Kamis, 18 Juni 2015

IBADAH PUASA MENEMANI DI DALAM KUBUR

IBADAH PUASA MENEMANI DI DALAM KUBUR ..
Bismillahir-Rahmaanir-Rahim .. Seorang Sufi besar bernama Sufyan Ats-Tsauri mengisahkan sebagai berikut: ..
"Aku telah tinggal di Makkah dalam kurun waktu yang lama. Ada salah seorang laki-laki dari penduduk Makkah yang setiap harinya selalu datang ke masjid pada tengah hari. Lalu ia thawaf dan melaksanakan shalat dua rakaat. Setelah itu ia memberi salam kepadaku lalu pulang ke rumahnya. Maka tumbuhlah rasa kasih sayangku padanya, dan aku senantiasa mengunjunginya.
Suatu ketika, lelaki itu jatuh sakit, lalu ia memanggilku dan berkata, "Jika aku mati, aku harap engkau memandikan jenazahku, menyalatkan dan menguburkanku, dan pada malam harinya, janganlah engkau tinggalkan aku sendirian di dalam kubur. Kemudian tuntunlah aku dengan kalimat tauhid, untuk menghadapi pertanyaan Munkar dan Nakir." Akupun menyanggupi untuk mengem¬ban amanah tersebut.
Maka pada saat ia meninggal dunia, semua amanah itu aku laksanakan, dan aku berada di dekat kuburnya semalam untuk mendoakannya. Dan ketika aku berada dalam keadaan antara tidur dan terjaga, tiba- tiba aku mendengar ada suara yang berseru dari atasku, ..
"Wahai Sufyan. Dia tidak membutuhkan penjagaanmu, tuntunanmu dan juga tidak butuh ditemani olehmu. Ada yang telah menemani dan menuntunnya." Lalu aku bertanya, "Apakah yang menjadi sebab dari semua ini?" Suara itu menjawab, "Semua itu disebabkan oleh puasa Ramadhan yang ditunaikannya, dan diteruskan dengan puasa enam hari bulan Syawal."
Lalu, akupun terjaga, tapi aku tidak melihat seorangpun di dekatku. Kemudian aku berwudhu dan shalat, dan aku tidur. Dalam tidurku, aku memimpikan hal yang sama, dan mimpi itu terulang sampai tiga kali. Maka aku menyadari bahwa mimpi itu berasal dari Allah Swt, dan bukan dari setan. Akupun meninggalkan kuburan lelaki tersebut dan berdoa, "Ya Allah, dengan karunia dan Kemuliaan-Mu, berilah aku kemampuan untuk dapat menjalankan ibadah puasa seperti itu."

RENUNGAN MALAM PENERANG JIWA
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani mengatakan: “Ketika kalbu bertindak sesuai dengan Kitabullah dan Sunnah Nabi., maka ia menjadi dekat kepada Rabb-nya. Dan, ketika ia telah dekat, maka ia akan memperoleh pengetahuan. Kini kalbu dapat membedakan mana yang benar-benar menjadi milik-Nya dan apa yang dituntut darinya; apa yang menjadi milik Allah dan apa yang menjadi milik selain-Nya; apa yang termasuk kebenaran (haqq) dan apa yang termasuk kebatilan. Sebab, seorang Mukmin dianugerahi cahaya yang dengannya dia bisa melihat, demikian pula halnya dengan sang penjuang kebenaran yang dekat dengan Allah (ash-shiddîq al-muqarrab).
Orang Mukmin memiliki cahaya yang dengannya dia bisa melihat, dan itulah sebabnya Nabi SAW memperingatkan kita agar berhati-hati terhadap firasat orang Mukmin. Beliau bersabda, “Berati-hatilah terhadap firasat seorang Mukmin, sebab dia melihat dengan cahaya Allah.”
Orang yang ʽarîf dan dekat (kepada Allah) juga diberi cahaya yang dengannya dia dapat melihat betapa dekatnya Tuhannya yang Maha Kuasa dengan kalbunya. Dia dapat melihat ruh-ruh (arwâh), para malaikat dan para nabi, dapat melihat kalbu dan ruh-ruh para pejuang kebenaran (shiddîqîn). 
Dia bisa melihat keadaan-keadaan spiritual (ahwâl) dan kedudukan-kedudukan (maqâmat). Semua ini berada dalam lipatan-lipatan terdalam kalbuya (suwaidâ’ qalbihi) dan kejernihan wujud terdalamnya (sirr). Dia selalu berada dalam kebahagiaan bersama Rabb-nya Yang Maha Kuasa dan Maha Agung. Dia adalah perantara, yang menerima dari-Nya dan membagi-bagikan kepada manusia.
Ada orang-orang yang berilmu (ʽâlim) dengan lidah maupun kalbunya, sementara sebagian orang berilmu dalam kalbunya saja, tetapi kikuk dengan lidahnya. Mengenai orang munafik, dia pandai dengan lidahnya, namun tidak sesuai dengan kalbunya. Semua ilmunya hanya pada lidahnya saja, dan itulah sebabnya Nabi SAW bersabda, “Apa yang paling kutakutkan atas umatku adalah seorang munafik dengan lidah yang pandai.”
Wahai anak muda! Apabila engkau datang ke hadapaku, engkau harus membungkus kegiatan pribadimu dan kepedulian-kepedulianmu yang egois. Engkau harus masuk tanpa membawa apa-apa, seperti seorang yang sama sekali bangkrut (muflis). Jika engkau datang ke sini sementara engkau masih memikirkan pekerjaanmu dan kepentinganmu, engkau akan terhalang dari menerima petunjuk yang kusampaikan. Celakalah engkau! Engkau membenciku karena aku mengatakan kebenaran dan menghadapkanmu pada kebenaran. Tak seorang pun yang membenciku kecuali musuh Allah, dan tak seorang pun mengabaikan aku kecuali dia jahil terhadap Allah, suka banyak bicara dan sedikit beramal. Tak seorang pun mencintaiku kecuali dia sadar akan Allah, banyak beramal dan sedikit bicara.
Orang yang tulus (mukhlish) akan mencintaiku dan orang yang munafik akan membenciku. Aku dicintai para pengikut Sunnah Nabi SAW dan aku dibenci oleh kaum yang lebih suka mengikuti bidʽah. Jika engkau mencintaiku, manfaat dari semua ini akan datang kepadamu. Tetapi, jika engkau membenciku, maka efeknya kepadamu akan merusak. Aku tidak terjerat oleh pujian dan celaan sesama makhluk. Tidak ada satu spesies apa pun di muka bumi yang kutakuti atau yang kepadanya kutanamkan harapan-harapanku, baik ia itu salah satu dari bangsa jin ataupun anggota ras manusia, baik binatang ataupun serangga ataupun jenis makhluk yang lain. Aku tidak takut kepada siapa pun kecuali Allah Yang Maha Kuasa lagi Maha Agung. Semakin banyak Dia menganugerahiku anugerah-Nya yang penuh berkah, semakin besar rasa takutku, sebab Dia: “Melakukan apa yang dikehendaki-Nya” (QS Hûd (11) :107). “Dia tidak akan ditanyai tentang apa yang diperbuat-Nya, tetapi merekalah yang akan ditanyai,” (QS Al-Anbiyâ ( 21) :23)
Wahai anak muda! Janganlah berkonsentrasi pada mencuci pakaian jasadmu, sementara pakaian kalbumu kotor. Engkau berada dalam keadaan kotor. Engkau harus mencuci kalbu terlebih dahulu, kemudian baru mencuci pakaianmu yang biasa. Engkau harus melaksanakan kedua tindak pencucian itu. Cucilah pakaianmu dari kotoran, dan cucilah kalbumu dari dosa-dosa!
Engkau tidak boleh membiarkan dirimu silau oleh apa pun, sebab Tuhanmu “melakukan apa yang dikehendaki-Nya” (QS 11:107). Itulah sebabnya diceritakan sebuah kisah tentang seorang saleh, bagaimana suatu ketika ia mengunjungi saudaranya seiman kepada Allah. “Wahai saudaraku,” katanya kepada saudaranya itu. “Marilah kita menangis atas pengetahuan Allah tentang kita!”
Alangkah bagusnya ucapan orang saleh ini! Dia adalah orang yang memiliki pengenalan (‘ârîf) tentang Allah dan telah mendengat kata-kata Nabi SAW: “Salah seorang di antara kalian mungkin beramal dengan amalan ahli surga, sampai tak ada jarak antara dia dan surga itu kecuali satu jengkal saja, kemudian kemalangan menimpanya dan dia menjadi salah seorang penghuni neraka, sampai tak ada jarak antara dia dan neraka kecuali satu 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar