Jumat, 15 September 2017

MENGENALI AKHIRAT DENGAN JIWA

Imam Al-Ghazali menjelaskan:
"Hati yang tercerahkan mempunyai jendela yang terbuka ke arah dunia ruhani sehingga ia dapat mengetahui penyebab segala kerusakan dan kebahagiaan. Ia mengetahui bukan dari kabar angin atau kepercayaan tradisional, melainkan bisa dialami secara nyata. Sangat jelas dan nyata, sejelas seorang dokter yang mengetahui penyebab penyakit atau masalah kesehatan.

Ia akan mengetahui bahwa pengetahuan tentang Allah (makrifatullah) dapat menjadi obat bagi jiwa, sedangkan kejahilan dan dosa akan menjadi racun yang merusak.
Banyak orang, termasuk ulama, karena taklid buta terhadap pendapat orang lain, tak punya keyakinan yang benar mengenai kebahagiaan atau penderitaan jiwa di akhirat. Sedangkan, orang yang mau mempelajari hal ini dengan pikiran yang bersih dari prasangka akan sampai pada keyakinan yang jelas tentang perkara ini.
Kematian akan mengakibatkan keadaan berbeda pada dua jenis jiwa yang dimiliki manusia, yakni jiwa hewani dan jiwa ruhani. Jiwa ruhani bersifat malakut. Sementara jiwa hewani bertempat di hati, dari sana menyebar seperti uap ke semua anggota tubuh, memberi tenaga atau kemampuan melihat pada mata, mendengar pada telinga, dan seluruh anggota tubuh lainnya sehingga mereka dapat menjalankan fungsinya.
Hal ini seperti sebuah lampu di sebuah pondok yang cahayanya menyebar ke dinding-dinding. Hati adalah sumbu lampu ini, dan jika aliran minyaknya terputus karena suatu sebab, maka lampu ini akan mati. Seperti itulah jiwa hewani mengalami kematian.
Ini berbeda dengan jiwa ruhani atau jiwa manusiawi. Jiwa ruhani tak terbagi dan dengan jiwa itulah manusia dapat mengenali Allah. Bisa dikatakan, ia merupakan pengendara bagi jiwa hewani. Dan, ketika jiwa hewani musnah, jiwa ruhani tetap ada. Keadaannya serupa dengan penunggang kuda yang telah turun atau pemburu yang tak lagi bersenjata.
Kuda dan senjata itu adalah anugerah bagi jiwa ruhani agar ia bisa mengejar dan menangkap keabadian cinta dan pengetahuan tentang Allah. Jika berhasil, ia pasti akan merasa lega dan bahagia meski senjata atau tunggangannya telah meninggalkan dirinya; ia tak akan berkeluh kesah.
Maka dari itu, Rasulullah Saw bersabda, "Kematian adalah hadiah Tuhan yang diharap-harapkan kaum beriman." Namun demikian, ia akan celaka dan menderita jika kuda atau senjata itu telah hilang sedang ia belum berhasil meraih tujuannya. Kesedihan dan penyesalannya sangat tak terbayangkan."

--Imam Al-Ghazali dalam Kimiya As-Sa'adah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar