Kamis, 05 Oktober 2017

TAKWA DAN HAKIKAT DIRI MENURUT SYEKH ABDUL QADIR AL-JAILANI

Syekh Abdul Qadir Al-Jailani pada pembukaan Surah An-Nisa dalam Tafsir Al-Jailani mengatakan:
“Sungguh! Tidaklah tersembunyi bagi para Ahli Tauhid yang merenungi bagaimana Keesaan Dzat dapat meluas menjangkau pelbagai lembaran entitas yang bersifat mumkin (tidak mutlak), fana` (tidak kekal), dan berbatas, bahwa al-Haqq jalla jalâluh wa 'amma nawâluh –sesuai dengan ketunggalan Zat-Nya- selalu memanifestasi di setiap butir zarah yang ada di alam terkecil sekali pun, berdasarkan isti’dad (kesiapan) dan potensi pada alam untuk memansifestasikan semua sifat dan asma-Nya dalam kegaiban huwiyah (identitas kedirian)-Nya.
Adapun manifestasi paling sempurna yang menghimpun semua jejak asma dan sifat-sifat Ilahiah secara detail tidak lain adalah Insan Kamil, Rasulullah SAW. Itulah sebabnya, Allah telah menciptakannya sesuai dengan citra-Nya, mengangkatnya menjadi khalifah di antara semua makhluk-Nya, memuliakannya di atas semua ciptaan-Nya, serta menganugerahinya berbagai kebaikan makrifat dan hakikat-Nya.
Zat Allah secara langsung mematangkannya, dan Dia pula yang memelihara dengan mengirimkan rasul-rasul serta menurunkan kitab-kitab suci-Nya agar darinya dapat termanifestasi segala kesempurnaan yang telah tersemat di dalam dirinya, yang merupakan manifestasi dari semua al-asmâ` al-husnâ dan ash-shifât al-ulyâ milik Allah. Sehingga ia layak bersemayam di martabah khilafah (sebagai khalifah Allah) dan niyabah (sebagai wakil Allah), serta menetap di tataran tauhid.
Itulah sebabnya Allah menyeru hamba-hamba-Nya sebagai nikmat bagi mereka agar mereka mau menerimanya, dan Allah berwasiat kepada mereka untuk bertakwa agar mereka menjadikan takwa sebagai pelindung dan lambang kehormatan.
Dengan nama Allah yang telah menunjukkan kepada orang yang Dia tunjuk sebagai khalifah, semua kesempurnaan-Nya sesuai dengan kekuasaan-Nya; Allah Maha Pengasih kepada sang khalifah dengan menghamparkan tingkatannya dan mewariskan martabah-nya; Allah Maha Penyayang kepadanya dengan memberinya petunjuk tentang tempat asalnya dan juga tempat kembalinya.
Allah SWT berfirman, “Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan kalian yang telah menciptakan kalian dari diri yang satu, dan Dia menciptakan darinya isterinya; dan Dia memperkembang-biakkan dari keduanya laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kalian saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu mengawasi kalian.” (QS An-Nisa: 1)
Wahai sekalian manusia, yang melupakan tempat asal yang sejati dan tempat tinggal yang hakiki, disebabkan gemerlap dunia yang menghalangi pencapaian kepadanya, kalian harus berhati-hati terhadap godaan-godaannya, dan kalian harus menghindari khayalannya, agar kalian tidak terjatuh dari martabah kalian yang sejati dan dari tempat kalian yang hakiki.
Bertakwalah hindarilah (dunia) dan carilah perlindungan kepada Tuhan kalian yang telah memelihara kalian dengan pemeliharaan terbaik. Dia telah menciptakan kalian. Dialah yang pertama menampilkan atau mengadakan (menciptakan) kalian dari diri yang satu, yaitu martabah fa’al yang meliputi semua martabah al-kauniyah (kosmis) dan al-kiyaniyah (entitas). "Diri yang Satu" ini tidak lain adalah al-Marâtib al-Jâmi'ah al-Muhammadiyyah yang disebut dengan nama al-'Aql al-Kulliy (Akal Universal) atau al-Qalam al-A'lâ (Pena Tertinggi), yang menyempurnakan batin dan aspek kegaiban kalian.
Dia menciptakan darinya melalui Perkawinan Simbolis (an-Nikâh al-Ma'nawiy) dan Pernikahan Hakiki (az-Zawâj al-Haqîqiy) yang terjadi antara berbagai sifat dan asma Ilahiah, isterinya, yaitu an-Nafs al-Kulliyyah (Jiwa Universal) yang siap menerima limpahan berbagai jejak yang muncul dari Awal yang Terpilih (al-Mabda` al-Mukhtâr) yang akan menggenapi aspek lahiriah dan penampakan kalian, sehingga manusia layak menjadi khalifah dan wakil Allah sesuai dengan lahir dan batin mereka;
Dan, setelah keduanya menjadi pasangan "suami-istri", Allah juga memperkembang-biakkan, menghamparkan dan menyebarkan dari keduanya juga dari "pernikahan" yang disebutkan tadi laki-laki yang banyak. Maksudnya, laki-laki berbagai fâ'il (subjek aktif) yang melimpahkan berbagai limpahan. Dan, “perempuan” sebagai qâbil (penerima pasif) yang menerima berbagai limpahan. Masing-masing dengan perbedaannya pada berbagai detail munâsabah (saling bergantung, saling membutuhkan dan saling mengasihi) yang muncul di antara tajaliyat al-hubbiyyah (tajalli cinta) sebagaimana yang dijelaskan oleh kitab-kitab suci dan para rasul.
Ketika Allah sang Pemilik (rabb) berbagai asma yang bermacam ragamnya sesuai dengan keragaman makhluk (marbûb) menyatakan dengan gamblang tentang ketuhanan-Nya yang mencakup semua sifat dan asma tanpa kerancuan sama sekali, untuk menegaskan perintah agar makhluk-Nya bertakwa, Dia pun berfirman: “Dan bertakwalah kepada Allah”, ini dimaksudkan agar kita berhati-hati dari segala yang dapat menyibukkan kita dari Allah subhânahu wa ta'âlâ, sebab Dia lebih dekat dengan kalian dibandingkan urat leher kalian sendiri.
Karena Dia yang kalian saling bertanya dan saling bersaing dengan-Nya. Kalian sering menduga-duga bahwa Dia jauh, disebabkan terlalu dekatnya Dia. Maka, peliharalah hubungan kekeluargaan yang lahir dari Perkawinan Simbolis dan Pernikahan Cinta sebagaimana yang telah dijelaskan-Nya.
Sesungguhnya Allah yang Maha Meliputi kalian dan semua keadaan kalian. Sesungguhnya Allah terhadap kalian selalu mengawasi dan menjaga. Dia menjaga kalian dari segala yang tidak berguna bagi kalian jika kalian bertawajuh kepada-Nya dengan ikhlas.”
--Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam Tafsir Al-Jailani


Tidak ada komentar:

Posting Komentar