. al-Tirmidzi)
Berkaitan dengan perkara ketiga, Rasulullah SAW bersabda:

أَحَبُّ الْكَلَامِ إِلَى اللهَأَرْبَعٌ سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلهِ وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ لَا يَضُرُّكَ بِأَيِّهِنَّ بَدَأْتَ
“Ucapan yang paling disenangi oleh Allah ada empat, yaitu; subhanallah, al-hamdulillaah, laa ilaaha illallah, dan Allahu akbar. Tidak masalah bagimu untuk memulai dari lafazh yang mana dalam mengucapkannya.” (HR. Muslim dan Nasa’I)
قُوْلُوْا لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ وَ قُوْلُوْاسُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلهِ وَ قُوْلُوْا تَبَارَكَ اللهُ فَإِنَّهُنَّ خَمْسٌ لَايَعْدِلُهُنَّ شَيْءٌ
“Ucapkanlah ‘laa ilaaha illallah’ dan ‘Allahu akbar’; ucapkanlah ‘subhaanallah’ dab ‘al-hamdulillah’; dan ucapkanlah ‘tabaarakallah.’ Sebab semua ucapan itu merupakan lima perkara yang tidak ada perkara lain yang bisa menyamainya.” (HR. Ibnu Sharshari)
Berkaitan dengan perkara keempat, Rasulullah SAW bersabda:
كُلُّ أَمْرٍ ذِي بَالٍ لَا يُبْدَأُ فِيْهِ بِحَمْدِ اللهِ فَهُوَ أَقْطَعُ
“Setiap perbuatan baik yang di dalamnya tidak dimulai dengan pujian kepada Allah, maka perbuatan tersebut terputus (dari rahmat Allah).” (HR. Ibnu Hibban)
كُلَّ أَمْرٍ ذِي بَالٍ لَا يُبْدَأُ فِيْهِ بِبِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ فَهُوَ أَبْتَرُ
“Setiap perbuatan baik yang di dalamnya tidak dimulai dengan bacaan basmalah, maka perbuatan terputus (dari rahmat Allah).” (HR. Abu Dawud)
Berkaitan dengan perkara kelima, Rasulullah SAW bersabda:
أَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى دَائِكُمْ وَ دَوَائِكُمْ إِنَّ دَاءَكُمْ الذُّنُوْبُ وَ دَوَائَكُمْ الْاِسْتِغْفَارُ
“Maukah aku tunjukkan kepada kalian mengenai penyakit kaluann dan obatnya untuk kalian?” bahwasanya penyakit kalian adalah berbuat dosa, sedangkan obatnya adalah beristighfar.” (HR. ad-Dailami)
مَنْ لَزِمَ الْاِسْتِغْفَارَ جَعَلَ اللهُ لَهُ مِنْ كُلِّ ضِيقٍ مَخْرَجًا وَ مِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا وَ رَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
“Barang siapa selalu mengucapkan istighfar, maka Allah akan menjadikan untuk dirinya jalan keluar dari semua kesulitan, menjadikan kegembiraan dari semua kesusahan, dan akan member rezeki kepadanya dari jalan yang tak diduga-duga.” (HR. Ahmad, Abu Dawud,dan Ibnu Majah)
عَلَيْكُمْ بِلَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَ الْاِسْتِغْفَارُ فَأَكْثِرُوْا مِنْهُمَا فَإِنَّ إِبْلِيْسَ قَالَ أَهْلَكَتْ النَّاسُ بِالذُّنُوْبِ وَ أَهْلَكُوْنِيْ بِلَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَ الْاِسْتِغْفَارُ فَلَمَّا رَأِيْتُ ذَلِكَ أَهْلَكْتُهُمْ بِالْأَهْوَاءِ فَهُمْ يَحْسَبُوْنَ أَنَّهُمْ مُهْتَدُوْنَ
“Hendaklah kalian banyak mengucapkan ‘laa ilaaha illallah dan beristighfar, sebab iblis berkata: ‘Aku membinasakan manusia dengan merayunya untuk berbuat dosa, namun mereka membinasakanku dengan kalimat laa ilaaha illallah dan beristighfar. Ketika aku melihat yang seperti itu, makAa aku akan membinasakan mereka dengam merayunya untuk mengikuti hawa nafsu mereka yang dengan begitu mereka menyangka bahwa mereka dalam petunjuk.” (HR. Ahmad dan Abu Ya’la)
Al-Faqih Abu Laits r.a. berkata: “Barang siapa memelihara tujuh perkara, maka ia akan menjadi orang yang mulia di sisi Allah dan di hadapan para malaikat; Allah akan mengampuni dosanya meski banyaknya seperti buih lautan; ia akan merasakan nikmatnya melaksanakan ketaatan; dan hidup-matinya akan berada dalam kebaikan. Ketujuh perkara itu adalah
1) Mengucapkan basmallah setiap akan melakukan sesuatu;
2) Mengucapkan hamdalah setiap kali selesai mengerjakan sesuatu;
3) Mengucapkan istighfar setiap kali melakukan sesuatu yang tidak bermanfaat;
4) Mengucapkan insya Allah setiap kali berjanji untuk melakukan sesuatu;
5) Mengucapkan laa haula wa laa quwwata illaa billaahil ‘aliyyil ‘azhiim setiap kali menemukan sesuatu yang tidak disenangi;
6) Mengucapakan innaa lillaahi wa innaa ilaihi raji’uun setiap kali tertimpa musibah;
7) Banyak-banyak mengucapkan laa ilaaha illallah muhammadur rasulullah, baik siang hari maupun malam hari.”
---Imam Nawawi Al-Bantani dalam kitab Nashaihul Ibad.


CARA MENCARI REZEKI MENURUT GURU SUFI

Syekh Abdul Qadir Al-Jailani mengatakan: “Sungguh, engkau dianggap sebagai orang yang celaka jika tidak merasa malu kepada Allah Subhanahu wata’ala, jika engkau menjadikan dinar sebagai tuhanmu dan menjadikan dirham sebagai tujuanmu, sedangkan engkau melupakan-Nya sama sekali! Sungguh, takdirmu telah dekat!
Maka, jadikanlah kedai-kedai yang kau miliki dan semua harta benda untuk keluargamu adalah semata-mata karena perintah syariat, namun hatimu harus tetap kokoh bertawakal kepada Allah.

Carilah rezekimu dan rezeki keluargamu hanya dari Allah SWT, bukan dari harta benda dan perniagaanmu. Dengan demikian rezekimu akan mengalir, begitu pula rezeki keluargamu. Kemudian, Allah juga akan memberimu karunia, kedekatan dan kelembutan-Nya dalam kalbumu. Dia akan mencukupi keperluan keluargamu dan keperluanmu melalui dirimu sendiri!
Allah juga akan mencukupi keluargamu dengan apa yang Dia kehendaki dan sebagaimana yang Dia kehendaki. Akan dikatakan kepada kalbumu, “Ini adalah untukmu dan keluargamu!” Namun, bagaimana mungkin engkau bisa menerima perkataan seperti itu jika seumur hidupmu bersikap musyrik?
Engkau tidak pernah merasa kenyang dengan dunia dan terus menerus mengumpulkan harta. Allah SWT menutup pintu kalbumu dan segala sesuatu tak akan bisa masuk ke dalamnya.. Dia hanya menurunkan peringatan dalam kalbumu. Maka, bertobatlah dari amal-amal burukmu dengan sebenar tobat.
Hendaknya engkau menyesali rusaknya perjalanan hidupmu dan akhlakmu yang buruk, dan hendaklah engkau menangisi setiap perkara yang telah terjadi pada dirimu.


Lalu, bantulah orang-orang fakir dengan hartamu dan janganlah bersikap bakhil, sebab tak lama lagi engkau akan berpisah dengan hartamu. Ketahuilah, seorang Mukmin yang meyakini adanya pergantian di dunia dan akhirat, tentu dia tidak akan berlaku kikir/bakhil di dunia ini.”
-- Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam kitab Fath Ar-Rabbani wal-Faidh Ar-Rahman

Senin, 16 Oktober 2017

BAHASA CINTA ALLAH UNTUK SEORANG HAMBA

Menurut Imam Al-Ghazali, telah diriwayatkan dari sebagian ulama salaf bahwa Allah SWT memberi wahyu kepada salah seorang shidiqqin sebagai berikut: 
“Aku mempunyai hamba-hamba yang mencintai-Ku. Aku juga mencintai mereka. Mereka merindukan-Ku. Aku pun merindukan mereka. Mereka mengingat-Ku. Aku pun mengingat mereka. Mereka memandangi-Ku. Aku punmemandangi mereka. Jika kamu mengikuti jejak mereka, maka Aku pun mencintaimu. Namun, jika kamu berpaling dari mereka, maka Aku akan membencimu.”

Dia bertanya, “Wahai Tuhanku! Apakah tanda-tanda mereka?” 
Dia berfirman, “Mereka menjaga keluhuran di siang hari seperti penggembala menjaga dombanya dengan mata awas senantiasa. Mereka merindukan tenggelamnya matahari seperti burung merindukan sarang saat senja menjelang.

Ketika malam terselubung dalam kegelapan, alas tidur dihamparkan, keluarga lelap dalam keletihan, dan sepasang kekasih berduaan penuh damai, mereka melangkahkan kaki menuju Aku, membentangkan wajah ke arah-Ku, bermunajat dengan firman-firman-Ku, dan bergegas menyambut nikmat-Ku. Antara berteriak dan menangis, antara mengadu dan mengeluh, antara berdiri dan duduk, antara berukuk dan sujud, Aku saksikan sendiri dengan mata-Ku apa yang mereka tanggung demi Aku.
Aku dengarkan dengan telinga-Ku sendiri apa yang mereka keluhkan demi kecintaan mereka kepada-Ku. Ada tiga hal yang pertama-tama Aku berikan pada mereka.
Pertama, Aku lontarkan cahaya-Ku ke relung hati mereka, lalu mereka mengabarkan informasi tentang Aku sebagaimana Aku mengabarkan informasi tentang mereka. Kedua, kalau langit dan bumi diperbandingkan dengan mereka, niscaya Aku utamakan mereka dan Aku sepelekan langit dan bumi itu.
Ketiga, Aku hadapkan wajah-Ku pada mereka. Ketika Aku hadapkan wajah-Ku pada seseorang, semua tahu apa yang hendak Aku berikan kepadanya!”

--Imam Al-Ghazali dalam kitab Al-Mahabbah wa asy-Syawq wa al-Uns wa ar-Ridha

ISTIGHFAR YANG MENARIK IMAM AHMAD SAMPAI BASHRAH

Menjelang akhir hidup Imam Ahmad bin Hambal atau dikenal juga Imam Hambali, beliau bercerita tentang perjalanan yang luar biasa dan mencerahkan jiwanya. Murid utama Imam Syafi'i ini bertutur: "Satu ketika, (saat usiaku telah tua) aku tidak tahu mengapa aku ingin pergi ke Bashrah."

Beliau sendiri merasa heran, mengapa ada dorongan kuat sekali untuk pergi ke Bashrah. Beliau saat itu beliau sedang menetap di Baghdad.Padahal, tidak ada janji sama sekali dengan siapa pun. Dan, tidak ada hajat apa pun di kota itu. Akhirnya Imam Ahmad pergi sendiri menuju ke kota Bashrah.
"Ketika sampai Bashrah, malam telah masuk waktu Isya'. Saya ikut shalat berjamaah Isya di salah satu masjid. Hati saya merasa tenang, lalu saya ingin beristirahat," tutur beliau.
Setelah shalat Isya' ditunaikan dan jamaah telah pun berhambur keluar masjid, maka Imam Ahmad ingin sekadar beristirahat di masjid itu sambil tiduran.

Namun, tiba-tiba Takmir masjid datang menemui Imam Ahmad sambil bertanya, "Wahai Syaikh, apa yang kau lakukan disini?" 
Pengurus masjid ini memanggilnya "Syekh" karena orang yang di depannya tampak tua, bukan karena dia orang kaya atau orang alim. Dia sama sekali tidak tahu bahwa orang yang ditemui itu adalah Imam Ahmad. Ulama sangat termashur di zamannya.

"Saya hanya ingin beristirahat. Saya musafir," jawab Sang Imam.
"Tidak boleh! Tidak boleh tidur di masjid ini!" bentak pengurus masjid.

Dengan sikap tawaduknya, Imam Ahmad pun tidak memperkenalkan siapa dirinya. Padahal di seluruh negeri, semua orang kenal siapa Imam Ahmad. Tetapi, tak semua orang pernah melihatnya langsung.
Terjadilah peristiwa yang menyedihkan, Imam Ahmad diusir dari masjid. Beliau didorong-dorong hingga hampir tersungkur. Setelah beliau di luar, masjid itu pun dikunci.

Setelah berada di luar masjid yang sudah terkunci pintunya, beliau ingin tidur di teras masjid itu karena kelelahan.
Namun, ketika sedang berbaring di teras masjid tersebut, tiba-tiba Marbot itu kembali datang dan memarahi Imam Ahmad.
"Apa lagi yang akan kau lakukan, Syekh?" bentaknya. 
"Saya mau tidur, saya musafir," jawab Imam Ahmad.
"Jika di dalam masjid tidak boleh, maka di teras masjid pun tidak boleh," tegas marbot. 
Imam Ahmad pun diusir dengan cara yang tak sopan. Bahkan, beliau didorong-dorong hingga ke jalanan.

Kesabaran Imam Ahmad telah teruji. Beliau sama sekali tak marah dan sama sekali tak mau menunjukkan siapa sesungguhnya beliau. Padahal, jika marbot itu tahu siapa sesungguhnya dia, pasti tak akan terjadi peristiwa ini.
Kebetulan, di samping masjid itu ada warung penjual roti. Sebuah rumah kecil sekaligus untuk membuat dan menjual roti. Tampak ada seorang penjual roti yang sedang membuat adonan, sambil melihat kejadian yang menimpa Sang Imam yang didorong-dorong oleh marbot tadi.
Ketika Imam Ahmad sampai di jalanan, penjual roti itu memanggil dari jauh, "Kemarilah,Syekh, kau boleh menginap di tempatku. Aku mempunyai tempat, meskipun kecil."
"Baiklah. Terima kasih," jawab Imam Ahmad sambil masuk ke rumahnya. Lalu, duduk di belakang penjual roti yang sedang membuat roti.
Lagi-lagi, Imam Ahmad sama sekali tidak memperkenalkan siapa dirinya. Beliau hanya mengaku sebagai musafir.

Penjual roti ini punya kebiasaan yang unik. Mungkin seperti orang yang pendiam dan tak banyak basa-basi. Jika Imam Ahmad ngajaknya bicara, baru dia mau menjawabnya. Tapi, jikalau tidak, dia terus membuat adonan roti sambil melafalkan istighfar.
Bacaan istighfarnya tak pernah berhenti. Saat menaruh garam pada adonan, dia menyebut "Astaghfirullah", saat mau memecahkan telur, dia pun menyebut "Astaghfirullah", saat mau mencampur gandum pun mengiringi dengan "Astaghfirullah." Praktis, dalam setiap keadaan dia mendawamkan istighfar.

Peristiwa menarik ini diperhatikan terus-menerus oleh Imam Ahmad.
Lalu beliau bertanya "Sudah berapa lama kau lakukan ini?"
Orang itu menjawab, "Sudah lama sekali syekh, saya menjual roti sudah 30 tahun, jadi semenjak itu saya lakukan membaca istighfar."

Lalu, Imam Ahmad bertanya lagi, "Apa hasil dari perbuatanmu ini?" Penjual roti itu menjawab "(Melalui wasilah istighfar) tidak ada hajat yang aku minta , kecuali pasti dikabulkan Allah. semua yang aku minta Allah, langsung diterima". 
Orang ini sangat percaya denga. hadis Nabi,"Siapa yang menjaga istighfar, maka Allah akan menjadikan jalan keluar baginya dari semua masalah dan Allah akan berikan rezeki dari jalan yang tidak disangka-sangkanya.

"Semua dikabulkan Allah, kecuali satu, masih satu yang belum Allah berikan kepadaku," ungkap penjual roti.
"Apa yang belum Allah kabulkan?" tanya Imam Ahmad penasaran.
Orang itu menjawab, "Aku minta kepada Allah supaya dipertemukan dengan Imam Ahmad."

Saat itu juga Imam Ahmad kaget luar biasa hingga beliau bertakbir, "Allahu akbar! Allah telah mendatangkan saya jauh dari Baghdad pergi ke Bashrah dan bahkan sampai didorong-dorong oleh marbot masjid itu sampai ke jalanan itu ternyata karena istighfarmu."
Penjual roti pun terperanjat. Dia memuji Allah bekali-kali, karena ternyata yang di depannya adalah Imam Ahmad, orang yang sangat dirindukan dan diharapkannya berada di hadapannya, di dalam rumahnya sendiri. Sebuah tarikan dzikir "istighfar" yang dilantunkan oleh seorang secara terus-meneris mampu menarik kordinat seorang ulama hadis terkemuka dan imam mazhab. Sungguh, betapa indah ajaran istighfar yang pernah diajakan Rasulullah SAW.

---Dirujuk dari kitab Manakib Imam Ahmad

ENAM TANDA DITERIMANYA TOBAT

Menurut Imam Nawawi Al-Bantani, seorang ahli hikmah pernah ditanya: “Jika ada seorang hamba bertobat, apakah dia bisa mengetahui bahwa tobatnya itu diterima atau tidak?“
Dia menjawab: “Aku tidak bisa memberi hukumnya, hanya saja tobat yang diterima itu memiliki tanda-tanda, yaitu:
1) Tidak merasa dirinya terpelihara dari kemaksiatan;
2) Hatinya merasa bahwa kegembiraan itu jauh, sedang kesedihan itu dekat;
3) Senang berdekatan dengan orang-orang yang berbuat baik, sekaligus menjauhi orang-orang yang berbuat buruk;
4) Memandang harta miliknya yang sedikit terasa banyak dan memandang amal akhiratnya yang banyak terasa sedikit;
5) Sibuk dengan ketaatan kepada Allah dan tidak menyibukkan diri dalam mengais rezeki yang telah dijamin oleh Allah;
6) Selalu memelihara lisannya, sering bertafakkur, serta mencemaskan dan menyesali dosa yang pernah dikerjakannya.”
Berkaitan dengan 6 perkara tersebut, Rasulullah saw. bersabda:
أَحَبُّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللهِ حِفْظُ اللِّسَانِ
“Amal yang paling dicintai oleh Allah adalah menjaga lisan.”
إِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ ذُنُوْبًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَكْثَرُهُمْ كَلَامًا فِيْمَا لَا يَعْنِيْهِ
“Sesungguhnya orang yang paling banyak dosanya pada hari Kiamat nanti adalah orang yang paling banyak bicaranya dalam hal yang tiada guna.” (HR. Ibnu Nashr)
التَّفَكُّرُ فِى عَظِمَةِ اللهِ وَجَنَّتِهِ وَنَارِهِ سَاعَةً خَيرٌ مِنْ قِيَامِ لَيْلَةٍ
“Bertafakkur sejenak tentang keagungan Allah serta tentang surga dan neraka-Nya itu lebih baik dari pada shalat malam.”
تَفَكَّرُوْا فِى خَلْقِ اللهِ وَلَا تَفَكَّرُا فِى ذَاتِ اللهِ فَتَهْلِكُوْا
“Bertafakkurlah kalian tentang ciptaan Allah dan janganlah sekali-kali bertafakkur tentang Dzat Allah, sebab kalian akan celaka.”

---Imam Nawawi Al-Bantani dalam kitab Nashaihul Ibad

Senin, 09 Oktober 2017

EMPAT TINGKATAN MANUSIA

Syekh Abdul Qadir Al-Jailani qaddasallahu sirrahu mengatakan:
"Terdapat empat jenis manusia: Pertama, manusia yang tak berlidah dan tak berhati. Mereka adalah manusia biasa, bodoh, dan hina. Mereka ini tak pernah ingat kepada Allah. Tak ada kebaikan dalam diri mereka. Mereka ini bagai sekam yang tak berbobot jika Allah tak mengasihi mereka, membimbing hati mereka kepada keimanan pada-Nya.
Karena itu, waspadalah jangan menjadi seperti mereka. Ini adalah manusia-manusia sengsara dan dimurkai oleh Allah. Mereka adalah penghuni neraka. Mari berlindung kepada Allah dari mereka.
Hiasilah dirimu dengan makrifat. Jadilah guru kebenaran, pembimbing ke jalan agama, menjadi pemimpin dan penyeru agama. Ingatlah, kau harus mengajak mereka taat kepada Allah dan memperingatkan mereka akan dosa.
Kedua, manusia berlidah, tapi tak berhati. Mereka berkata bijak, tapi tak berbuat bijak. Mereka menyeru orang kepada Allah SWT, tapi mereka sendiri menjauh dari-Nya. Mereka jijik terhadap noda orang lain, tapi mereka sendiri tenggelam dalam lautan noda.
Karena itu, menjauhlah dari mereka agar kau tak terseret oleh manisnya lidah mereka, yang kelak api dosanya membakarmu, lalu kebusukan hatinya akan membinasakanmu.
Ketiga, manusia berhati tapi tak berlidah. Mereka adalah Mukmin yang telah diberkahi, diberi pengetahuan tentang noda-noda dirinya, dikaruniai hati yang mencerahkan, dan menyadari mudaratnya bergaul dengan manusia, kekejaman dan kekotoran lidah, dan meyakini bahwa keselamatan manusia ada pada sikap diam. Sebagaimana sabda Nabi, "Barangsiapa selalu diam, maka ia memperoleh keselamatan." (HR Ahmad dan At-Tirnidzi)
Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya pengabdian kepada Allah terdiri dari sepuluh bagian, dan yang sembilan bagian dari itu adalah sikap diam."(HR Ibnu Abi Dunya)
Hunad Ibn As-Sari dalam kitab Az-Zuhud meriwayatkan hadis dari Abu Dzar Al-Ghifari, Rasulullah SAW bersabda, "Belumkah aku beritahukan pada kalian ihwal ibadah paling ringan dan enteng bagi badan? (ia adalah) diam dan berakhlak baik."
Mereka adalah para wali Allah, yang dalam rahasia-Nya tersembunyi, dilindungi, diberkahi dan dirahmati-Nya.
Karena itu, kau harus mencari, mendekati dan berguru kepada orang-orang mulia ini. Layanilah dan cintailah mereka.
Keempat, manusia yang berlidah dan berhati. Mereka adalah orang-orang yang diundang ke dunia gaib, yang dibalut pakaian kemuliaan, hal seperti yang disebut dalam Hadis, "Barangsiapa yang mengetahui dan bertindak sesuai pengetahuannya dan memberikannya kepada orang lain, maka dia akan diundang ke dunia gaib dan menjadi mulia." (HR An-Nasa'i)
Mereka ini adalah orang 'alim yang memiliki pengetahuan tentang Allah dan tanda-Nya. Hatinya menjadi penyimpan pengetahuan yang langka tentang-Nya, dan Dia menganugerahkan kepadanya rahasia-rahasia yang disembunyikan-Nya dari yang lain. Dia memilihnya, mendekatinya, membimbingnya, memperluas hatinya agar bisa menampung rahasia dan pengetahuan hingga menjadikanya pekerja di jalan-Nya, penyeru hamba-hamba-Nya kepada kebajikan, pengingat akan siksaan perbuatan-perbuatan keji dan menjadi hujjatullah di tengah mereka.
Mereka menjadi pemandu, pembimbing, perantara, seorang shiddiq dan saksi Al-Haqq, wakil para nabi, dan pilihan Allah.
Maka, orang semacam ini berada pada puncak tertinggi tingkatan manusia. Tak ada maqam di atas ini, kecuali maqam para nabi. Adalah kewajibanmu untuk mentaati mereka, dan jangan sekali-kali memusuhinya. Sungguh keselamatan terdapat pada ucapan dan kebersamaan dengan mereka.

-- Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam kitab Adb as-Suluk wa at-Tawasul ila Manazil al-Muluk

RAHASIA BERSERAH DIRI KEPADA ALLAH

Syekh Abdul Qadir Al-Jailani mengatakan:
“Janganlah memilih untuk menarik kenikmatan-kenikmatan dan menolak setiap musibah. Jika memang kenikmatan itu telah menjadi milikmu, engkau pasti akan berusaha menariknya atau menghindarinya. Begitu juga dengan musibah, musibah itu merupakan suatu keadaan yang dapat menimpamu, yang jika telah menjadi bagianmu, maka ia akan menuntunmu, baik ketika engkau menghendakinya atau engkau berusaha untuk menghilangkannya dengan berdoa, bersabar atau menguatkan diri pada apa yang menjadi kerelaan dan keridhaan Allah.
Tetapi, serahkan saja semuanya kepada Allah, sebab ketentuan-Nya akan berlaku kepada dirimu. Jika terdapat kenikmatan dalam dirimu, maka berusahalah untuk bersyukur. Dan, jika engkau mendapat musibah, maka berusahalah untuk bersabar dan tetap bersabar!
Atau, boleh juga dengan berusaha untuk menyusuaikan diri, berusaha menikmati, menghilangkan diri di dalamnya, sesuai dengan kadar kemampuan dirimu. Lalu, tetaplah berjalan di atas jalan Allah SWT, dimana engkau diperintahkan untuk mentaati-Nya agar engkau sampai kepada Dzat Yang Maha Tinggi.
Pada saat itulah engkau akan menempati kedudukan orang-orang terdahulu dari golongan shiddiqqin, syuhada, dan shalihin. Serta agar engkau juga dapat melihat dengan mata kepala sendiri orang-orang yang sudah mendahului engkau di sisi Sang Maha Penguasa dan melihat kedekatan mereka kepada-Nya.Mereka adalah orang-orang yang telah menemukan semua bentuk kesenangan, kegembiraan, rasa aman, kemuliaan dan kenikmatan di sisi Allah SWT.
Tinggalkanlah setiap musibah yang mendatangimu! Pergilah jauh meninggalkan jalannya! Jangan hanya terpaku dan takut menghadapi kedatangan dan kedekatannya. Ingatlah bahwa panas api musibah itu tidak lebih panas daripada api Neraka Jahannam.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh sebaik-baik manusia, sebaik-baik manusia yang dipangku oleh bumi dan dinaungi oleh langit, Rasulullah, Muhammad SAW bersabda, “Sesungguhnya Neraka Jahannam itu berkata kepada seorang Mukmin; ‘Hai Orang Mukmin, lewatlah engkau di atasku, Sungguh, nyala apiku telah padam dengan cahayamu!”(HR Thabrani)
Maka, tidaklah cahaya seorang Mukmin yang membuat padam kobaran api Neraka Jahannam itu, kecuali hanyalah cahaya yang telah mendampinginya di kehidupan dunia, yang diperuntukkan bagi orang yang melewati kehidupan dan cobaan hidup di dunia.
Jadi, padamkanlah kobaran api Neraka Jahannam dengan menggunakan cahaya ini! Dan, temukanlah dinginnya kesabaranmu, keserasian dan keindahan ketaatanmu kepada Sang Maha Penguasa, serta gerakkanlah apa yang terdapat dalam dirimu!
Musibah itu datang kepadamu bukan untuk membinasakanmu. Tetapi, musibah itu datang untuk memberimu cobaan dan ujian kepadamu serta menunjukkan kebenaran keimananmu dan memperkokoh tali imanmu. Batin musibah itu akan memberi kegembiraan kepada Tuhanmu dengan rasa bangga-Nya kepadamu.
Allah SWT berfirman:
“Dan sesungguhnya, Kami benar-benar akan menguji engkau agar engkau mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara engkau, dan agar Kami menyatakan (baik-buruknya) hal ihwalmu.”(QS Muhammad: 31)

--Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam kitab Futuhul-Ghaib.


Sabtu, 07 Oktober 2017

NASEHAT IMAM AL-GHAZALI UNTUK SALIK

Imam Al-Ghazali mengatakan:
“Ketahuilah bahwa perintah Allah ada yang wajib dan ada pula yang sunah. Perintah yang wajib merupakan harta pokok. Ia adalah modal perdagangan yang dengannya kita dapat selamat. Sedangkan perintah yang sunah merupakan laba yang dengannya kita dapat meraih derajat mulia.
Rasulullah SAW bersabda bahwa Allah SWT berfirman: 'Tidaklah orang-orang mendekatkan diri pada-Ku dengan melaksanakan apa yang Kuwajibkan pada mereka, dan tidaklah seorang hamba mendekatkan diri padaku dengan amal-amal sunah, sehingga Aku mencintainya. Jika Aku sudah mencintainya, maka Aku menjadi telinganya yang mendengar, matanya yang melihat, lidahnya yang berbicara, tangannya yang memegang, dan kakinya yang berjalan."
Engkau tidak akan dapat menegakkan perintah Allah, kecuali dengan senantiasa mengawasi kalbu dan anggota badanmu pada setiap waktu dan pada setiap tarikan nafasmu, dari pagi hingga sore.
Ketahuilah bahwa Allah SWT menangkap isi kalbumu. Dia mengawasi lahir dan batinmu. Mengetahui semua lintasan pikiranmu, langkah-langkahmu, serta diam dan gerakmu. Saat bergaul dan menyendiri, engkau sedang berada di hadapan-Nya. Tidak ada yang diam, dan tak ada yang bergerak, melainkan semuanya diketahui oleh Penguasa langit. Allah SWT berfirman: "Dia mengetahui khianatnya mata dan apa yang disembunyikan hati" (Q.S. Ghafir: 19), "Dia Maha Mengetahui yang rahasia dan tersembunyi" (Q.S. Thaha: 7).
Oleh karena itu, hendaklah harus engkau beradab di hadapan Allah SWT dengan adab seorang hamba yang hina dan berdosa di hadapan-Nya. Berusahalah agar Allah tidak melihatmu sedang melakukan sesuatu yang dilarang dan tidak melaksanakan apa-apa yang diperintah. Hal itu hanya bisa terwujud jika engkau bisa membagi waktu dan mengatur wirid-wiridmu dari pagi hingga petang. Jagalah perintah Allah SWT yang diwajibkan kepadamu, sejak dari bangun tidur hingga engkau kembali ke pembaringan.”

--Imam Al-Ghazali dalam Bidayatul-Hidayah

MEMBUKA KUNCI SURGA

Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa ketika Allah SWT menenggelamkan Firaun dan menyelamatkan Musa, maka Musa berkata, “Ya Allah, tunjukkanlah kepadaku suatu amalan yang akan saya kerjakan sebagai rasa syukur kepada-Mu, karena nikmat yang telah Engkau berikan kepadaku.’ Maka, Allah Swt. berfirman, ‘Hai Musa, katakanlah, ‘‘Lâ ilaha illa allâh.’ Kemudian Nabi Musa a.s. masih belum merasa puas dengan amalan tersebut dan masih meminta amalan lainnya.
Maka, Allah Swt. berfirman, ‘Hai Musa, seandainya kamu meletakkan tujuh langit dan tujuh bumi dalam satu piringan timbangan. Lalu kamu meletakkan kalimat ‘Lâ ilaha illa allâh’ dalam piringan timbangan lainnya, maka sungguh piringan timbangan ‘Lâ ilaha illa allâh’ akan lebih berat.’”
Kalimat ‘Lâ ilaha illa allâh’ adalah kunci pembuka surga. Namun setiap kunci mesti ada gerigi-geriginya, hingga kunci itu bisa digunakan untuk membuka pintu. Di antara gerigi-gerigi itu adalah bersihnya lidah orang yang berzikir dari perkataan dusta dan ghibah; sucinya hati orang yang khusyuk dari rasa dengki; sucinya perut dari makanan yang haram dan syubhat; serta sucinya anggota tubuh yang sibuk mengabdi kepada Allah dari perbuatan maksiat.
Seorang sahabat bernama ‘Ubadah ibn al-Shamit r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Siapa bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, maka Allah mengharamkan neraka kepadanya.” (HR Muslim).
Al-Hasan al-Bashri—semoga Allah merahmatinya—meriwayatkan mengenai firman Allah Swt., “Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).” (Q.S. al-Rahmân [55]: 60) Yakni, tidak ada balasan perkataan “Lâ ilaha illa allâh Muhammad Rasûlullâh,” kecuali surga.

----Disarikan dari kitab Munyah Al-Waizhin Wal Ghunyah Al-Mutaizhzhi karya Syaikh Al-Anqury

CARA BERTEMU ALLAH DAN RASULNYA

Syekh Abdul Qadir Al-Jailani mengatakan:
"Wahai anak muda! Engkau mengaku sebagai Sufi, tetapi engkau merasa terganggu dan bingung. Sufi adalah orang yang lahir dan batinnya telah dimurnikan (shafâ) dengan mengikuti Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya SAW semakin meningkat kemurniannya, dia semakin muncul dari lautan eksistensinya dan meninggalkan kehendak, pilihan serta kemauannnya sendiri dikarenakan kemurnian kalbunya.
Ketika kalbu seseorang telah murni, maka Nabi SAW akan menjadi duta antara dia dan Rabbnya, sebagaimana halnya Jibril.
Dasar kebaikan adalah mengikuti Nabi SAW dalam perkataan dan perbuatannya. Semakin murni kalbu si hamba, akan semakin sering dia melihat Nabi SAW dalam mimpinya, dimana beliau akan menyuruhnya melakukan sesuatu dan melarangnya mengerjakan sesuatu yang lain.

Keseluruhan dirinya akan menajdi satu kalbu dan bentuk fisiknya akan terpisah. Dia menjadi sebuah rahasia (sirr) tanpa publikasi (jahr) kejelasan murni tanpa kekacauan yang keruh.
Mencabut segala sesuatu dari kalbu berarti membongkar gunung-gunung yang kokoh dan tak tergoyahkan. Ia memerlukan upaya yang keras dan kesabaran dalam menahan penderitaan dan bencana.
Janganlah engkau pergi mencari apa yang tidak jatuh ke tanganmu. Adalah baik bagimu jika engkau mempraktikan apa yang tertulis ini, dan menjadi Muslim! Adalah baik bagimu pada Hari Kebangkitan jika engkau berada dalam kumpulan orang-orang Muslim dan bukan dalam kumpulan orang-orang kafir!
Selamat atas ditempatkannya engkau di surga atau di pintunya, dan tidak di tengah-tengah mereka yang ditetapkan untuk masuk ke kedalaman neraka! Engkau harus rendah hati dan tidak sombong. Kerendahan hati akan mengangkat derajat, sedangkan kesombongan akan mencampakkan.
Seperti dikatakan oleh Nabi SAW: “Jika seseorang rendah hati terhadap Allah, maka Allah akan mengangkatnya.”
Allah mempunyai sejumlah hamba khusus yang mengerjakan perbuatan-perbuatan baik sedemikian rupa sehingga amal-amal mereka sebesar gunung, seperti amal-amal baik para pendahulu mereka.

Namun demikian, mereka merendahkan diri di hadapan Allah Yang Mahakuasa dan Mahaagung, dan mengatakan: “Kami belum mengerjakan sesuatu pun yang cukup baik untuk memastikan bahwa kami akan masuk surga. Kalaupun kami akan diterima di sana, itu adalah karena rahmat Allah, dan jika kami tidak diizinkan masuk, maka itu adalah karena keadilan-Nya.” Mereka akan selalu siap melaksanakan perintah-perintah-Nya, selagi mereka berdiri di hadirat-Nya dalam keadaan kebangkrutan pribadi (iflâs).
Kalian harus bertobat dan mengakui kekurangan-kekurangan kalian. Tobat adalah kekuatan hidup dari Tuhan Yang Mahabenar. Dia menghidupkan kembali bumi dengan hujan yang menyegarkan setelah ia mati, dan Dia menghidupkan kembali kalbu-kalbu kita setelah mereka mati, melalui tobat dan kesadaran (yaqzhah).
Wahai pendosa-pendosa yang membangkang, bertobatlah!
Janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya Allah mengampuni semua dosa. Sungguh Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang. (QS 39:53)
Ingatlah Allah Mahakuasa dan Mahaagung! Kalian tidak boleh sekali-kali berputus asa dari rahmat dan kasih-Nya!"


--Syekh Abdul Qadir Jailani dalam kitab Jala Al-Khawathir

Kamis, 05 Oktober 2017

TAKWA DAN HAKIKAT DIRI MENURUT SYEKH ABDUL QADIR AL-JAILANI

Syekh Abdul Qadir Al-Jailani pada pembukaan Surah An-Nisa dalam Tafsir Al-Jailani mengatakan:
“Sungguh! Tidaklah tersembunyi bagi para Ahli Tauhid yang merenungi bagaimana Keesaan Dzat dapat meluas menjangkau pelbagai lembaran entitas yang bersifat mumkin (tidak mutlak), fana` (tidak kekal), dan berbatas, bahwa al-Haqq jalla jalâluh wa 'amma nawâluh –sesuai dengan ketunggalan Zat-Nya- selalu memanifestasi di setiap butir zarah yang ada di alam terkecil sekali pun, berdasarkan isti’dad (kesiapan) dan potensi pada alam untuk memansifestasikan semua sifat dan asma-Nya dalam kegaiban huwiyah (identitas kedirian)-Nya.
Adapun manifestasi paling sempurna yang menghimpun semua jejak asma dan sifat-sifat Ilahiah secara detail tidak lain adalah Insan Kamil, Rasulullah SAW. Itulah sebabnya, Allah telah menciptakannya sesuai dengan citra-Nya, mengangkatnya menjadi khalifah di antara semua makhluk-Nya, memuliakannya di atas semua ciptaan-Nya, serta menganugerahinya berbagai kebaikan makrifat dan hakikat-Nya.
Zat Allah secara langsung mematangkannya, dan Dia pula yang memelihara dengan mengirimkan rasul-rasul serta menurunkan kitab-kitab suci-Nya agar darinya dapat termanifestasi segala kesempurnaan yang telah tersemat di dalam dirinya, yang merupakan manifestasi dari semua al-asmâ` al-husnâ dan ash-shifât al-ulyâ milik Allah. Sehingga ia layak bersemayam di martabah khilafah (sebagai khalifah Allah) dan niyabah (sebagai wakil Allah), serta menetap di tataran tauhid.
Itulah sebabnya Allah menyeru hamba-hamba-Nya sebagai nikmat bagi mereka agar mereka mau menerimanya, dan Allah berwasiat kepada mereka untuk bertakwa agar mereka menjadikan takwa sebagai pelindung dan lambang kehormatan.
Dengan nama Allah yang telah menunjukkan kepada orang yang Dia tunjuk sebagai khalifah, semua kesempurnaan-Nya sesuai dengan kekuasaan-Nya; Allah Maha Pengasih kepada sang khalifah dengan menghamparkan tingkatannya dan mewariskan martabah-nya; Allah Maha Penyayang kepadanya dengan memberinya petunjuk tentang tempat asalnya dan juga tempat kembalinya.
Allah SWT berfirman, “Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan kalian yang telah menciptakan kalian dari diri yang satu, dan Dia menciptakan darinya isterinya; dan Dia memperkembang-biakkan dari keduanya laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kalian saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu mengawasi kalian.” (QS An-Nisa: 1)
Wahai sekalian manusia, yang melupakan tempat asal yang sejati dan tempat tinggal yang hakiki, disebabkan gemerlap dunia yang menghalangi pencapaian kepadanya, kalian harus berhati-hati terhadap godaan-godaannya, dan kalian harus menghindari khayalannya, agar kalian tidak terjatuh dari martabah kalian yang sejati dan dari tempat kalian yang hakiki.
Bertakwalah hindarilah (dunia) dan carilah perlindungan kepada Tuhan kalian yang telah memelihara kalian dengan pemeliharaan terbaik. Dia telah menciptakan kalian. Dialah yang pertama menampilkan atau mengadakan (menciptakan) kalian dari diri yang satu, yaitu martabah fa’al yang meliputi semua martabah al-kauniyah (kosmis) dan al-kiyaniyah (entitas). "Diri yang Satu" ini tidak lain adalah al-Marâtib al-Jâmi'ah al-Muhammadiyyah yang disebut dengan nama al-'Aql al-Kulliy (Akal Universal) atau al-Qalam al-A'lâ (Pena Tertinggi), yang menyempurnakan batin dan aspek kegaiban kalian.
Dia menciptakan darinya melalui Perkawinan Simbolis (an-Nikâh al-Ma'nawiy) dan Pernikahan Hakiki (az-Zawâj al-Haqîqiy) yang terjadi antara berbagai sifat dan asma Ilahiah, isterinya, yaitu an-Nafs al-Kulliyyah (Jiwa Universal) yang siap menerima limpahan berbagai jejak yang muncul dari Awal yang Terpilih (al-Mabda` al-Mukhtâr) yang akan menggenapi aspek lahiriah dan penampakan kalian, sehingga manusia layak menjadi khalifah dan wakil Allah sesuai dengan lahir dan batin mereka;
Dan, setelah keduanya menjadi pasangan "suami-istri", Allah juga memperkembang-biakkan, menghamparkan dan menyebarkan dari keduanya juga dari "pernikahan" yang disebutkan tadi laki-laki yang banyak. Maksudnya, laki-laki berbagai fâ'il (subjek aktif) yang melimpahkan berbagai limpahan. Dan, “perempuan” sebagai qâbil (penerima pasif) yang menerima berbagai limpahan. Masing-masing dengan perbedaannya pada berbagai detail munâsabah (saling bergantung, saling membutuhkan dan saling mengasihi) yang muncul di antara tajaliyat al-hubbiyyah (tajalli cinta) sebagaimana yang dijelaskan oleh kitab-kitab suci dan para rasul.
Ketika Allah sang Pemilik (rabb) berbagai asma yang bermacam ragamnya sesuai dengan keragaman makhluk (marbûb) menyatakan dengan gamblang tentang ketuhanan-Nya yang mencakup semua sifat dan asma tanpa kerancuan sama sekali, untuk menegaskan perintah agar makhluk-Nya bertakwa, Dia pun berfirman: “Dan bertakwalah kepada Allah”, ini dimaksudkan agar kita berhati-hati dari segala yang dapat menyibukkan kita dari Allah subhânahu wa ta'âlâ, sebab Dia lebih dekat dengan kalian dibandingkan urat leher kalian sendiri.
Karena Dia yang kalian saling bertanya dan saling bersaing dengan-Nya. Kalian sering menduga-duga bahwa Dia jauh, disebabkan terlalu dekatnya Dia. Maka, peliharalah hubungan kekeluargaan yang lahir dari Perkawinan Simbolis dan Pernikahan Cinta sebagaimana yang telah dijelaskan-Nya.
Sesungguhnya Allah yang Maha Meliputi kalian dan semua keadaan kalian. Sesungguhnya Allah terhadap kalian selalu mengawasi dan menjaga. Dia menjaga kalian dari segala yang tidak berguna bagi kalian jika kalian bertawajuh kepada-Nya dengan ikhlas.”
--Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam Tafsir Al-Jailani