Minggu, 07 Juni 2015

ALLAH MENCINTAI ORANG YANG BERTAUBAT

“Apabila perut membutuhkan makan, ruh juga membutuhkan dan merindukan cinta Allah,” demikian kata seorang Sufi. Maka, orang yang ingin bertobat, hatinya akan berkata, “Aku begitu haus terhadap rida Allah dan harus kembali kepada-Nya.”
Suatu ketika Rasulullah SAW berbicara dengan para sahabat. Beliau diam sebentar. Dan, para sahabat mendengar beliau membaca astagfirullâh wa atûbu ilaih … astagfirullâh wa atûbu ilaih. Sesudah itu beliau berbicara sedikit dan kembali terdiam untuk meminta ampunan kepada Allah untuk kedua kalinya. Seorang Nabi, yang telah dijamin akan masuk surga dan perbuatannya selalu dijaga, tetap selalu meminta tobat kepada Allah. Lalu, apa lagi kita mestinya?
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abû Mûsa r.a., beliau bersabda, “Allah membentangkan tangan-Nya di waktu malam untuk menerima tobat orang yang melakukan maksiat di siang hari. Dan Dia membentangkan tangan-Nya di waktu siang untuk menerima tobat orang yang melakukan maksiat di malam hari. Hal itu terus berlangsung hingga matahari terbit dari tempat terbenamnya.”(HR Muslim)
Siapa yang membentangkan tangan? Tentu saja pihak yang membutuhkan. Lalu siapa yang membutuhkan? Tentulah hamba. Hanya saja, karena kemurahan-Nya, Allah yang membentangkan tangan untuk hamba. Perhatikan sabda Nabi lainnya, “Tuhan Yang Mahamulia turun ke langit dunia pada sepertiga malam terakhir. Dia menyeru, ‘Adakah yang ingin bertobat? Niscaya, Aku terima tobatnya. Adakah yang ingin meminta ampunan? Akan Aku berikan ampunan padanya.’” Allah yang menawarkan tobat kepada kita setiap hari, tiga jam setengah sebelum fajar kira-kira.

Bayangkan Rasul saw. memberitahukan kepada kita betapa Allah sangat gembira dengan tobat hamba-Nya. Bayangkan diri Anda bermaksiat kepada-Nya selama bertahun-tahun dan Anda melakukan banyak dosa. Namun, ketika pada suatu hari Anda berucap, “Wahai Tuhan, aku bertobat dan tidak akan kembali kepada dosa,” Allah pasti akan sangat gembira dengan tobatmu itu.


Ahli Dzikir
Rosululloh Saw. pernah memberi wasiat kepada sahabat Muadz, “Demi Allah, aku benar-benar mencintaimu. Maka janganlah kamu lupa untuk membaca doa di setiap akhir shalat: ‘Allohumma a’innii ‘ala dzikrika wa syukrika, wa husni ‘ibaadatika.’ (Ya Allah, bantulah aku untuk mengingat-Mu dan bersyukur kepada-Mu, serta agar bisa beribadah dengan baik kepada-Mu).” (HR. An Nasa’i dan Ahmad)
Barangsiapa yang merindukan menjadi seorang ahli dzikir, maka kita tahu bahwa dzikir adalah amalan yang tiada bandingannya. Ahli dzikir adalah orang yang paling sering diingat oleh Allah Swt. Allah Swt. berfirman, “Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)Ku.” (QS. Al Baqarah [2] : 152)

Dan, barangsiapa yang ingin menjadi ahli syukur, maka kita tahu bahwa syukur adalah pembuka nikmat Allah Swt. Jauh lebih hebat bersyukur daripada berkeinginan. Bersyukur akan mendatangkan jaminan Allah berupa berbagai macam nikmat, sedangkan berkeinginan tidak mendatangkan apa-apa selain bagaikan rasa haus yang tiada berkesudahan.

RENUNGKANLAH.

Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, menangis demi engkau, dipukul oleh orang kafir demi engkau, diusir oleh orang kafir demi engkau, disakiti oleh orang kafir demi engkau. Dan demi menegakan agama yang telah diridhoi oleh Allah subhanallahu wa ta'ala. Sedangkan engkau malah malu mempraktekkan sunah-sunahnya (sunah-sunah berarti ajaran-ajaran beliau), dan engkau malah membuat ajaran-ajaran baru yang tak ada dasar ilmunya, dan Rasulullah sendiri pun tak mencontohkannya. 
Kenapa engkau malu untuk memperlihatkan sunah/ ajaran Nabi shallallahu'alaihi wasallam, kenapa engkau malu kalau orang mencemo'ohkamu, apa yang engkau lakukan ?.
Kenapa kita malu untuk memelihara jenggot (dengan membiarkan panjang tanpa dicukur). Kenapa kita malu untuk tidak isbal (tidak memakai pakaian lebih dari mata kaki). Kenapa kita malu berjalan seperti jalan Beliau. Kenapa kita malu berkata seperti perkata'an Beliau. Kenapa kita malu untuk menghafal perkata'an Beliau. Kenapa kita malu untuk menjelaskan dan memujinya di hadapan orang kafir. Kenapa kita malu untuk berdakwah sebagaimana Beliau berdakwah. Kenapa kita malu mendakwahi manusia agar mengikuti ajaran-ajarannya . Kenapa kita malu untuk berpegang teguh terhadap ajarannya. 
Ketika beliau berdakwah, tak sedikitpun dari orang kafir yang ingin mencoba untuk membunuhnya. Beliau berdakwah untuk menegakan agama yang telah diridhoi oleh Allah subhanallahu wa ta'ala. Itu semua demi engkau wahai para lelaki dan engkau wahai para wanita.
Sungguh betapa malu andai Beliau melihat kita dalam keada'an kita telah menginjak-injak ajaran beliau di bawah kaki-kaki kita. Kita malu mengamalkan ajaran Beliau dihadapan manusia, kita malu memujinya dihadapan manusia, kita berdandan dan berhias dengan ajaran-ajaran orang kafir, dan kita melihat hal tersebut lebih bagus di hati kita dan lebih sempurna di mata kita daripada ajaran Beliau.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar