Rabu, 03 Juni 2015

HIKMAH 3

TAKWA DAN HAKIKAT DIRI MENURUT SYEKH ABDUL QADIR AL-JAILANI
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani pada pembukaan Surah An-Nisa dalam Tafsir Al-Jailani mengatakan:
“Sungguh! Tidaklah tersembunyi bagi para Ahli Tauhid yang merenungi bagaimana Keesaan Dzat dapat meluas menjangkau pelbagai lembaran entitas yang bersifat mumkin (tidak mutlak), fana` (tidak kekal), dan berbatas, bahwa al-Haqq jalla jalâluh wa 'amma nawâluh –sesuai dengan ketunggalan Zat-Nya- selalu memanifestasi di setiap butir zarah yang ada di alam terkecil sekali pun, berdasarkan isti’dad (kesiapan) dan potensi pada alam untuk memansifestasikan semua sifat dan asma-Nya dalam kegaiban huwiyah (identitas kedirian)-Nya.
Adapun manifestasi paling sempurna yang menghimpun semua jejak asma dan sifat-sifat Ilahiah secara detail tidak lain adalah Insan Kamil, Rasulullah SAW. Itulah sebabnya, Allah telah menciptakannya sesuai dengan citra-Nya, mengangkatnya menjadi khalifah di antara semua makhluk-Nya, memuliakannya di atas semua ciptaan-Nya, serta menganugerahinya berbagai kebaikan makrifat dan hakikat-Nya.
Zat Allah secara langsung mematangkannya, dan Dia pula yang memelihara dengan mengirimkan rasul-rasul serta menurunkan kitab-kitab suci-Nya agar darinya dapat termanifestasi segala kesempurnaan yang telah tersemat di dalam dirinya, yang merupakan manifestasi dari semua al-asmâ` al-husnâ dan ash-shifât al-ulyâ milik Allah. Sehingga ia layak bersemayam di martabah khilafah (sebagai khalifah Allah) dan niyabah (sebagai wakil Allah), serta menetap di tataran tauhid.
Itulah sebabnya Allah menyeru hamba-hamba-Nya sebagai nikmat bagi mereka agar mereka mau menerimanya, dan Allah berwasiat kepada mereka untuk bertakwa agar mereka menjadikan takwa sebagai pelindung dan lambang kehormatan.
Dengan nama Allah yang telah menunjukkan kepada orang yang Dia tunjuk sebagai khalifah, semua kesempurnaan-Nya sesuai dengan kekuasaan-Nya; Allah Maha Pengasih kepada sang khalifah dengan menghamparkan tingkatannya dan mewariskan martabah-nya; Allah Maha Penyayang kepadanya dengan memberinya petunjuk tentang tempat asalnya dan juga tempat kembalinya.
Allah SWT berfirman, “Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan kalian yang telah menciptakan kalian dari diri yang satu, dan Dia menciptakan darinya isterinya; dan Dia memperkembang-biakkan dari keduanya laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kalian saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu mengawasi kalian.” (QS An-Nisa: 1)
Wahai sekalian manusia, yang melupakan tempat asal yang sejati dan tempat tinggal yang hakiki, disebabkan gemerlap dunia yang menghalangi pencapaian kepadanya, kalian harus berhati-hati terhadap godaan-godaannya, dan kalian harus menghindari khayalannya, agar kalian tidak terjatuh dari martabah kalian yang sejati dan dari tempat kalian yang hakiki.
Bertakwalah hindarilah (dunia) dan carilah perlindungan kepada Tuhan kalian yang telah memelihara kalian dengan pemeliharaan terbaik. Dia telah menciptakan kalian. Dialah yang pertama menampilkan atau mengadakan (menciptakan) kalian dari diri yang satu, yaitu martabah fa’al yang meliputi semua martabah al-kauniyah (kosmis) dan al-kiyaniyah (entitas). "Diri yang Satu" ini tidak lain adalah al-Marâtib al-Jâmi'ah al-Muhammadiyyah yang disebut dengan nama al-'Aql al-Kulliy (Akal Universal) atau al-Qalam al-A'lâ (Pena Tertinggi), yang menyempurnakan batin dan aspek kegaiban kalian.
Dia menciptakan darinya melalui Perkawinan Simbolis (an-Nikâh al-Ma'nawiy) dan Pernikahan Hakiki (az-Zawâj al-Haqîqiy) yang terjadi antara berbagai sifat dan asma Ilahiah, isterinya, yaitu an-Nafs al-Kulliyyah (Jiwa Universal) yang siap menerima limpahan berbagai jejak yang muncul dari Awal yang Terpilih (al-Mabda` al-Mukhtâr) yang akan menggenapi aspek lahiriah dan penampakan kalian, sehingga manusia layak menjadi khalifah dan wakil Allah sesuai dengan lahir dan batin mereka;
Dan, setelah keduanya menjadi pasangan "suami-istri", Allah juga memperkembang-biakkan, menghamparkan dan menyebarkan dari keduanya juga dari "pernikahan" yang disebutkan tadi laki-laki yang banyak. Maksudnya, laki-laki berbagai fâ'il (subjek aktif) yang melimpahkan berbagai limpahan. Dan, “perempuan” sebagai qâbil (penerima pasif) yang menerima berbagai limpahan. Masing-masing dengan perbedaannya pada berbagai detail munâsabah (saling bergantung, saling membutuhkan dan saling mengasihi) yang muncul di antara tajaliyat al-hubbiyyah (tajalli cinta) sebagaimana yang dijelaskan oleh kitab-kitab suci dan para rasul.
Ketika Allah sang Pemilik (rabb) berbagai asma yang bermacam ragamnya sesuai dengan keragaman makhluk (marbûb) menyatakan dengan gamblang tentang ketuhanan-Nya yang mencakup semua sifat dan asma tanpa kerancuan sama sekali, untuk menegaskan perintah agar makhluk-Nya bertakwa, Dia pun berfirman: “Dan bertakwalah kepada Allah”, ini dimaksudkan agar kita berhati-hati dari segala yang dapat menyibukkan kita dari Allah subhânahu wa ta'âlâ, sebab Dia lebih dekat dengan kalian dibandingkan urat leher kalian sendiri.
Karena Dia yang kalian saling bertanya dan saling bersaing dengan-Nya. Kalian sering menduga-duga bahwa Dia jauh, disebabkan terlalu dekatnya Dia. Maka, peliharalah hubungan kekeluargaan yang lahir dari Perkawinan Simbolis dan Pernikahan Cinta sebagaimana yang telah dijelaskan-Nya. Sesungguhnya Allah yang Maha Meliputi kalian dan semua keadaan kalian. Sesungguhnya Allah terhadap kalian selalu mengawasi dan menjaga. Dia menjaga kalian dari segala yang tidak berguna bagi kalian jika kalian bertawajuh kepada-Nya dengan ikhlas.”
--Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam Tafsir Al-Jailani.

MENGENAL KESADARAN JIWA DENGAN AL-QU’RAN
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani pada penutup Surah Al-Baqarah dalam Tafsir Al-Jailani mengatakan:
“Wahai pengikut Muhammad yang selalu bertawajuh menuju tauhid Dzat Allah, semoga Allah melapangkan dadamu dan memudahkan urusanmu. Sesuai kemampuanmu, engkau harus mengambil sesuatu untuk dirimu dari Surah (Al-Baqarah dalam Al-Qur’an) yang mencakup semua tuntutan agama dan martabah yaqin. 
Pertama, engkau harus berusaha menyingkirkan ketergantunganmu dari dunia dan isinya. Engkau harus menolak segala kelezatan dan syahwatnya, lalu bertawajuhlah kepada Allah dengan segenap kalbumu menuju tauhid Tuhanmu. Sembari membuka khazanah kemurahan-Nya dan wujud-Nya yang ada di dalam kalbumu. Engkau harus mampu menundukkan keadaan dan tindakanmu dari segala hal yang tidak berguna bagimu.
Engkau harus lari dari pertemanan dengan siapapun yang dapat membahayakan dan menyesatkanmu! Engkau harus mengejar pencapaian tangga tauhid, tangga tajrid (penyucian zahir-batin menggapai ridha-Nya), dan tangga tafrid (penguatan kesadaran keesaan Tuhan dari segala sesuatu selain-Nya), serta sambil menyingkirkan semua keberbilangan dan belenggu selain al-Haqq. 
Engkau harus menghirup embusan kelembutan-Nya dan tiupan kekudusan-Nya, menenangkan diri dengan napas rahmat-Nya, menyingkap berbagai rahasia rububiyah-Nya, dan mengikuti petunjuk-Nya dengan mengikuti Nabi-Nya yang diciptakan dengan citra-Nya, yang diutus kepada semua makhluk-Nya. Nabimu yang telah menuntun makhluk menggunakan kitab-Nya yang diturunkan kepadanya, yang menghimpun semua hikmah, pelajaran, ibarat, simbol-simbol, dan berbagai isyarat yang ada di dalam kitab-kitab terdahulu. Semua yang ada pada Nabimu berasal dari-Nya, untuk menjadi petunjuk bagi orang-orang yang tersesat dalam cakrawala wujudnya sendiri, dan bagi orang-orang yang tenggelam dalam gelombang samudera kebaikan dan kemurahan-Nya.
Wahai murid yang menempuh suluk jalan kebenaran, engkau harus selalu berpegang pada kitab Al-Qur’an yang tidak ada keraguan di dalam petunjuknya ini. Kitab yang tak ada keraguan sedikit pun bagi siapa saja yang beriman kepada diri yang gaib, senantiasa bertawajuh kepada-Nya, dengan selalu menghindarkan hasratmu dari segala hal yang dapat membuatmu lupa kepada Tuhanmu. 
Engkau harus selalu bergerak menuju tujuan dan keinginanmu. Dengan segenap jati dirimu, engkau harus mampu menunjukkan semua hakikat, makrifat, hikmah, hukum, kisah-kisah, dan peringatan yang ada di dalam Kitab Al-Qur’an. Karena, tidak ada satu huruf pun dari semua huruf yang ada di dalam Kitab ini, melainkan ia mengandung makna yang jangkauannya hanya diketahui Allah; tanpa ada kebatilan yang menyusup ke dalamnya, baik dari depan maupun dari belakangnya, karena semuanya turun dari Sang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.
Ketika membaca Al-Qur`an, engkau harus menyucikan lahir dan batinmu dari segala bentuk kemanusiaanmu, sehingga engkau akan menghilang dari dirimu sendiri dan seluruh jati diri dan keberadaanmu akan fana, sehingga Tuhanmu dapat langsung berbicara kepadamu lewat ucapan dan firman-Nya.
Ketika hâl semacam ini telah melingkupi dirimu, dan ia telah menjadi akhlak-perilakumu, maka engkau pasti akan mendapatkan anugerah dari bacaanmu itu.
Ketika engkau membaca Al-Qur`an, janganlah engkau lalai dari inti isyarat yang disampaikannya dan berusahalah kau teliti setiap riwayat dan kandungannya.
Jika engkau berhasil membersihkan dirimu dari segala bentuk penghalang, dan engkau berhasil menjernihkan jiwamu dari segala penghalang, niscaya engkau akan mendapatkan bimbingan dari Al-Qur`an sesuai dengan apa yang telah Allah tetapkan bagi-Mu dalam ilmu-Nya. Karena Dia Mahakuasa atas segala yang Dia kehendaki, sehingga engkau berhak dan layak atas ijabah dari-Nya.”
--Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam Tafsir Al-Jailani.

PELAJARAN ILMU YAQIN UNTUK NABI IBRAHIM
وَاِذْ قَالَ اِبْرٰھٖمُ رَبِّ اَرِنِيْ كَيْفَ تُـحْيِ الْمَوْتٰى ۭ قَالَ اَوَلَمْ تُؤْمِنْ ۭ قَالَ بَلٰي وَلٰكِنْ لِّيَطْمَىِٕنَّ قَلْبِىْ ۭ قَالَ فَخُذْ اَرْبَعَةً مِّنَ الطَّيْرِ فَصُرْھُنَّ اِلَيْكَ ثُمَّ اجْعَلْ عَلٰي كُلِّ جَبَلٍ مِّنْهُنَّ جُزْءًا ثُمَّ ادْعُهُنَّ يَاْتِيْنَكَ سَعْيًا ۭ وَاعْلَمْ اَنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ  

“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: "Wahai Tuhanku, perlihatkanlah padaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati". Allah berfirman: "Belum yakin-kah kamu?". Ibrahim menjawab: "Aku telah meyakininya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku)". Allah berfirman: "(Kalau demikian) ambillah empat ekor unggas, lalu cingcanglah semuanya olehmu. Lalu letakkan diatas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera". Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Mahabijak-sana.”
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani menafsirkan Surat Al-Baqarah [2] ayat 260, dalam Kitab
Tafsir Al-Jailani sebagai berikut: 

“Ingatlah wahai Rasul yang paling sempurna, ketika nenek-moyangmu, Ibrahim mengatakan ingin naik dari tataran 'ilm al-yaqîn menuju 'ain al-yaqîn: “Wahai Tuhanku, perlihatkanlah padaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati,” lalu Allah pun berfirman kepadanya untuk mendorongnya agar meningkat. Allah berfirman: “Belum yakinkah engkau? Apa engkau belum meyakini bahwa Aku berkuasa mengembalikan seperti Aku kuasa mengadakan dari ketiadaan?”
Ibrahim menjawab: “Aku telah meyakininya, aku telah beriman wahai Tuhanku bahwa Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu, tetapi aku meminta bukti nyata kepada-Mu agar hatiku tetap mantap dengan bukti itu, dan mata batinku semakin tajam, serta ketakjubanku terhadapnya dapat bertambah.
Allah pun berfirman: “Kalau demikian, ambillah empat ekor unggas!” Menurut Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, empat unggas itu adalah: merak hiasan dunia yang hina, ayam jantan syahwat, gagak angan-angan panjang di dunia, dan merpati hawa nafsu yang batil yang selalu bergayut pada dunia.
Setelah Ibrahim mengambil keempat unggas itu, lalu cingcanglah semuanya olehmu. Maksudnya, tahanlah semuanya olehmu, sehingga kau pegang setiap bagian dari unggas-unggas itu setelah kau cingcang tanpa kurang satu pun bagiannya.
Lalu letakkan di atas tiap-tiap satu bukit di antara beberapa bukit yang kau ketahui satu bagian dari bagian-bagian itu sehingga dapat kau pastikan bahwa semuanya mati, dan kau sama sekali tidak perlu mengkhawatirkan kalau-kalau semua unggas itu akan menyerangmu. Kemudian panggillah mereka seperti layaknya ketika mereka masih hidup, meski mustahil bagimu untuk menghidupkan mereka, niscaya mereka datang kepadamu semuanya dengan segera dan cepat tanpa ada satu bagian pun dari tubuh mereka yang berkurang.
Dan setelah engkau memperoleh kepastian dengan semua itu, dan kau melihatnya sendiri, ketahuilah dengan yakin, bahkan dengan mata kepalamu bahwa Allah Maha Perkasa, Mahamenguasai lagi Mahakuasa atas segala yang Dia kehendaki Mahabijaksana. Dialah pemilik hikmah sempurna dalam setiap yang Dia kerjakan dan Dia kehendaki.
Keingkaran terhadap adanya kebangkitan dan dikumpulkannya manusia di akhirat sebenarnya muncul dari Akal Parsial (al-'aql al-juz`iy) yang terkontaminasi oleh dugaan dan khayalan pendek yang jauh dari pengetahuan tentang hubungan yang terjadi antara al-Haqq dengan pelbagai elemen alam semesta yang merupakan perpanjangan dari-Nya. Padahal semua itu bersifat baru, bermula, dan akan berakhir.
Karena kalau tidak, maka siapakah kiranya yang akalnya terhindar dari keriuhan dugaan-dugaan dan khayalan, serta mampu terhubung dengan Akal Universal yang mengetahui dengan hudhûr atas semua yang sudah ada dan akan ada di dalam semesta, sembari sekaligus merenungi keajaiban ciptaan serta keanehan yang muncul dalam tanda-tanda kekuasaan Allah yang ada di dalamnya.
Jika itu dapat tercapai, maka ia akan mencapai kasyf sehingga tersibaklah semua tirai dan hijab yang menutupi kawasan kebangkitan dan dikumpulkannya manusia di akhirat berikut semua hal yang berhubungan dengan kehidupan dunia dan akhirat. Ia tidak akan mengingkari sedikit pun dari semua itu. Bahkan, ia pasti akan beriman dan menyakini semuanya. 
Wahai Tuhan kami, berilah kami rahmat dari-Mu dan anugerahilah Kami kelurusan dalam urusan kami.”

--Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam Tafsir Al-Jailani.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar