Rabu, 03 Juni 2015

HIKMAH 5

QANA'AH MEMBUAT HATI TENANG DAN DAMAI 
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani mengatakan: 
“Wahai saudaraku, mengertikah engkau apakah yang dimaksud dengan qana'ah? Qana'ah adalah merasa puas atas pemberian yang sudah diterimanya. Puas dengan memperbanyak bersyukur dan menghindari sifat rakus. Itulah yang disebut qana'ah. Berhentinya keinginan terhadap ара yang sudah diberikan kepadamu, dan tidak ada lagi keinginan untuk memintah tambahan lagi, maka itulah sikap orang arif (ma'rifat).
Hendaknya engkau yakin bahwa qana'ah adalah sikap yang harus dimiliki oleh setiap muslim, sebab dengan qana'ah hatimu menjadi tenang. Bahkan sifat itu merupakan modal yang tak bisa habis dalarn kondisi ара pun.
Rasulullah Saw. bersabda: “Qana 'ah itu adalah harta yang tak akan hilang dan simpanan yang tak akan lenyap,” (HR. At Thabarani). Syaikh Abu Zakaria Al-Anshari berkata, "Qana'ah itu adalah merasa cukup dengan ара yang sudah diterima dan memenuhi kepentingannya, baik berupa makanan, minuman, pakaian atau yang lainnya. Sedangkan Abu Sulaiman Darani berkata, "Qana'ah adalah merupakan bagian dari ridha, dan wara' adalah merupakan bagian dari zuhud."
Ketahuilah bahwa sifat qana'ah merupakan sifat yang didambakan oleh kaum sufi. Karena dengan sifat itu, mereka berharap bisa terhindar dari bahaya hawa nafsunya. Di mana hawa nafsu itu selalu mengejar dan mendambakan kesenangan duniawi. Keinginan nafsu terhadap duniawi tidak akan pernah berhenti, bahkan membawa manusia menjadi sibuk dengan urusan duniawi yang tak berarti. Jika manusia telah tenggelam dalam kesibukan duniawi, maka ia cenderung lupa untuk mempersiapkan bekal buat kehidupan akhirat. Dan tentunya lupa pula ia kepada Tuhan-Nya.
Wahai saudaraku, sifat qana'ah dapat mendidikmu untuk pandai bersyukur. Artinya, dengan sifat qana'ah itu engkau akan senantiasa mensyukuri kenikmatan Allah yang telah diberikan kepadamu. Jika manusia banyak bersyukur, tentu akan memiliki gairah dalam beribadah. Nabi Saw. bersabda: “Jadilah kamu orang yang wara' pasti kamu menjadi orang yang banyak beribadah, dan jadilah kamu orang yang qana 'ah pasti kamu menjadi orang yang banyak bersyukur.” (HR. Bukhari)
Abu Bakar Al-Maghribi berpendapat, "Orang yang berakal ialah yang dapat mengatur urusan dunianya dengan sikap qana'ah dan urusan akhirat dengan keinginan yang menggelora; urusan agamanya dengan ilmu dan ijtihad. Sedangkan, Muhammad bin Tirmidzi mengatakan, "Qana'ah adalah jiwa merasa lapang dengan rezeki yang diberikan Allah kepadanya dan menghilangkan rasa tamak terhadap yang tidak tercapai."
Wahai saudaraku, engkau tidak dilarang mencari rezeki. Juga tidak disuruh bermalas-malasan dan berpangku tangan. Namun ketahuilah bahwa Allah menyuruhmu berikhtiar, bekerja, karena manusia hidup di dunia ini untuk beribadah kepada Allah. Bekerja merupakan amal ibadah. Engkau harus yakin dalam bekerja ada kalah dan ada menang. Kalah dalam menghadapi rayuan dan menang dalam melawan ajakan setan. Karenanya, bekerjalah dengan tekun dan bersungguh-sungguh. Hati-hatilah terhadap tipu daya nafsumu dan tipu daya setanmu agar tidak terjerumus mengais rezeki haram.
Wahai saudaraku, Islam mengharapkan engkau menjadi manusia cerdas. Mampu menggunakan akal pikiranmu. Islam tidak ingin pemeluknya bodoh. Oleh karena itu jangan seperti orang awam yang menganggap ibadah hanyalah tepekur di masjid, shalat dan berzikir. Mereka menganggap Islam memundurkan akal pikiran manusia dalam bekerja. Padahal orang Islam harus cerdas dan harus bekerja, sebab bekerja merupakan ibadah. Islam tidak menyukai orang muslim menjadi pemalas.
Anggapan yang demikian itu salah besar, mereka menyangka bahwa yang disebut qana'ah itu adalah menerima ара saja yang ada, sehingga mereka tidak berusaha dan berikhtiar lagi, padahal agama menyuruh manusia agar bekerja keras mencari keutamaan Ilahi, agar bisa bersedekah, berinfak, bisa membangun masjid, membangun pondok-pondok pesantren, dan membangun majelis-majelis ta'lim dan lain-lain. agar umat Islam tidak terbelakang. Ingat sejarah perjuangan Nabi dan para sahabatnya, mereka berusaha dan bekerja mencari rezeki. Bahkan mereka bersifat dermawan terhadap sesamanya meskipun harta yang di dapatnya cukup bagi keluarganya saja. Wahai manusia, sesungguhnya agama menyuruh umatnya untuk qana'ah (qana'ah hati bukan qana'ah ikhtiar/ usaha).
Wahai saudaraku, makna qana'ah itu amat luas. Qana'ah menyuruh manusia agar benar-benar percaya terhadap 'kekuasaan' yang melebihi kekuasaan manusia. Qana'ah menyuruh manusia untuk bersabar menerima ketentuan Allah swt. Jika ketentuan itu tidak menyenangkan, maka Allah tetap menyuruhnya untuk menerimanya, karena itulah cobaan dari-Nya.
Dalam keadaan demikian, manusia masih tetap disuruh untuk berikhtiar dan berdaya upaya sekuat tenaganya. Selama nyawa dikandung badan, engkau wajib berusaha mencari rezeki. Engkau bekerja bukan berarti minta tambahan yang telah engkau terima, dan bukan berarti merasa tidak cukup dari ара yang telah engkau terima, melainkan engkau bekerja sebab masih hidup. Inilah yang dimaksudkan dengan qana'ah.
Jelaslah bagimu sekarang, bahwa orang-orang yang mengatakan bahwa sifat qana'ah dapat melemahkan hati dan pikiran, itu salah. Qana'ah merupakan modal yang tidak pernah hilang. Qana'ah bisa membangkitkan kesungguhan hidup. Qana'ah tidak mengenal takut dan gentar, tidak mengenal ragu dan bimbang. Allah swt. berfirman: “Tiada sesuatu yang melata di bumi, melainkan di tangan Allahlah rezekinya.” (QS Hûd (11) : 6). Rasulullah Saw. bersabda: “Kekayaan itu bukan karena banyaknya harta benda, tapi kekayaan yang sebenarnya itu adalah kaya hati.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah Saw. juga bersabda: “Sungguh beruntung orang yang masuk Islam dan rezekinya cukup, dan merasa cukup dengan apa-apa yang diberikan Allah kepadanya.” (HR. Muslim)
Dalam riwayat lain diterangkan bahwa Hakim bin Hizam ra. berkata, "Aku memohon kepada Rasulullah. Kemudian beliau mengabulkan permohonanku (permintaanku). Lalu aku meminta lagi, beliau juga mengabulkannya. Kemudian beliau bersabda, "Wahai Hakim bin Hizam, harta memang indah dan manis, maka barangsiapa mengambilnya dengan lapang dada, maka ia mendapat berkah. Sebaliknya, barangsiapa menerimanya dengan kerakusan, maka harta itu tidak akan memberi berkah kepadanya; bagaikan orang makan yang tak pernah merasa kenyang. Tangan di atas itu lebih baik daripada tangan yang berada di bawah". Kemudian Hakim bin Hazim berkata: "Ya Rasulullah, demi Allah yang telah mengutus engkau dengan haq aku tidak akan menerima apapun dari seseorang sepeninggalmu sampai akhir hayatku."
Rasulullah SAW bersabda, “Tangan yang di atas itu lebih baik daripada tangan yang di bawah, dahulukanlah dalam bersedekah kepada orang-orang yang menjadi tanggungan-mu, sebaik-baik sedekah itu adalah yang masih ada kekayaan. Dan barangsiapayang sopan, maka Allah akan memelihara kesopanannya. Dan barang siapa yang mencukup-kan dengan kekayaannya yang ada maka Allah akan mencukupkannya. (HR. Bukhari dan Muslim)
Wahai saudaraku, Islam mendidik umatnya untuk bersifat qana'ah dan tidak rakus, Islam menyuruh umatnya untuk maju, dengan kemajuan itu akan bisa memberikan sesuatu kepada sesamanya, bukan meminta-minta. Sebab tiada kekayaan yang dihasilkan tanpa disertai dengan ikhtiar atau usaha, tak menjadi orang yang berilmu bila ia tidak menuntut ilmu.
Perhatikanlah kisah Maryam, tatkala hendak melahirkan Nabi Isa a.s. di tengah-tengah padang pasir, dia diperintahkan oleh Allah untuk menggapai dahan pohon kurma agar buahnya tersebut jatuh. Kalau Allah menyuruh qana'ah dengan hanya menunggu tanpa berusaha tentunya Siti Maryam selamanya akan merasa haus dan lapar.
Allah swt.berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian disuruh untuk menunaikan pada hari Jum'at, maka segeralah kamu untuk mengingat Allah, dan tinggalkanlah jual beli, yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah menunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu semua di atas bumi, dan carilah anugerah Allah sebanyak-banyaknya agar supaya kamu semua beruntung.” (QS. Al Jumu'ah (62) : 9-10).
Ketahuilah wahai saudaraku, bahwasanya Allah menyuruhmu untuk mencari harta sebanyak-banyaknya, dengan syarat harus dilakukan setelah shalat. Carilah kehidupan kembali sambil mengingat Allah sebanyak-banyaknya dalam melakukan segala pekerjaan agar kamu mendapatkan keberuntungan di dunia dan akhirat.”
--Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam Fath Ar-Rabbani

SAUDARAKU...LARILAH KEPADA ALLAH
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani mengatakan:
“Wahai saudaraku, engkau mengaku Islam dan mengaku memiliki Kitab Suci yang bernama Al-Quran. Sesungguhnya jika engkau beramal (bertingkah laku dan berakhlak) berdasarkan Al-Qur’an, maka engkau akan mudah menempati derajat di sisi Allah. Dengan beramal berdasarkan sunah Rasulullah, engkau akan menempati kedudukan di sisi Muhammad Saw. Janganlah engkau berhenti mengamalkan ара yang terkandung di dalam Al-Qur’an. Al-Qur’an itu sebagai pengharum dan sebagai sumber resapan kaum sufi. Al-Qur’an juga menjadi pembuka pintu kedekatanmu bersama Allah. Al-Qur’an sebagai penyambung hati jika engkau melangkah menuju kepada Allah.
Wahai saudaraku, sesungguhnya orang dungu itu menunggu kepastian, sedangkan orang berilmu itu menyertainya dan rela atas ketentuan. Janganlah engkau menanti kepastian dan merasa sedih terhadap kepastian itu. Sebab sikap bodoh seperti itu dapat menghancurkanmu.
Wahai saudaraku, janganlah engkau menjadi manusia yang tergila-gila dengan harta benda dan jangan mengejar isi dunia saja. Jangan pula engkau bekerja hanya didasari atas kepentingan duniawi belaka. Perbuatan itu sungguh akan mengantarkan dirimu kepada kebatilan dan kecelakaan akhirat.
Rasulullah Saw. bersabda:

اِنَّ لِلَّهَ عَزَّ وَجَلَّ مَلِكًا يُنَادِى كُلَّ يَوْمٍ غُدْوَةً وَعَشِيَّةً، يَابَنِى اَدَمَ لِدُوْا لِلْمَوْتِ وَابْتَولِلْخَرَابِ واجْمَعُوا لِلاَعْدَاءِ

“Sesungguhnya Allah mempunyai Malaikat yang tiap hari, pagi dan sore selalu memanggil "Wahai anak cucu Adam bersiap-siaplah untuk mati, bangkitlah untuk binasa, dan berkumpulah (bersatulah) untuk menghadapi musuh.”
Wahai saudaraku, orang beriman itu selalu memasang niat baik dalam setiap tingkah laku dan perbuatannya. Dia beramal di dunia dengan niat untuk kepentingan akhiratnya. Orang beriman selalu memakmurkan masjid, madrasah-madrasah, pesantren, dan selalu mengajak kaum muslimin untuk berbuat begitu. Orang beriman selalu membantu keluarga, membantu orang miskin, anak yatim, dan hanya semata-mata untuk kepentingan umat. Sebab dia yakin bahwa Allah akan membalas kebaikannya dengan berbagai kenikmatan, baik di dunia maupun di akhirat.
Orang beriman itu tidak beramal karena kepentingan hawa nafsunya. Namun mereka berbuat sesuai dengan perintah Allah yang terkandung dalam Al-Qur’an. Kalau anak cucu Adam telah sampai ke taraf ini, pasti di akan selalu dekat kepada Allah. Hatinya tetap teguh bersama para nabi dan rasul-Nya. Dia selalu menerima ajaran yang datang dari rasul-Nya dan menerapkan dalam setiap amal ibadahnya.
Orang beriman selalu berzikir (ingat) Allah, baik zikir lisan maupun zikir hati. Alangkah senangnya hidup mereka. Sebagaimana yang dikisahkan Allah tentang ashabul kahfi: “Mereka itu dalam keadaan tidur dan kami balik-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri.” (QS Al-Kahfi [18]: 18). Sesungguhnya mereka itu adalah orang yang berakal. Karena itu mereka selalu bersyukur dalam setiap keadaan. Mereka adalah orang yang takut kepada Allah dan lebih mengutamakan perintah-Nya daripada kepentingan dirinya sendiri.
Wahai saudaraku! Sungguh celaka dirimu jika melakukan perbuatan sebagaimana yang dikerjakan oleh para penghuni neraka. Padahal dirimu menginginkan surga. Hal itu membuktikan kerakusan yang tidak pada tempatnya. Engkau tidak akan pernah mendapatkan ара yang kau harapkan. Sebab jalan yang engkau tempuh itu menyimpang dari yang diperintahkan Tuhanmu. Janganlah engkau terpedaya oleh kenikmatan dunia, bahkan sampai menjadikanmu lupa kepada Allah. Tunggu saja, dalam waktu dekat kenikmatan duniawi yang berada di tanganmu itu akan dicabut oleh Allah. Dan, Allah akan merendahkan kehidupanmu hingga engkau benar-benar kembali tunduk dan patuh kepada-Nya.
Wahai saudaraku, jika engkau berada dalam kejayaan, maka manfaatkanlah kejayaanmu itu untuk bekal amal taat kepada-Nya. Gunakanlah kejayaan itu untuk mencari jalan menuju kepada jalan-Nya. Wahai saudaraku, ingatlah bahwa harta yang engkau miliki itu dapat membakar dan menghanguskan kulitmu di akhirat nanti. Maka belanjakanlah hartamu sesuai dengan ketentuan Al-Qur’an dan sunah Rasulmu. Agar engkau menjadi sejahtera, dunia dan akhirat.
Wahai saudaraku, cepat-cepatlah engkau menuju kepada Allah. Berlarilah kepada Allah. Gunakanlah harta yang ada di tanganmu untuk alat menuju kepada-Nya, untuk menegakkan syariat-Nya, untuk taat kepada-Nya dan untuk mencari ridha-Nya. Seorang mukmin itu harus tahu bahwa Al-Qur’an adalah roh hidayah yang ada di alam ini, oleh karena itu, antara orang muslim dan Al-Qur’an harus ada hubungan yang erat. Sebab Al-Qur’an adalah tali Allah yang kuat dan jalan yang lurus. Al-Qur’an sebagai rahmat untuk alam semesta dan sebagai petunjuk bagi seluruh umat manusia. Dalam Al-Qur’an telah terhimpun dasar-dasar kebaikan dan petunjuk untuk membangun kehidupan dan meletakkan landasan ketenteraman di muka bumi ini. Allah Swt. berfirman:  “Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan amal shalih bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.” (QS Al-Isrâ' [17] :9)”

--Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam Fath Ar-Rabbani

SAUDARAKU...LARILAH KEPADA ALLAH
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani mengatakan:
“Wahai saudaraku, engkau mengaku Islam dan mengaku memiliki Kitab Suci yang bernama Al-Quran. Sesungguhnya jika engkau beramal (bertingkah laku dan berakhlak) berdasarkan Al-Qur’an, maka engkau akan mudah menempati derajat di sisi Allah. Dengan beramal berdasarkan sunah Rasulullah, engkau akan menempati kedudukan di sisi Muhammad Saw. Janganlah engkau berhenti mengamalkan ара yang terkandung di dalam Al-Qur’an. Al-Qur’an itu sebagai pengharum dan sebagai sumber resapan kaum sufi. Al-Qur’an juga menjadi pembuka pintu kedekatanmu bersama Allah. Al-Qur’an sebagai penyambung hati jika engkau melangkah menuju kepada Allah.
Wahai saudaraku, sesungguhnya orang dungu itu menunggu kepastian, sedangkan orang berilmu itu menyertainya dan rela atas ketentuan. Janganlah engkau menanti kepastian dan merasa sedih terhadap kepastian itu. Sebab sikap bodoh seperti itu dapat menghancurkanmu.
Wahai saudaraku, janganlah engkau menjadi manusia yang tergila-gila dengan harta benda dan jangan mengejar isi dunia saja. Jangan pula engkau bekerja hanya didasari atas kepentingan duniawi belaka. Perbuatan itu sungguh akan mengantarkan dirimu kepada kebatilan dan kecelakaan akhirat.

Rasulullah Saw. bersabda:
اِنَّ لِلَّهَ عَزَّ وَجَلَّ مَلِكًا يُنَادِى كُلَّ يَوْمٍ غُدْوَةً وَعَشِيَّةً، يَابَنِى اَدَمَ لِدُوْا لِلْمَوْتِ وَابْتَولِلْخَرَابِ واجْمَعُوا لِلاَعْدَاءِ
“Sesungguhnya Allah mempunyai Malaikat yang tiap hari, pagi dan sore selalu memanggil "Wahai anak cucu Adam bersiap-siaplah untuk mati, bangkitlah untuk binasa, dan berkumpulah (bersatulah) untuk menghadapi musuh.” Wahai saudaraku, orang beriman itu selalu memasang niat baik dalam setiap tingkah laku dan perbuatannya. Dia beramal di dunia dengan niat untuk kepentingan akhiratnya. Orang beriman selalu memakmurkan masjid, madrasah-madrasah, pesantren, dan selalu mengajak kaum muslimin untuk berbuat begitu. Orang beriman selalu membantu keluarga, membantu orang miskin, anak yatim, dan hanya semata-mata untuk kepentingan umat. Sebab dia yakin bahwa Allah akan membalas kebaikannya dengan berbagai kenikmatan, baik di dunia maupun di akhirat.
Orang beriman itu tidak beramal karena kepentingan hawa nafsunya. Namun mereka berbuat sesuai dengan perintah Allah yang terkandung dalam Al-Qur’an. Kalau anak cucu Adam telah sampai ke taraf ini, pasti di akan selalu dekat kepada Allah. Hatinya tetap teguh bersama para nabi dan rasul-Nya. Dia selalu menerima ajaran yang datang dari rasul-Nya dan menerapkan dalam setiap amal ibadahnya.
Orang beriman selalu berzikir (ingat) Allah, baik zikir lisan maupun zikir hati. Alangkah senangnya hidup mereka. Sebagaimana yang dikisahkan Allah tentang ashabul kahfi: “Mereka itu dalam keadaan tidur dan kami balik-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri.” (QS Al-Kahfi [18]: 18). Sesungguhnya mereka itu adalah orang yang berakal. Karena itu mereka selalu bersyukur dalam setiap keadaan. Mereka adalah orang yang takut kepada Allah dan lebih mengutamakan perintah-Nya daripada kepentingan dirinya sendiri.
Wahai saudaraku! Sungguh celaka dirimu jika melakukan perbuatan sebagaimana yang dikerjakan oleh para penghuni neraka. Padahal dirimu menginginkan surga. Hal itu membuktikan kerakusan yang tidak pada tempatnya. Engkau tidak akan pernah mendapatkan ара yang kau harapkan. Sebab jalan yang engkau tempuh itu menyimpang dari yang diperintahkan Tuhanmu. Janganlah engkau terpedaya oleh kenikmatan dunia, bahkan sampai menjadikanmu lupa kepada Allah. Tunggu saja, dalam waktu dekat kenikmatan duniawi yang berada di tanganmu itu akan dicabut oleh Allah. Dan, Allah akan merendahkan kehidupanmu hingga engkau benar-benar kembali tunduk dan patuh kepada-Nya.
Wahai saudaraku, jika engkau berada dalam kejayaan, maka manfaatkanlah kejayaanmu itu untuk bekal amal taat kepada-Nya. Gunakanlah kejayaan itu untuk mencari jalan menuju kepada jalan-Nya. Wahai saudaraku, ingatlah bahwa harta yang engkau miliki itu dapat membakar dan menghanguskan kulitmu di akhirat nanti. Maka belanjakanlah hartamu sesuai dengan ketentuan Al-Qur’an dan sunah Rasulmu. Agar engkau menjadi sejahtera, dunia dan akhirat.
Wahai saudaraku, cepat-cepatlah engkau menuju kepada Allah. Berlarilah kepada Allah. Gunakanlah harta yang ada di tanganmu untuk alat menuju kepada-Nya, untuk menegakkan syariat-Nya, untuk taat kepada-Nya dan untuk mencari ridha-Nya. Seorang mukmin itu harus tahu bahwa Al-Qur’an adalah roh hidayah yang ada di alam ini, oleh karena itu, antara orang muslim dan Al-Qur’an harus ada hubungan yang erat. Sebab Al-Qur’an adalah tali Allah yang kuat dan jalan yang lurus. Al-Qur’an sebagai rahmat untuk alam semesta dan sebagai petunjuk bagi seluruh umat manusia. Dalam Al-Qur’an telah terhimpun dasar-dasar kebaikan dan petunjuk untuk membangun kehidupan dan meletakkan landasan ketenteraman di muka bumi ini. Allah Swt. berfirman: “Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan amal shalih bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.” (QS Al-Isrâ' [17] :9)”
--Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam Fath Ar-Rabbani

PESAN SYEKH ABDUL QADIR JAILANI TENTANG CINTA
“Aduhai engkau yang mengaku mencintai Allah ‘Azza wa Jalla, namun masih juga mencintai lainnya!Dia-lah yang jernih dan selainnya adalah keruh. Apabila engkau mengeruhkan kejernihan itu dengan mencintaiselain-Nya, maka Dia akan membuatmu sedih. Allah Ta’alla akan melakukan seperti yang dilakukan kepada Nabi Ibrahim dan Nabi Yakub a.s. Ketika keduanya cenderung kepada anak mereka masing-masing, Dia lantas menguji dengan anak yang mereka cintai itu.
Demikian pula terhadap nabi kita, Muhammad saw. Ketika beliau cenderung kepada kedua cucunya, Hasan dan Husein, kemudian Jibril datang dan bertanya kepada beliau, “Apakah engkau mencintai mereka?” Maka beliau menjawab, “Ya!” Lalu, Malaikat Jibril berkata, “Salah seorang dari mereka akan diracuni. Dan yang lainnya akan dibunuh.” Maka saat itu, beliau mengeluarkan Hasan dan Husein dari hatinya dan mengosongkannya hanya untuk Allah ‘Azza wa Jalla. Kegembiraan dengan keduanya berubah menjadi kesedihan terhadap mereka. Allah SWT itu cemburu terhadap hati para nabi, wali, dan hamba-hamba-Nya yang saleh.
Wahai orang-orang yang mencari dunia dengan kemunafikan! Bukalah tanganmu!Engkau tidak akan melihat apa-apa di sana. Celaka engkau! Engkau tidak mau bekerja, engkau hanya makan harta orang lain dengan menjual agamamu. Bekerja adalah perbuatan semua nabi. Tak seorang pun dari mereka yang tidak bekerja, dan pada akhirnya mereka mengambil imbalan dari makhluk dengan izin Tuhan mereka.
Wahai orang yang mabuk dengan arak dunia, syahwat, dan kepandiran, sebentar lagi kalian akan sadar ketika berada di liang kubur.”
---Ceramah Syekh Abdul Qadir Al-Jailani. Dikutip dari kitab Fath Ar-Rabani

BOLEH JADI, DOA ORANG ARIF PUN TAK DIKABULKAN
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani mengatakan:
“Seorang yang Arif itu tidak dikabulkan setiap kali dia meminta (berdoa) kepada Tuhannya. Tidak dikabulkannya itu agar sang arif tersebut tidak dikalahkan oleh sifat pengharapan, yang dapat menyebabkan dia menjadi binasa karenanya. Sesungguhnya, tak ada satu pun derajat atau maqam yang tidak terdapat sifat takut (khauf) dan berharap (raja’) di dalamnya.
Kedua sifat tersebut seperti dua sayap burung, dan keimanan belum dianggap sempurna jika tanpa kedua sifat tersebut. Begitu pula maqam-maqam (dalam tasawuf). Namun, sikap khauf dan raja’ itu sesuai dengan situasi dan keadaan.
Seorang yang Arif itu adalah orang yang diberi kedekatan (oleh Allah) dan dia berusaha untuk mendekat. Adapun keadaan dan tingkatannya adalah dia tidak menginginkan sesuatu pun selain Allah SWT; tidak bersandar kepada selain-Nya dan tidak merasa tenang kepada selain Allah. Serta tidak mau bersenang-senang dengan selain-Nya. Dia hanya mencari terkabulkannya permintaan dan terpenuhinya janji selain yang dia alami dan yang sesuai dengan dirinya.
Maka, dalam keadaan tersebut, terdapat dua hal; Pertama, agar dia tidak dikalahkan oleh sifat berharap dalam dirinya dan tertipu dengan daya upaya Allah yang dapat menyebabkan dia binasa; Kedua, agar hamba tersebut tidak menyekutukan Tuhannya Azza wa Jalla dengan sesuatu pun selain-Nya. Karena, tidak seorang pun ma’sum di dunia ini, selain para Nabi, khususnya Nabi Muhammad SAW. Jadi, Allah SWT tidak mengabulkan atau tidak menepati (permohonannya) agar dia tidak meminta seperti biasanya dan menginginkan sesuatu yang biasa terjadi, dan bukan pula karena sekadar mengikuti perintah-Nya. Sebab, dalam keadaan ini terdapat unsur syirik. Dan, syirik adalah dosa besar dalam semua keadaan, dalam semua rahasia maqam, dan dalam seluruh ajaran (para nabi) terdahulu.
Adapun, jika permohonan tersebut merupakan suatu perintah, maka hal tersebut adalah sesuatu yang dapat menambah kedekatan kepadanya, misalnya shalat, puasa dan selainnya dalam ibadah fardhu ataupun sunnah. Karena, pada keadaan ini, seorang hamba sebenarnya adalah seorang yang sedang mengikuti perintah-Nya (bukan mengikuti nafsunya).”
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam kitab Fathu Rabbani

OBAT HATI DARI SYEKH ABDUL QADIR JAILANI
“Hati itu berkarat kecuali apabila pemiliknya rajin merawatnya seperti yang disebutkan oleh sabda Rasulullah SAW, “Sesungguhnya hati itu dapat berkarat dan yang dapat menggosok (karat itu) adalah dengan membaca Al-Qur’an dan mengingat kematian serta menghadiri majelis-majelis dzikir.”
Hati itu hitam karena cintanya yang begitu besar oada dunia dan rakus terhadapnya, tanpa sifat wara’ sedikitpun. Sebab, barangsiapa yang hatinya telah dikuasai oleh kecintaan pada dunia, maka wara’-nya akan hilang. Ia akan terus kumpulkan dunia itu, baik dari sumber yang halal maupun yang haram. Ia tidak mampu lagi membedakannya, tak lagi punya rasa malu. Dan muraqabah-nya kepada Allah Azza wa Jalla akan hilang.
Wahai kaum Muslimin, terimalah apa yang disampaikan oleh Nabi kalian itu, dan bersihkan kembali karat hati kalian dengan resep yang telah diberikan oleh beliau. Seandainya seorang dari kalian mengidap suatu penyakit, lalu seorang dokter memberinya resep sebagai obatnya, tentu ia tidak akan merasa nyaman hidupnya sebelum memakan obat itu bukan?”
--Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam Fath Rabbani

HINDARI CINTA BERTEPUK SEBELAH TANGAN
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani mengatakan, “Syarat cinta adalah engkau mempunyai keinginan bersama Dzat Yang kaucintai. Lalu, engkau tak berpaling dari-Nya, baik karena dunia, akhirat ataupun makhluk. Kecintaan kepada Allah bukanlah sesuatu yang ringan sehingga bisa diklaim oleh setiap orang. Betapa banyak orang yang mengklaim cinta kepada Allah, tetapi justru jauh dari-Nya? Begitu banyak orang yang tidak mengklaim cinta kepada Allah, tetapi justru ada di sisi-Nya?
Maka, janganlah meremehkan seorang Muslim pun, sebab berbagai rahasia Allah tersebar pada mereka. Bersikaplah tawadhu dan jangan bersikap takabur atas hamba-hamba Allah. Sadarilah kelalainmu! Sebab engkau tidak lain kecuali berada dalam kelalaian yang sangat parah; seolah-olah shirat benar-benar telah terperikan dan tergambarkan pada dirimu dan seolah-olah engkau telah melihat tempatmu di surga. Ini sebuah keterpedayaan yang sangat luar biasa.”

--Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam Fath Ar-Rabbani
UNTUK DIRENUNGKAN
Dzu Nun Al-Mishri mengatakan,”Kerusakan manusia itu muncul karena enam perkara, yakni: 1) Niat yang lemah untuk beramal demi akhirat; 2) Terperangkap oleh syahwat; 3) Banyak angan-angan, meskipun ajal sudah semakin dekat; 4) Mengutamakan kepuasan kepada makhluk daripada ridha Allah; 5) Selalu menuruti hawa nafsu dan mengesampingkan Sunnah Nabi; 6) Menjadikan kesalahan-kesalahan kecil kaum Salaf sebagai hujjah, tetapi mengubur kelebihan dan kemuliaan mereka yang sangat banyak.”
--Dikutip dari kitab Fathu Rabbani
TANGISI DIRIMU, SEKARANG JUGA!
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani mengatakan, “Allah yang paling berhak menjadi tumpahan harapan dan rasa takut. Bahkan, sekalipun Dia tak menciptakan surga dan neraka. Taatlah karena Allah semata! Bukan karena harapan pahala-Nya dan takut terhadap siksa-Nya!
Mentaati-Nya adalah melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-larangan-Nya, serta menerima segala takdir-Nya. Maka, bertobatlah kepada-Nya. Merataplah di hadapan-Nya. Tunjukkanlah kehinaan dirimu dengan cucuran air mata dan tangisan kalbumu!
Menangis adalah ibadah, karena itu merupakan bentuk kehinaan diri di hadapan-Nya, Jika kalian mati dengan membawa tobat, niat tulus dan amal shaleh, maka Alllah Azza wa Jalla akan menyelamatkan kalian!”

--Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam Fath Ar-Rabbani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar