Selasa, 09 Agustus 2016

MEMAHAMI HATI NURANI

Bagi kaum sufi, seperti yang dijelaskan oleh Imam Al-Ghazali, kalbu (qalb) dalam diri manusia merupakan titik pusat pandangan Tuhan pada diri manusia. Bahkan, hal yang menjadi hakikat manusia adalah qalb (kalbu, hati)-nya. Ia adalah zat halus yang bersifat Ilahiah, yang dapat menangkap hal-hal qaib yang bersifat ruhaniah.
Dengan kalbu inilah sesunggunya Rasulullah SAW menerima wahyu.
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak memandang bentuk dan tubuhmu, tetapi Dia memandang hati dan perbuatanmu,” (HR Muslim).
Maka, jika akal dapat memahami adanya Tuhan secara rasional, kalbu pun dapat merasakan kehadiran Tuhan dan bahkan merasakan kedekatan dan keintiman dengan Tuhan.Dalam Al-Quran disebutkan bahwa Allah adalah cahaya langit dan bumi (QS 24:35), cahaya seperti ini pula terdapat dalam kalbu manusia, yang tentu saja berasal dari cahaya Ilahi.
Kita mengenal kata “nurani” atau “hati nurani” yang sering dikaitkan dengan hati manusia. Kata “nurani” ini sebenarnya berasal dari kata “nur” yang berarti cahaya. Jadi, istilah yang biasa kita gunakan “hati nurani” itu mengandung pengertian “hati yang bercahaya.”
Hati yang bercahayalah yang mampu membedakan hal baik dan buruk.
Lalu, jika seseorang yang memiliki hati nurani ini berbuat dosa dan kesalahan, maka ia akan menggores bekas di hatinya. Seperti bayangan hitam yang menutupi bagian kalbunya. Semakin banyak seseorang melakukan dosa, maka semakin memudarlah cahaya Ilahi di dalam dirinya.
Maka, perbuatan yang dilakukan oleh seseorang merupakan tembok pemisah antara dirinya dan Tuhan.
QAAllah SWT berfirman,
“Maka, apakah engkau tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada,” (QS 22: 46).
Rasululah SAW bersabda, “Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh (manusia) terdapat segumpal daging. Apabila daging itu baik, maka akan baiklah seluruh tubuhnya. Tetapi, apabila daging itu rusak, maka rusak pulalah seluruh tubuh (manusia). Ingatlah bahwa daging itu adalah hati.” (HR Bukhari dan Muslim).



MEMAHAMI 3 OBAT BAGI PENYAKIT HATI

“Di antara tanda matinya hati adalah tidak adanya perasaan sedih atas kesempatan beramal yang engkau lewatkan dan tidak adanya penyesalan atas pelanggaran yang engkau lakukan.”
---Syekh Ibn Atha’illah dalam Al-Hikam
Sahabatku, setidaknya terdapat 3 penyebab utama matinya hati. Pertama, terlalu cinta kepada dunia. Kedua, kurangnya kehati-hatian dan kurang berdzikir. Ketiga, selalu menuruti hawa nafsu.
Obat untuk penyakit pertama adalah dengan menanamkan sikap sederhana, qanaah dan berhemat. Untuk obat bagi penyakit kedua adalah dengan menumbuhkan kesadaran secara terus-menurus akan kehadiran Allah disertai dengan doa dan munajat kepada-Nya. 
Dan, untuk obat penyakit ketiga adalah dengan mengikuti para guru yang telah mendapatkan cahaya Ilahi, yang telah berada di jalan kenabian, dengan nasihat, petuah, dan instruksi-instruksi mereka untuk mengolah jiwa (riyadhah) dan menundukkan hawa nafsu. Demikian menurut Syekh Fadhlalla Haeri.
Semoga bermanfaat!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar