Jumat, 22 September 2017

JALAN PENDAKIAN RUHANI


Sisi lahir dan batin manusia adalah anugerah terbesar yang telah diberikan Allah. Karena cinta, Dia mencipta. Karena cinta pula Dia ingin dikenal. Dan, hati manusia adalah misteri terdalam yang menyimpan rahasia-Nya.

"Apa tidak cukup dengan pengamalan syariat kita mengenal Allah," tanya sahabatku di sebuah warung kopi .Silaturahmi kami terasa begitu akrab.
"Syariat itu rahasia dari sisi lahir untuk mengenal Allah. Dengan pengamalan syariat, seorang dapat mengenal-Nya pada aspek penghambaan lahir," jawabku.
"Berarti tidak perlu belajar makrifatullah atau tasawuf dong, cukup amalan syariat?" tanyanya lagi.
"Harus diakui, meski hanya gerak simbolik dalam ibadah, kalau itu dikerjakan dengan tulus dan istiqamah, murni menjalankan ibadah, maka itu pun pengenalan makrifatullah di tingkat tertentu," jawab saya.
"Berarti pelaksanaan syariat juga sudah masuk kategori makrifatullah?" desaknya.
"Betul. Mana ada sih, ulama, guru dan orangtua kita menyuruh kita shalat tidak dengan khusyuk atau melibatkan aspek lahir dan batin? Pasti, ahli fiqih pun punya pemahaman batin. Tapi, tentu dengan tingkat makrifat sesuai tingkatannya," jawabku.
"Iya...Betul. Tapi, apakah semua aspek ibadah lahir harus juga dipahami secara batin?"
"Semua ibadah punya sisi lahir dan batin, ia bisa vertikal dan horizontal, berdimensi ruhani dan sosial. Semua harus melekat pada pelaksanaan ibadah. Baik implikasinya langsung atau tidak langsung."
"Maksud implikasi langsung atau tidak langsung itu apa?"
"Begini. Mungkin seseorang itu hanya mampu melaksanakan syariat sesuai tingkat kemampuan dan keawaman makrifatnya. Tapi, bukan berarti tak punya implikasinya pada aspek psikologis dan sosial. Misalnya, boleh jadi dengan istiqamah melakukan shalat, ia bisa merasa tenang, tidak gampang marah, mencintai keluarganya, hati-hati dalam bicara dan bergaul, peduli terhadap sesama, dan lain-lain."
"Lalu, sudah nggak penting dong belajar tasawuf, sebab ulama fiqih pun biasa jelaskan itu?!"
"Pemahaman makna batin dalam shalat kan bukan hanya implikasi seperti itu saja."
"Apa ada yang lebih dalam?" tanyanya lagi.
"Shalat itu mikraj bagi seorang Mukmin. Ia juga munajat seseorang kepada Allah. Di dalamnya kita melakukan komunikasi lahir dan batin. Secara lahir kita melakukan gerak shalat syariat, lalu batin kita menghadap Allah, merasakan kehadiran-Nya, dan merasakan kebersamaan dengan-Nya. Kita memasuki dimensi "barzakh" dimana para nabi, rasul, wali, orang-orang shaleh, dan kakek buyut atau saudara kita yang telah meninggal berada di alam itu. Saya berusaha membawa kesadaran batin shalat saat di luar shalat."
"Subhanallah. Bagaimana bisa shalat seperti itu?"
"Saya juga masih belajar. Kadang ya bingung juga. hehehe.Saya hanya berusaha istiqamah. Merenungi tentang diri dengan penghayatan makna gerak dan makna bacaan doa dalam shalat. Malah kadang saya seperti wayang."
"Tiap hari belajar, 5 kali?"
"Iya. Latihan batin. Sambil menjalani peran kita sebagai hamba. Bagaimana dengan pengalamanmu saat shalat?" tanyaku.
"Saya juga bingung nih. Apakah saya itu merasakan khusuk atau apa. Saya cuma GR memahami makna ihsan dalam shalat. Kadang, saat sujud, saat doa munajat diungkapkan, saya merasa damai, seperti sedang menyampaikan proposal. Kadang, saat duduk tahiyat, saya merasakan kesadaran ruhani yang kuat, seolah-olah Rasul duduk bersamaku," katanya.
"Subhanallah. Mantaffff, Bro."
Semakin terasa hangat di sore hari. Obrolan di warung kopi tentang makna ibadah semakin mengentalkan persahabatan. Kita hanyalah pendaki, pejalan, yang hanya sesekali singgah. Hidup begitu singkat. Maka, di sudut warung kopi, di setiap tegukan kopi yang pahit, kami sempatkan untuk sekadar mengingat jalan kembali.

Salam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar