Selasa, 12 Juli 2016

INDAHNYA MA'RIFATULLAH

Suatu ketika Rabi'ah Adawiyah ditanya, "Apa pendapatmu tentang surga?" Dia menjawab, "Pasangan dan rumah." 
Lalu, Rabi'ah pun menjelaskan, "Hatiku tak pernah menoleh ke surga. Aku terfokus kepada Sang Pemilik surga. Siapa yang tidak mengenal Allah di dunia, maka ia tidak akan mengenal-Nya besok di akhirat. Siapa yang tidak memperoleh kenikmatan makrifat di dunia, maka ia tidak akan memperoleh kenikmatan menatap wajah Allah besok di akhirat. Sebab, tidak ada yang muncul tiba-tiba di akhirat. Semua harus dibawa dari dunia. Seseorang tidak akan menuai selain apa yang ia tanam.

Pada Hari Kiamat nanti setiap orang akan dikumpulkan sesuai dengan bagaimana keadaan ketika ia menyambut kematian, karena semua manusia akan mati sesuai keadaan ketika ia menjalani kehidupan." Makrifat yang dibawa serta oleh seseorang dari dunia itulah yang akan menjadi sumber kenikmatannya di akhirat. Hanya saja, dengan disibakkannya tabir itu, makrifat lalu berubah menjadi musyahadah (penyaksian). Dengan begitu, berlipatgandalah kenikmatan yang ia rasakan, seperti kenikmatan yang dirasakan oleh orang yang sedang cintanya mabuk kepayang ketika melihat kekasihnya bukan hanya terbayang dalam khayal, tetapi tertangkap langsung oleh indra penglihat.
Di situlah ia menemukan puncak kenikmatan. Kenikmatan surga dapat dicapai oleh setiap orang sesuai dengan apa yang ia inginkan. Orang yang hanya menginginkan pertemuan dengan Allah SWT jelas tidak akan merasakan kenikmatan selain pertemuan itu sendiri. Bahkan, yang lain hanya akan membuat dirinya menderita. Oleh karena itu, kenikmatan surga tergantung pada kadar kecintaan seseorang terhadap Allah SWT, sementara kecintaan seseorang terhadap Allah sangat tergantung pada makrifatnya. Jadi, kebahagiaan itu bertpangkal pada makrifat, yang dalam istilah agama disebut "iman."
--Imam Al-Ghazali dalam kitab Mahabbah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar