Minggu, 12 Juni 2016

MENGENAL DAHSYATNYA DZIKIR

Syekh Ibnu Atha'illah menuturkan:

"Al-Jurairi menuturkan, “Salah seorang sahabat kami selalu mengucap Allah, Allah. Lalu pada suatu hari, kepalanya terkena batang pohon hingga pecah dan mengucurkan darah. Dari darah itu kemudian tertulis di atas tanah lafal Allah, Allah.” 
Dzikir laksana api yang bekerja secara aktif dan memberikan pengaruh. Ketika masuk ke dalam sebuah rumah, dzikir itu akan berucap, “Aku, tidak ada lagi selainku.” Itulah makna ungkapan la ilaha illa Allah. Jika di dalam rumah itu bertemu dengan kayu bakar, dzikir tersebut akan segera membakar. Jika rumah itu gelap, ia akan menjadi cahaya penerang.

Jika rumah itu memang memiliki cahaya, ia akan menjadi cahaya di atas cahaya.
Dzikir berfungsi menghilangkan endapan berlebih dalam tubuh yang diakibatkan oleh makan berlebihan dan mengkonsumsi barang haram. Saat endapan kotor itu terbakar sehingga hanya yang baiklah yang bertahan, barulah ia bisa mendengar senandung dzikir dari semua organ tubuhnya. Suara dzikir itu seperti tiupan terompet. Pertama-tama, ia jatuh di sekitar kepala sehingga kau akan mendengar suara seperti terompet.
Dzikir adalah penguasa, jika singgah di suatu tempat, ia akan singgah dengan membawa terompet itu. Sebab, dzikir menghadang apa saja selain al-Haq. Ketika menempati suatu tempat, ia akan sibuk melenyapkan segala sesuatu yang menjadi lawannya laksana air bertemu api. Lalu, akan terdengar berbagai macam suara seperti desir air, deru angin, golakan api, derap kuda, dan suara dedaunan tertiup angin. Sebab, struktur tubuh manusia terdiri dari unsur mulia dan hina. Unsur yang hina meliputi tanah, air, api, udara, bumi dan langit, serta segala yang berada di antara keduanya. Jadi, semua suara itu berasal dari seluruh unsur asli di atas. Ketika suara itu terdengar, berarti ia sedang bertasbih dan mensucikan Allah dengan lisannya. Itulah hasil dari dzikir lisan yang optimal."
---Syekh Ibnu Atha’illah dalam Miftah al-Falah wa Misbah al-Arwah--

BEKAL PERJALANAN SEORANG HAMBA
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani mengatakan:
"Wahai saudaraku, jika engkau berada dalam kejayaan, maka manfaatkanlah kejayaanmu itu untuk bekal amal taat kepada-Nya. Gunakanlah kejayaan itu untuk mencari jalan menuju kepada jalan-Nya. Wahai saudaraku, ingatlah bahwa harta yang engkau miliki itu dapat membakar dan menghanguskan kulitmu di akhirat nanti. Maka belanjakanlah hartamu sesuai dengan ketentuan Al-Qur’an dan sunah Rasulmu. Agar engkau menjadi sejahtera, dunia dan akhirat.
Wahai saudaraku, cepat-cepatlah engkau menuju kepada Allah. Berlarilah kepada Allah. Gunakanlah harta yang ada di tanganmu untuk alat menuju kepada-Nya, untuk menegakkan syariat-Nya, untuk taat kepada-Nya dan untuk mencari ridha-Nya.
Seorang mukmin itu harus tahu bahwa Al-Qur’an adalah roh hidayah yang ada di alam ini, oleh karena itu, antara orang muslim dan Al-Qur’an harus ada hubungan yang erat. Sebab Al-Qur’an adalah tali Allah yang kuat dan jalan yang lurus. Al-Qur’an sebagai rahmat untuk alam semesta dan sebagai petunjuk bagi seluruh umat manusia. Dalam Al-Qur’an telah terhimpun dasar-dasar kebaikan dan petunjuk untuk membangun kehidupan dan meletakkan landasan ketenteraman di muka bumi ini.
Allah Swt. berfirman:“Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan amal shalih bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.” (QS Al-Isrâ' [17] :9)”
--Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam Fath Ar-Rabbani        




Tidak ada komentar:

Posting Komentar